6 Jalan Menuju Nereka

Minggu, 26 Juli 2015


  Sumber gambar di sini 
          

             Aku sudah mati!!!! .Tubuhku melayang jauh di udara. Sampailah aku di sebuah pintu gerbang yang besar dan bercahaya. Ada perasaan takut dan tubuhku gemetar hebat. Pintu perlahan terbuka
            “Selamat datang,” tukas sesosok yang tampak bercahaya. Tiba-tiba terlihat sebuah frame yang memperlihtakan begitu banyak peristiwa yang aku alami selama hidupku. Dan aku malu , betapa selama ini aku sudah jauh dari Allah. Sudah lupa akan kasihNya. Semakin bergetar tubuhku dan aku mulai ketakutan. Penyesalan selalu datang terlambat. Kini aku hanya pasrah. Aku berjalan di lorong yang sangat gelap....
            “Mari masuk, anda di terima di neraka jahanam!!!!” Aku terbangun dengan tubuh berkeringat.... Ah,  aku hanya mimpi!!!!  

106 kata

0 Cahaya Ilahi

Selasa, 21 Juli 2015




 Sumber gambar di sini
 
            Malam itu aku terbangun dengan badan gemetar. Rasanya tubuhku bergetar kuat dan aku tak kuat menahan gemetar tubuhku. Aku baru saja terbangun dari mimpi yang baru saja datang . Aku tengok jam masih jam dua malam. Tubuhku menggigil kembali, wajah bapak begitu jelas dalam mimpiku/Bapak datang untuk berpamitan. Bapak menyentuh kakiku dan berusaha membangunkanku.Kejadian yang seperti nyata ada di hadapanku. Aku takut!!!!
            “Dara, tangi...tangi (Dara, bangun),”tukas bapak membangunkanku. Aku terbelalak saat aku melihat bapak sudah ada di pinggiran tempat tidurku.Aku kucek mataku , bapak ada di sana dan tersenyum padaku. Aku ternganga. Bapak lagi berbaring di rumah sakit , tapi mengapa dia ada di sini bersamaku. Kembali aku mengucek mataku. Senyum bapak tertuju padaku.
            “Dara. Titip mamamu ya. Jaga baik-baik.”Belum aku sempat menganggukkan kepalaku, tiba-tiba bapak hilang dari pandanganku. Kini tubuhku menggigil ketakutan dan berulang kali aku kucek mataku dan bapak benar-benar sudah tak ada lagi di hadapanku. Semalaman aku duduk dan tak sanggup memejamkan mataku. Tubuhku terus menggigil ketakutan. Dan tiba-tiba terdengar suara dering telepon. Aku bergegas mengangkat telepon. Suara adikku.
            “Bapak koma.” Suara adikku terasa menusuk gendang telingaku. Sedikit bekabut mataku dan aku usap perlahan agar tak turun air mataku. Apa arti mimpi tadi malam. Apa bapak akan pergi?????

            Sepanjang jalan menuju Bandung. Aku tutup telingaku rapat-rapat. Suara-suara berisik selalu menghantuiku. Entah suara-suara itu selalu mengikuti. Banyak keraguan di hatiku saat beberapa temanku mengatakan aku tak pantas mendoakan bapakku karena mempunyai perbedaan keyakinan. Apa separah itukah sampai aku tak boleh mendoakan bapakku. Aku jarang mendokaan bapakku, tapi kini saat bapak harus menderita sakit karena kankernya, apa pantas aku tak mendoakan  bapakku sendiri???  Telingaku seperti mendengar suara teman-teman yang nyaring bicara padaku. Rasanya aku ingin menutup telinga ini dan suara-suara itu hilang dari pendengaranku. Biarlah  sekali ini saja aku ingin mendoakan bapakku. Tak bolehkah????? Bapak sakit , bapak sudah menderita selama setahun ini. Bapak selalu kesakitan.  Tapi suara-suara itu tak  mau berhenti di telingaku. Kepalaku mulai berdenyut kencang. Hanya mata kucoba pejamkan sejenak untuk mengurangi rasa sakit. Aku mencoba tidur sejenak.
            “Cicaheum...Bandung habis.”teriak kondektur . Aku tersentak. Ah, sudah sampai di Bandung. Bergegas aku menuju rumah sakit.

            Aku memandang alat-alat yang menempel di seluruh tubuh bapak. Nafasnya tinggal satu-satu. Mama duduk di sebelah sambil terus berdoa. Aku sentuh bahu mama .
            “Dara, maafkan bapak .” aku mengangguk lemah. Aku melihat detak jantungnya 92 . tubuhnya kurus . Aku tak sanggup mentapanya lebih lama. Aku buang mukaku. Sepi hanya terdengar suara detak –detak yang lirih terdengar. Suara azan ashar terdengar. Aku mencoba untuk solat di mushola rumah sakit. Tampak ada beberapa pria solat di bagian depan dan ada tiga wanita di baris belakang. Aku berdiri di sisi kiri dekat pintu masuk mushola. Selesai solat Ashar, aku mulai berdoa. Aku tak mau lagi mendengarkan omongan teman-temanku, Terus aku berdoa, terus. Dan aku mulai bertanya, apakah aku boleh mendoakan bapakku sendiri walau aku berbeda keyakinan dengan bapak????? Terus aku pertanyakan dalam dialog dengan Allah. Sampai aku tak sadar, tubuhku gemetar karena aku ada di padang rumput yang luas. Aku tengok ke kanan dan kekiri , tak ada satupun orang di sana. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan sinar yang menyilaukan mata dari ujung padang rumput. Terang sekali. Aku takut, aku begitu takut . Sinar itu memancar terang dan menyilaukan . Aku menutup mataku . Perlahan aku buka dan sinar itu melembut seperti mulai menyapaku. Aku mulai tenang.. Sinar itu menari-nari . Dan mulai meredup dan menghilang. Entah mengapa hatiku damai sekali. Aku buka mataku, aku ada di mushola kembali.
            “Ya, Allah. Kalau Engkau memanggil bapak, aku ikhlas. Bapak sudah banyak menderita. Kalau belum sembuhkanlah bapak. Biarlah aku akan selalu mendoakan bapak dalam setiap sujud doaku. Engkau telah memberikan tanda-tanda itu bagiku. Itu sudah cukup untukku. Terimakasih Allah,” aku sujud begitu lama, aku menangis dalam doa yang panjang untuk bapakku. Saat aku kembali ke kamar bapak. Saat akus sentuh tangannya dan aku pandang wajahnya.
            “Pak, maafkan aku. Kalau kau mau pergi , pergilah. Aku akan selalu mendoakanmu dan akan aku jaga mama selalu.” aku menatap wajahnya. Begitu tenang tak ada lagi rasa sakit yang tampak dari wajahnya.
            “Alhamdulilah.” Seruku dalam hati. Tiba-tiba denyut jantungnya mulai turun cepat dan menuju angka nol. Perawat mulai berdatangan untuk melakukan pertolongan. Aku menggelengkan kepalaku pada mereka. Perawat-perawat itu terdiam. Bapak pulang dengan tenang.
            “Innalillahi wa inna rojiun,”. Bulir air mataku satu persatu turun. Ah, alangkah cepatnya bapak pergi. Maafkan aku , belum bisa membahagiakan dirimu.


            Kejadian tentang cahaya yang datang aku ceritakan pada teman-temanku. Mereka tidak percaya. Mereka katakan aku berhalusinasi  karena ingin mendoakan bapakku. Ada rasa perih di hatiku mendengar omongan mereka. Tapi aku percaya pengalaman religi yang aku alami , itu bukan halusinasi. Itu nyata. Aku mengalaminya sendiri. Aku tak peduli lagi dengan omongan orang-orang. Aku berhak mendoakan bapakku. Bapak sudah  berjasa untuk hidupku. Allah meyakinkanku lewat pengalaman spiritual yang aku alami. Ini hidupku. Untuk yang tak percaya, aku juga tak peduli. Biarlah bapak tenang di sana. Dan beberapa kali bapak selalu datang padaku, seperti memberikan semangat baru untukku. Juga saat aku harus operasi , bapak muncul dan mengatakan kalau aku  akan  baik-baik saja. Ah, bapak, aku merindukanmu. Selamat jalan bapakku. Semoga kita akan bertemu lagi suatu saat




8 Gagal Jadi Pacar Penulis

Minggu, 12 Juli 2015




 Sumber gambar di sini


Sore itu aku  berada di acara berbuka puasa. Menunggu untuk bisa mendapatkan tandatangan penulis yang begitu aku kagumi. Mahendra  membubuhkan tandatangannya. Betapa aku menunggu banyak waktu untuk bisa berdekatan dengannya
            “Indah. Aku ingat, kamu yang menang lomba menulis di eventku ya?” Ah, aku sedikit melongo karena tak menyangka dia ingat akan diriku. Ada sedikit rasa bangga dalam  hatiku.
            “Oh, jangan pulang dulu ya. Kamu mau kan aku ajak buka puasa bareng?”  Sore itu aku diajak berbuka puasa dan Mahendra menanyakan apakah aku punya peliharaan kucing. Ah, dia juga suka kucing ternyata.


            Ramadhan ini bikin hati melambung, karena banyak hal yang membuatku ingin selalu mengenang kebersamaan dengan Mahendra. Beberapa kali aku diajaknya pergi .Angan-anganku begitu  melambung  tinggi.  Dan sore itu semua angan-angan itu bagai lenyap ditelan bumi. Hilang hanya meninggalkan kepahitan yang menyakitkan. Aku ingat sore itu.
            “Sore Indah. ”  Ternyata Mahendra hanya datang untuk melihat kucingku. Dia lebih suka bercengkerama dengan kucingku daripada diriku.  Aku hanya bisa gigit jari. Terasa ada yang mentertawakan diriku......

6 Dunia Lala

Selasa, 07 Juli 2015



Sumber gambar di sini


Hujan bulan Juni, Lebaran bulan Juli, Lala menggumam perlahan. Tak terdengar hanya gumaman yang tak begitu jelas. Tapi tak lama kemudain Lala mengucapkan lagi Hujan bulan Juni, lebaran bula Juli. Samar-samar dia membayangkan peristiwa yang sudah begitu lama, saat Lala masih gadis cantik. Bibirnya sedikit naik ke atas dan kini tampak mencibir dan kemudian tertawa keras sekali. Beberapa orang tampak menoleh padannya .Lala tak terpengaruh , dia masih tertawa dan kemudian terdiam kembali.
            “Pulang Lala, sudah senja,”tegur bu Ana.
            “Nanti masih hujan  mama,” tukas Lala masih duduk di kafe dan memandang hujan di luar sana. Mereka berdua masih duduk di kafe untuk berbuka puasa. Makanan sudah habis disantap, tapi Lala masih belum mau meninggalkan kafe. Bu Ana memandang sedih .  Lala,anaknya telah kehilangan ingatannya sejak sepuluh tahun yang lalu. Sekali-kali ditatapnya Lala . Bu Ana tetap setia menunggu di sini, di kafe ini yang selalu ingin dikunjungi Lala setiap tahunnya.  Tapi kali ini begitu istimewa bagi Lala, karena di bulan Juni sudah mulai turun hujan. Sungguh aneh dan sebulan kemudian lebaran akan tiba. Sama seperti dulu, sama seperti saat Lala merasa dikhianati oleh kekasihnya. Bu Ana tahu betul. Bu Ana tahu apa yang dirasakan putrinya. Kini dia hanya bermain dengan dunianya saja. Tak ada orang lain baginya , hanya ilusi yang menguasai alam pikirannya. Dan tatapan matanya hanya kosong dan kadang berbinar-binar saat dia merasa kekasihnya akan datang. Bu Ana menghela nafas beart. Masih dipandanginya Lala.
            “Aku masih mau di sini, mam. Kali-kali mas Indra datang untukku. Ini sudah bulan Juni yang hujan, sebentar lagi lebaran bu,”tukasnya. Bu Ana mengangguk dan tak sadar bulir air matanya turun perlahan.
            “Mengapa mama menangis?” Lala memandang bu Ana heran. Bu Ana cepat menghapus air matanya dan tersenyum pada Lala .

            Dulu sekali saat Lala berusia 25 tahun. Saat kebahagiaan yang ada di hatinya. Begitu juga dengan hati bu Ana. Siapa tak bahagia saat putrinay yang sudah sarjana akan dilamar oleh pria tampan dan anak pejabat terkenal waktu itu. Apalah dirinya yang hanya seorang janda yang membesarkan Lala sendiri dan berhasil menuntaskan Lala menjadi sarjana dan mendapatkan calon  menantu dari orang terpandang. Tapi bahagia itu lenyap saat Indra menemui Lala di kafe bersama dengan gadis yang ternyata sudah dihamilinya. Saat itu bu Ana masih ingat, Lala pulang di hujan bulan Juni , deras . basah kuyup, hanya tangis kecil yang keluar dari mulutnya. Tapi ternyata sakit hatinya begitu kuat tak sebanding dengan air mata yag keluar. Lala menjadi sibuk dengan dunianya, dunia yang membuat dirinya menjadi suka dengan kesunyian.  Lala sudah punya dunianya sendiri yang berbeda dengan dunia ibunya. Bu Ana hanya bisa menangis. Rintihan , tangis dan doanya belum bisa mengembalikan Lala dari dunianya Ah, itu sudah sepuluh tahun yang lalu.
            “Pulang, La,”tegur bu Ana. Lala menatap pintu kafe dan terkesiap . Bu Ana membalikan tubuhnya.
            “Itu mas Indra , mam,”lenguh Lala. Bu Ana hanya bisa menahan nafasnya, karena yang dilihat Lala, adalah benar Indra. Masih gagah seperi dulu, walau tampak agak kurus tubuhnya.
            “Apakah dia akan melamarku mam,?” Bu Ana hanya diam. Ditariknya lengan Lala.
            “Pulang, hujan sudah berhenti hanya tinggal gerimis,”ujarnya. Lala hanya menatap Indra. Bu Ana tak mau bertemu dengan laki-laki itu, dia yang menyebabkan Lala seperti ini. Bu Ana tak sudi bertemu dengannya lagi. Tak akan pernah!!!
            “Mam, jangan pulang, mas Indra mau melamarku,”keluhnya. Bu Ana tetap menarik lengan Lala. Didorongnya Lala masuk ke dalam mobilnya. Cepat melaju di jalan menuju rumah sakit. Tiba-tiba Lala berteriak keras dan menangis keras-keras.
            “Mama jahat, mama jahat. Mas Indra datang melamarku, mengapa mama bawa aku pergi?” Lala mulai meraung-raung keras-keras. Bu Ana tak mempedulikannya , dia harus membawa Lala kembali ke rumah sakit jiwa tempat tingalnya sekarang. Hujan memang datang di bulan Juni, tapi Lala masih dengan dunianya, dunia sepi .... Hujan bulan juni, lebaran bulan juli akanlah tetap sama bagi Lala. Tetap dengan dunianya tak akan pernah berubah....