12 Salah Sasaran

Rabu, 22 Februari 2017




 Gambar dari sini

             Pagi ini aku masih bergelung di kamar hotel yang ada di tepi pantai Pangandaran. Aku sendiri heran , mengapa aku mau saja disuruh Berta untuk menjadi dektetif cinta, itu istilah yang diberikan Berta. Aku masih ingat saat Berta datang padaku sambil menangis. Aku sebetulnya paling sebal melihat cewek nangis , kayaknya cengeng betul. Gak ada di kamusku aku mau nangis merengek-rengek seperti Berta apalagi masalah yang menyangkut cowok. Ih, amit-amit deh, pantang buatku !!!!! Aku bukan tipe cewek seperti Berta yang selalu bergantung sama cowok, aku cewek yang mandiri dan aku tak mau diperbudak oleh cinta dan cowok. Aku masih menatap Berta dengan sebal, ini cewek masih saja mengharapkan Rimba tetap bersamanya, sudah tahu cowoknya selingkuh!!!! Apa gak ada lagi cowok yang bisa dipilih selain Rimba???? Betul-betul aneh!!!!!
            “Please Rasha , tolong aku, aku gak mau kehilangan Rimba,” Berta dengan tampang memelasnya. Berta tahu kelemahanku, aku tak penah bisa menolak kalau ada orang yang memintaku dengan tampang memelas, sekalipun pengemis yang pura-pura bertampang memelas , pasti aku akan menyodorkan uang receh buatnya. Aku menatapnya sebal, duh ribet banget berteman dengan cewek satu ini. Memang banyak orang bilang pertemananku dengan Berta ini sungguh aneh kaya bumi dan langit, karena Berta yang feminin dan lemah mau berteman dengan cewek sangar , bermental baja dan tak kenal takut.
            “Lalu, aku harus bagaimana Berta, aku kan tak bisa berbuat apa-apa untuk bisa mengembalikan Rimba padamu,” aku menatap matanya yang sudah penuh dengan air mata.Damn it!!!!!. Mengapa aku harus terlibat dengan urusan cinta, cinta orang lain lagi!!!!
            “Bisa Rasha, kamu bisa menjadi deteftif cinta.” Aku melotot memandangnya.
            “Jadi aku harus memata-matai Rimba !” teriakku. Berta mengangguk.
            “Aku gak mau Berta, aku bakal terlihat konyol tahu,” aku mulai berteriak juga, tapi sesaat aku terdiam melihat wajah Berta yang memelas.
            “Ok, aku mau,” Berta langsung memelukku.
            “Kamu memang sahabat baikku Rasha,” Berta menatapku dengan wajah sumringah, aku gak tahu lagi apa yang harus kuucapkan melihat kegembiraan di wajah Berta.  Berta mulai memberikan rencananya yang harus kulakukan. Astaga ternyata Berta sudah merencanakan secara detail dan ongkos semua ditanggung Berta. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku , sampai segitunya Berta tak mau kehilangan Rimba, kalau aku sudah kudepak dari hadapanku cowok yang suka selingkuh . Jadi tugasku memata-matai Rimba, siapa pacarnya sekarang dan kalau perlu mengajaknya berteman, memang sih aku dulu pernah dikenali Berta dengan Rimba tapi hanya sepintas dan semenjak itu tak pernah bertemu lagi. Berbekal semua info dan foto Rimba aku berada di Pangandaran. Menurut Berta, Rimba sedang bersama klub motornya di pantai ini.

            Pagi itu , aku menyusuri tepi pantai, udara dengan angin semilir menghembuskan rasa dingin pada wajahku.Aku menatap mentari yang muncul di balik awan dan semburat jingga merekah , aku terpukau akan pesona langit yang mulai tampak terang. Tiba-tiba aku terjatuh tersandung batu dan terjerembab di pasir. “Sialan , batu sialan,” umpatku . Aku mencoba berdiri tapi badanku masih oleng tapi ada tangan yang memegang pergelangan tanganku.
            “Makasih ya,” ucapku tulus.
            “Lain kali hati-hati, namaku Rimba,” pria itu menyodorkan tanganku. Astaga, sesaat aku tak dapat mengeluarkan sepatah katapun , hanya terbengong sesaat sebelum alam bawah sadarku  menyuruh untuk cepat menyambut tangannya .
            “Rasha,”  Pantesan Berta gak mau kehilangan Rimba, tubuhnya atletis walau tampang sih gak ganteng-ganteng amat tapi ada sesuatu dari matanya yang aku suka sekali.
            “Mau jalan-jalan, barengan yuk,” Rimba mengajakku dan aku seperti kerbau dicucuk hidungnya ikut melangkahkan kaki bersamanya. Sepanjang jalan aku banyak bercerita dan tak sedikitpun Rimba menceritakan tentang Berta dan Rimba adalah teman yang enak diajak ngobrol dan nyambung bukan tipe laki-laki perayu dan apa yang diucapkan semua itu apa adanya.  Pagi ini kulalui bersama Rimba, hem, hem.... andai Berta tahu, apa yang dipikirkannya????

            Ponselku berbunyi , Berta menelpun,  pertanyaan biasa yang harus kujawab biasa saja. Aku hanya mengatakan kalau sudah melihat Rimba tapi tak bilang kalau aku sudah berjalan-jalan dengannya sepanjang pagi .
            “Ras, jangan lengah ya, lihat kalau Rimba bersama cewek,” aku tutup ponselku. Sepanjang hari kemarin aku tidak pernah melihat Rimba bersama dengan cewek tapi dengan teman-teman cowoknya, mungkin itu teman klub motornya. Aku mendekati Rimba yang bersama –sama dengan temannya menunggu giliran bermain banana boats .
            “Hei, Rasha, yuk bareng-bareng naiknya sama teman-temanku,” ajak Rimba, aku diperkenalkan dengan teman-teman  cowoknya.
            “Cuma segini  temanmu, gak ada ceweknya?” tanyaku sambil mengamati teman-temannya.
            “Gak, ini teman klub motorku.” Kami semua berlima naik banana boats dan lajunya semakin  ke tengah semakin cepat dan memang sengaja agar penumpang jatuh dan itu yang membuat sensasi tersendiri bagi yang naik banana boats. Terdengar jeritan dan tawa yang lepas , begitulah pemainan banana boats. Entah mengapa setelah acara naik banana boats itu Rimba sering mengajakku berdua menyusuri pantai dan mencoba semua permainan yang ada di sana. Dan yang paling aku suka saat aku rafting bersama Rimba di sungai Cijulang , perjalanan yang mendebarkan dan membuat adrenalinku meningkat , untungnya aku bukan tipe cewek manja yang ketakutan rafting. Semakin aku banyak bergaul dengan Rimba aku semakin tertarik dalam pesonanya. Aku jatuh cinta padanya!!!!!!

            Sudah dua hari aku di Pangandaran dan sudah banyak aku dan Rimba menjelajah kawasan pantai . Dan parahnya aku mulai jatuh cinta padanya. Bodoh, Rasha, kamu gak boleh jatuh cinta , Rimba milik Berta. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku sampai kudengar suara ponsel, Berta menilpunku lagi.
            “Berta, aku tak melihat Rimba dengan teman ceweknya, aku pulang saja ya,” aku harus cepat pulang jangan sampai perasaanku ikut terhanyut.
            “Jangan dulu Rasha, mungkin cewek itu belum datang, soalnya rencana mereka akan lima hari di sana,” aku mendengarkan Berta berbicara tapi pikiranku melantur kemana-mana.
            “Rasha, jangan pulang dulu ya, aku bakal ke sana juga,” aku cepat menutup ponselku, entah kalimat terakhir apa yang diucapkan Berta, aku sudah tak dapat konsentrasi lagi. Bodohnya lagi aku mengiyakan saja ajakan Rimba makan malam di kafe yang menghadap pantai  sambil mendengarkan deburan ombak. Makanan seafood terhidang di atas meja bulat kecil yang hanya diterangi dengan lampu-lampu kecil, suasana temaran membuat kafe ini romantis. Aku terbawa suasana kafe  dengan alunan musik jazz yang lembut.
            “Rim, ini jadi seperti orang pacaran saja,”tukasku yang sebetulnya mau bercanda karena dari tadi tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirku dan Rimba.
            “Emangnya kita lagi pacaran kan?” aku membelalakan mataku lebar-lebar. Rimba tertawa melihatku
            “Jangan lebar-lebar matamu , nanti lepas loh,” tukasnya sambil masih tertawa, tak lama kemudian akupun ikut tertawa. Tapi sesaat kemudian aku terdiam lama saat Rimba menyatakan kalau dia suka denganku. Astaga, bakal ada perang dunia ke empat sebentar lagi kalau Berta tahu Rimba nembak aku.
            “Jangan bengong  saja, dari tadi kalau gak bengong terus melotot,” tegur Rimba. Untuk menghilangkan rasa gugupku aku menendang kaki Rimba tapi tak kalah cepat Rimba memegang tanganku .
            “Gimana, mau?” tanyanya sambil menatap mataku. Aku melihat kedalaman matanya. Inikah rasanya jatuh cinta????? Aku menggelengkan kepalaku , sambil melempar pandangan mataku ke tempat lain, aku tak sanggup melihat matanya.

            Hari keempat, aku sudah malas bertemu dengan Rimba, pesan singkat dan telepon dari Rimba sengaja tak kujawab. Aku tak mungkin lagi bertemu dengan Rimba, aku suka dengan Rimba dan aku tak boleh jatuh cinta padanya. Apa kata dunia , kalau aku jatuh cinta dengan sasaranku dan aku tak mungkin mengkhianati Berta.  Siang itu aku mencari makan ke sisi pantai barat saja , agar aku tak bertemu dengan Rimba. Tapi tiba-tiba aku ditarik seseorang dari belakang.
            “Lepaskan aku,” teriakku. Belum aku melanjutkan kata-kataku, Rimba sudah menutup mulutku.. Aku ditarik ke dekat tepi pantai, padahal terik matahari begitu kuat, membuat mataku silau.
            “ Mengapa kamu menghindar?” tanyanya marah . Aku takut melihat kemarahan di matanya.  “Kalau kamu menolakku  tak perlu kau menghindar dariku.” Tangan Rimba menarik tanganku keras sehingga tak sengaja aku terjatuh dalam pelukannya. Aku hanya bisa menahan nafasku saat aku mendengar teriakan yang kukenal.
            “Rasha, apa-apaan kamu, jadi ini hasilnya selama ini,” katanya marah
`           “Bukan  Berta, kamu salah presepsi, ini bukan seperti yang kamu lihat,” aku mencoba menjelaskan , tapi Berta keburu marah.
            “Kamu kenal dengan Berta, ini maskudnya apa?” tanya Rimba bingung. Aku menepis tangannya dan berusaha mengejar Berta.

            Berta ternyataa  marah besar, dia tak mau mendengarkan pejelasanku. Aku juga tak bisa memaksanya untuk percaya dengan omonganku, itu haknya . Toh , Berta melihat aku dalam pelukan Rimba, mungkin kalau aku diposisi Berta juga akan marah.
            “Aku tahu kamu masih marah, tapi aku sumpah tidak pacaran dengan Rimba, aku mau pulang dan semua biaya di sini akan aku ganti , karena aku sudah gagal menjalankan misimu.” Aku beranjak dari kamarku dan menenteng ranselku pergi dari tempat yang membuatku mengenal cinta dan tempat berakhirnya cinta pertamaku.

Lama aku tak mendengar kabar dari Berta, sudah sering aku menelpon atau sms tapi Berta tak pernah menjawabnya sampai pada satu titik aku pasrah kehilangan sahabatku. Aku tak punya kemampuan untuk menghilangkan kecurigaan Berta padaku. Sampai suatu hari Berta menelpun untuk janjian di kafe di Dago Pakar. Aku begitu girang, artinya Berta sudah mau memaafkan aku, aku lebih baik memilih persahabatan dengan Berta. Aku memeluknya erat saat aku bertemunya , sudah lama aku tak berjumpa ada perasaan rindu bercerita dengan Berta.
            “Maafkan aku Rasha, aku marahnya terlalu lama,” Berta menceritakan kalau dia sempat bertemu dengan Rimba dan dari Rimba  , Berta juga tahu kalau aku menolak cinta Rimba.
            “Kamu tahu, aku tak mungkin merebut apa yang kamu punya Berta, kamu harus tahu itu.” Rasanya  lega menyeruak dalam dadaku , selama ini aku merasa tak enak hati dengan Berta. Aku terpana saat Rimba berdiri di hadapanku dengan bunga di tangannya, diberikannya bunga itu padaku. Aku melihat Berta menganggukan kepalanya, aku ragu-ragu menerima bunga itu.
            “ Rasha, Rimba lebih memilihmu, aku tak mungkin memaksa Rimba untuk suka denganku, aku ikhlas loh,” tukasnya sambil tersenyum padaku. Berta meninggalkanku berdua dengan Rimba. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami berdua tapi cukup sudah pancaran sinar mata yang menandakan rasa cinta yang ada dalam hati dua insan yang lagi mabuk asmara.


4 Terimakasih Tuhan

Rabu, 15 Februari 2017




 Gambar dari sini



Musim yang berlalu saat aku renungkan dalam refleksi diri
Saat aku bersujud dalam renunagn panjang dengan Tuhan
Hanya doa penuh syukur padaMu
Kau masih memberikan aku hidup
Masih memberikan banyak  kesempatan padaku
Ah, terimakasih Tuhan

Mengukir banyak cerita suka dan sedih
Daalm perjalanan hidup mengarungi luasnya samudra
Bercerita tentang haarpan, cinta , dalam kalbuku
Kadang masih terasa sisa-sisa penyesalan yang ada
Yang masih menghimpit jiwa
Dalam keluh kesah malam ini dalam doa panjangku

Terimakasih Tuhan,
Kau telah memberikan lagi secercah harapan hidup
Kau hadir menyelimuti seluruh tubuhku
Kau membantuku membangun mimpi-mimpi indah
Mengurai langkai kaki terus maju
Tuk menggapai apa yang aku mimpikan

Terimakasih Tuhan,
Telah membelengguku selalu bersujud  padamu
Dalam dekap sayangMu
Aku selalu berdoa akan banyak hal yang ingin kuraih
Di usiaku yang semakin senja
Tuk bisa banyak berbagi lagi , tuk banyak tawa orang lain

Terimakasih Tuhan
Telah mendampingiku sampai saat ini.......

Cirebon, 16 Februari 2017
Bersyukur dengan umur yang diberikan lebih banyak tiap tahunnya



10 Rasa Nano-Nano Buah Duwet

Rabu, 08 Februari 2017




 Gambar dari sini

                Aku memandang keluar jendela bus yang akan menghantarkan aku kembali ke kota Jogja tempatku menuntut ilmu. Libur tiga hari aku kuatkan untuk pulang ke rumah untuk mengawali puasa tahun ini. Menurut adikku, awal puasa harus dengan hidangan istimewa, mana ada di tempat kost hidangan istimewa, yang ada hidangan sesuai tanggal. Sok , banget , belum merasakan jadi anak kost saja, bilang seperti itu, tahu rasa kalau jadi anak kost. Harus pintar-pintar cari makanan jangan sampai uang makan habis belum waktunya, bisa-bisa kelaparan.
            “Maaf, air ada yang netes dari atas tuh, biar gue tutup jendelanya,” tanpa menunggu aku mengiyakan , cowok itu menarik jendela ke atas sehingga air tak menetes lagi. Ternyata dari tadi aku melamun , tetesan air dari atas tak terasa, ternyata bajuku jadi basah.  Memang sedari tadi hujan masih turun walau tak deras tapi cukup memberikan rasa adem di dalam bus yang tak ber ac ini.
            “Makasih ya, “ aku kembali memandang keluar jendela bus tanpa mengindahkan cowok di sampingku.  Entah berapa lama aku tertidur tiba-tiba kurasakan ada yang membangunkanku dari tidur nyenyakku.
            “ Ih, apaan sih lu, enak saja bangunin gue, gue lagi tidur tahu!” aku melotot padanya .
            “Ya , sudah kalau gak mau turun, tuh lihat sudah sampai.” Aku melihat keluar jendela , sudah sampai terminal. Aku hanya mesem saja menatap cowok itu  sambil tersenyum masam, walau dalam hatiku gondok setengah mati, bisa-bisanya cowok itu mentertawakan aku. Aku beranjak dari tempatku duduk .
            “Eh, mbak ada yang ketinggalan nih,” teriak cowok itu. Aku menoleh dan kembali ke tempat dudukku, tapi tak ada barangku yang tertinggal.
            “Mana , enak saja lu pasti bohong , dasar!” aku mulai sewot padanya.
            “Gak boleh marah loh, hari ini kan puasa, ada kok yang ketinggalan , mau tahu atau mau tahu banget?” tanyanya dengan wajah lucu. Boleh juga tampang cowok itu  dengan rambut kriwil , tapi senyumnya manis karena ada lesung pipitnya yang membuatnya tampak ramah.
            “Gue, gak mau tahu,” aku mulai beranjak sebelum cowok itu mulai membual lagi.
            “Hati lu ketingalan di hati gue tahu!” teriaknya. Dasar cowok pasti pintar ngegombal, aku hanya mengacungkan kepalan tanganku padanya. Kulihat sudah hampir menjelang magrib, aku mempecepat langkahku menuju tempat kost dan aku  terpana saat cowok yang tadi duduk di sebelahku sudah berada di depan pagar tempat kostku.
            “Nah, berarti kita jodoh ya, gue mau kost di sini juga,” cowok itu tersenyum dan lesung pipitnya tampak jelas membuatnya enak dipandang. Duh, kok aku jadi memperhatikan itu cowok sih.
            “Gue, Resky. “
            “Gue Ika.” 


            Hari ini aku memutuskan untuk tidak kuliah, hanya satu mata kuliah dan itupun siang hari, rasanya malas untuk ke tempat kuliah.   Hari ini begitu panas, kerongkonganku mulai kering, saat aku ada di meja makan aku melihat ada sepiring buah duwet yang tampak segar.
            “Ini duwet punya siapa?” tanyaku. Tak ada satupun teman yang menjawabnya. Aku meliriknya , segar sekali, siapa yang punya ya, kalau aku ambil beberapa toh tak ada yang tahu,pikirku. Iseng , aku mencomot satu buah duwet, rasanya masam dan segar, memang cocok untuk udara yang panas. Tanpa ragu lagi aku mulai mengambil satu persatu buah duwet sampai Resky datang dan terbelalak melihatku.
            “Emang lu lagi gak puasa ya,?” kulihat Resky sudah ada di sampingku sambil memperlihatkan lesung pipitnya. Aku terlonjak kaget, astaga hari ini kan puasa, mengapa aku enak-enak makan buah duwet.
            “Udah gak apa-apa , elu kan lupa, terusin lagi puasanya ,” aku tersipu malu, mengapa aku bisa khliaf begini, memang sialan ini buah duwet membuatku tergoda.Hari ini benar-benar aku jadi bahan godaan Resky di depan teman-teman yang lain.
            “Ika, kayaknya Resky naksir elu deh,”  aku hanya mengangkat bahuku pura-pura menyiapkan minuman manis untuk buka puasa hari ini.


            Memang aku baru suka duwet saat kost di Jogja karena di belakang rumah kostan ada pohon duwet yang selalu berbuah . Dan sekarang saat tiba bulan puasa buah duwet sedang berbuah dan buahnya yang berwarna keunguan sangat menarik untuk dinikmati. Saat mendekati magrib , aku akan menatap buah duwet dengan rasa ingin menyantapnya, benar-benar godaan puasa kali ini hanya karena  buah duwet. Tadi siang aku sudah tergoda dengan buah duwet, sekarang hatiku kumantapkan tidak akan tergoda lagi dengan buah duwet. Jadi aku hanya duduk di belakang tempat kost sambil menatap duwet dan menunggu waktu berbuka.  Terdengar suara bedug nyaring di telingaku, semua bersorak tanda perut bisa diisi kembali. Segera kuseruput teh manisku sebelum aku naik ke atas pohon duwet untuk memakan duwet langsung dari pohonnya. Aku mulai asik dengan santapan pembuka gratis di atas pohon sebelum aku terkaget-kaget saat Resky sudah ada di belakangku.
            “Ik, sudah boleh elu makan sepuasnya, tapi ingat ya jangan batal lagi!” serunya di dekat telingaku, aku hanya tertawa saja sambil tanganku mencomot buah duwet ke dalam mulutku.
            “Memang segar ya , apalagi cuaca panas,” katanya mengomentari, “pantas saja elu sampai batal.” 


            Ternyata godaan puasa kali ini hanya bersumber dari pohon duwet ini, bukan saja aku yang tergoda , teman-temanku satu kostku juga banyak tergoda dengan rasa nano-nano dari duwet. Mengapa aku sebutkan rasa nano-nano, karena rasanya memang campur aduk, ada asam, manis, kecut jadi satu. Dodi menyarankan agar pohon duwetnya dipotong saja agar tidak tergoda dengan buahnya tapi tentu saja ditolak mentah-mentah oleh yang lainnya. Apalagi berbuah kan selalu tidak tepat pas bulan puasa saja, hanya kali ini saja  berbuah saat bulan puasa tiba. Hari minggu ini aku kebetulan tidak punya acara , makanya kugunakan untuk tidur saja, katanya kalau tidur pada saat puasa banyak pahalanya, sebetulnya sih untuk mengurangi rasa lapar juga. Rasanya aku seperti berjalan di kebun yang kulihat banyak sekali pohon duwet  berjejer dan pemiliknya mengijinkanku untuk mengambil sepuasnya buah duwetnya. Aku sungguh tak percaya dengan kebaikan pemiliknya, tanpa disuruh lagi aku panjat pohon duwetnya dan mulai mencomot satu persatu buah duwetnya. Tak terasa aku kenyang sekali karena perutku penuh dengan duwet. Aku mulai kembali berleha –leha.
            “Ika, bangun, dari tadi elu tidur saja, ada yang nyari tuh,” Dina membangunkanku, waktu aku terburu-buru keluar ternyata tidak ada siapa-siapa dan saat aku berpaling pada teman-teamanku mereka sedang tertawa bersama. Sialan, mereka mempermainkanku, awas saja lain kali gantian aku yang akan mempermainkan kalian. Aku tak boleh marah, pantang nanti puasaku batal, aku beranjak ke belakang rumah, dan tampak kembali buah duwet. Mungkin karena aku belum terbangun sepenuhnya dan tadi aku seperti disuruh makan buah duwet ,  aku malah memanjat pohon duwet dan menikmatinya sendiri. Tanpa sadar aku sudah memakan buah duwet banyak dan aku mulai mengantuk tapi belum aku tertidur lagi aku mendengar suara Resky berteriak.
            ‘Hai, elu gak puasa!” aku tersentak kaget, astaga aku untuk kedua kalinya batal gara-gara buah duwet!!!!! Aku menutup mukaku tak sanggup melihat Resky yang sedang menatapku tajam, mahasiswa kok ya masih bisa-bisanya tergoda untuk makan pada saat puasa!!!! Malu sekali , sehinga seharian aku tak berani keluar kamar apalagi harus bertemu dengan Resky. Hari itu aku jadi bahan candaan yang tak habis-habisnya, dan aku hanya bisa bergelung di tempat tidurku.


            Mendekati akhir puasa aku harus segera membeli tiket dan aku harus berdesak-desakan dengan banyak orang yang mempunyai mimpi yang sama denganku untuk pulang saat lebaran tiba. Rasa haus di kerongkongan semakin kuat dan antrian masih terlalu panjang untuk aku bisa beristirahat sejenak. Aku menelan ludahku saat aku melihat remaja yang sedang minum es jeruk dari resto yang ada di seberang loket. Ingin sekali aku membasahi kerongkonganku yang mulai mengering dan terasa tak enak.
            “Pasti kalau hari gini enaknya naik pohon duwet dan makan sepuasnya,” sela seseorang yang tak lain Resky yang sudah ada di sisiku.
            “Ik, elu istirahat saja di sana , biar gue  yang antri, tapi awas ya , jangan batal lagi,” tukasnya sambil menggantikan aku berdiri. Aku mengangguk lemah, ada perasaan syukur Resky menggantikan aku yang sudah kepayahan antri sejak pagi. Karcis kudapat dan aku bisa menahan diri untuk tidak batal, walau sampai kost-kostan duwet sudah mengintip di sela-sela daun hijaunya. Hore, aku bisa pulang, tunggu aku bunda, aku bakalan habiskan ketupat bikinan bunda. Aku mulai membereskan barangku dan aku masukkan ke dalam ranselku dan besok pagi aku siap mudik ke kota kelahiranku.
            “Ika, tuh ada yang nyari di dekat pohon duwet,” Dina menyuruhku keluar.
            “Elu gak nipu gue kan?” tanyaku sambil bergegas ke belakang dan tampak Resky berdiri di bawah pohon duwet.
            “Ini, buat bekalmu di jalan, elu boleh makan kok , apalagi ini perjalanan yang jauh,” Resky menyodorkan keranjang kecil dengan hiasan pita di atasnya dan sepucuk surat. Saat kubuka keranjang itu berisi duwet dan kubuka surat dan mulai kubaca.

Dear Ika,
Gue suka dengan elu, akan gue berikan rasa cinta gue yang persis buah duwet rasa nano-nano yang bisa mewarnai cinta kita berdua. Jangan tolak gue ya,please!!!!!
Dari Resky.

Aku hanya terdiam dan mulai tertawa bersama Resky, entah apa yang aku tertawakan , tapi duwet akan selalu menjadi kenangan manis untukku. Gara-gara aku tergoda duwet  sampai akhirnya batal saat puasa , aku akhirnya mendapatkan pacar baru.