4 Jam Penentu Sang Waktu

Kamis, 26 Oktober 2017






Jam penentu sang waktu
Menguasai jiwa-jiwa sunyi
Yang butuh terus bersujud di rumahMu
Untuk mencapai kebahagiaan hakiki
Yang akan tetap abadi....

Sang penentu waktu menunjukkan waktu
Redam seluruh gelora nafsu
Tuk melangkah pasti mencari sudut-sudut sunyi
Yang akan mengikat rasa
Saat berada di hadapan Kabah

Beribu arah melihat sang waktu
Dari angka demi angka
Dari detik demi detik
Tak berhenti mencintaiMU selalu
Dalam doa-doa di waktunya.....

Sang waktu menentukan detak jam
Degup yang bisa memanggil siapapun
Untuk datang ke rumahMu
Walau gemetar langkah kecilku
Kan datang selalu di hadapan kabah

Tak mengenal mengeluh
Terus berdetak menentukan waktu
Waktu yang terus bergulir mengikuti alur
Kisah pengembara hati
Mencari ridhoMu dalam masjidil Haram

Cirebon, 27 Oktober 2107
Jam di dekat Masjidil Haram, penentu waktu untuk mengingatkan kita untuk bersujud dan berdoa di depan Kabah

4 Bukit Cinta

Kamis, 19 Oktober 2017



Gambar dari sini

                 Sore itu masih sama dengan sore-sore terdahalu, aku  berada di atas bukit cinta. Bukit kecil yang letaknya tak jauh dari rumahku di Bandung. Hampir setiap sore aku dan Kenzi selalu duduk di atas bukit untuk melihat senja. Senja di bukit cinta memang indah. Perubahan warna dari kuning, jingga dan perlahan memerah dan sedikit demi sedikit menghitam dan  menggelap. Tiada kata yang bisa terucap dari keindahan saat senja tiba.Keagungan Allah yang tiada duanya.
            “Lihat burung camar yang terbang , sepertinya sangat dekat dengan matahari,”teriak Kenzi. Aku melihat apa yang ditunjuk Kenzi. Burung camar tampak dengan latar belakang matahari yang mulai menjingga.
            “Keren ya.” Kenzi mengangguk setuju. Begitulah aku dan Kenzi tak pernah bosan melihat senja . Mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah tak pernah lupa untuk melihat momen senja di bukit cinta. Berlari-larian, menikmati senja dengan bernyanyi atau tiduran di atas rumput sambil memandang langit. Rasanya hanya kegembiraan milik aku dan Kenzi berdua. Banyak yang bilang aku dan Kenzi pacaran tapi aku selalu menganggapnya hanya sebatas kakak yang berusaha untuk selalu melindungiku. Aku menikmati perhatian yang diberikan Kenzi. Selalu indah dan gembira bersama Kenzi.

            “Akhirnya harus juga meninggalkan bukit cinta ini,”keluhku. Rasanya aku tak mampu untuk meninggalkan bukit cinta ini. Sudah merupakan bagian dari jiwaku. Kenzi  pindah ke Australia mengikuti papanya yang sekolah lagi di sana. Sedangkan akupun  pindah ke Surabaya mengikuti papa yang dipindahkan ke kantor cabang Surabaya.
            “Entah kapan bisa ke mari lagi,”gumam Kenzi perlahan.Hanya sayup terdengar seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Entah mengapa air mata menetes perlahan. Sungguh aku tak mau meninggalkan tempat yang punya banyak kesan . Kenzi memandangku dan terdengar suara helaan nafas yang berat.
            “Kita janjian yuk. Untuk datang 10 tahun lagi di sini. Di bukit cinta,”tukas Kenzi.
            “Untuk apa?” Aku memandang heran padanya. Kenzi mengangkat bahunya . Mulai digeleng-gelengkan kepalanya.
            “Obat kangen kali,”tukasnya  Ada sepasang mata yang begitu merindu untuk tak melepaskanku. Aku tahu itu. Kenzi menyukaiku . Tapi untuk saat ini aku masih suka hanya bersahabat saja. Saat senja terakhir di sana, perasaanku begitu kelu. Saat harus berpisah dengan Kenzi saat langit mulai menjingga. Lambaian tangan Kenzi semakin jauh dan menghilang dari pandangan mataku. Aku hanya  menangis dalam sepiku.Aku melangkahkan kakiku sambil menunduk pilu.
            “Selamat tinggal Kenzi. Suatu waktu mungkin kita akan berjumpa lagi. Suatu saat,”gumamku perlahan.

            Aku menatap bukit cinta. Masih seperti dulu. Masih sama. Masih dengan senja yang indah . Tampak langit mulai berubah warna. Angin masih menyapa pipiku. Aku mulai merapatkan mantelku. Udara Bandung kali ini agak dingin. Sudah hampir 20 tahun  aku meninggalkan tempat ini. Janji 10 tahun untuk bertemu lagi aku lupakan begitu saja. Mungkin Kenzi marah padaku karena aku tak datang. Mungkin dia akan menghilangkan namaku dari persahabatannya. Tapi semenjak itu aku tak pernah bisa lagi menghubungi Kenzi. Dia menghilang bak ditelan bumi. Aku yakin Kenzi marah padaku.
            “Sudah malam. Pulang,” tegur mas Didit merangkul pundakku
            “Iya, tapi lihatlah senja itu selalu mempesona,”tukasku sambil menunjuk langit. Ah, maafkan aku Kenzi. Maafkan aku. Persahabatan yang lama terjalin kini putus sudah. Aku menyesal Sungguh, maafkan aku.......






2 Terbang Bebas

Kamis, 12 Oktober 2017




Kepada malam,
Bersahabat denga sepi, burung-burung melepas lelah
Menghias malam di atas atap gedung tinggi
Di dalam gelap…..

Saat pagi tiba,
Burung terbang bebas menyelimuti angkasa
Terdekap dengan aura kebebasan
Terus terbang tinggi….

Sekali-kali hinggap di atas jam
Mengulum sepi walau bersama teman-temannya
Sekali-kali mencari sesuatu yang bisa dimakan
Untuk terbang kembali ke angkasa

Ingin aku bebas sepertinya
Melayang di udara dengan kepakan sayap tinggi
Siratkan banyak cinta untuk semua orang
Bawa perdamaian

Burung-burung itu lambang kebebasan
Tapi juga kesetiaan
Karena dia selalu menunggu di satu tempat
Untuk kembali meraih asanya

Aku ingin seperti burung
Menunggu dengan setia di hatimu
Di tempat ini
Untuk bersamamu meraih asa yang tinggi

Cirebon,13 Oktober 2017
Saat melihat burung terbang di jam besar yang ada dekat masjid Nabawi

10 Cerita Tentang Sepotong Roti Sandwich

Kamis, 05 Oktober 2017




 Gambar dari sini

            Pagi itu suasana rumah pak Kobar sudah tampak ramai. Celotehan pemilik rumah saling bersahutan, untuk segera beraktivitas kembali. Bu Kobar sibuk membuat sarapan dan sekali-kali menyuruh anak-anaknya untuk segera mempersiapkan mereka untuk pergi ke sekolah. Satu-satu roti diolesin dengan mentega. Bu Kobar gak pernah menggunakan mentega murahan, karena dia pikir keluarganya harus punya asupan gizi yang cukup. Berdasarkan majalah wanita yang sering dia baca, asupan gizi penting terutama untuk anak-anaknya yang masih bersekolah. Sandwich begitu bangga kalau dirinya sangat berjasa untuk keluarga ini. Dia menatap makanan lainnya di atas meja makan.
            “Ah, mama bosan sih sarapannya ini lagi, sekali-kali ganti sih,”tukas Apri. Bu Kobar mendelik pada anaknya.
            “Ini menu sehat yang mama baca. Sudah jangan protes, cepet nanti kau kesiangan.” Bu Kobar masih saja mengomelin anak-anaknya yang sudah mulai bosan dengan menu sandwichnya. Tapi yang ada dipikiran bu Kobar , menu ini yang paling mudah yang dia bisa buat di pagi hari dan sehat tentunya. Bu Kobar tersenyum , kini sarapan untuk keluarganya sudah  tersaji.

            Saat itu di meja makan. Sandiwich tampak murung. Omongan Apri tadi sangat membuat hatinya sakit. Jadi, aku sudah tak diinginkan lagi oleh keluarga ini?? Apalagi sejak Apri berani protes bosan dengan aku, yang lainnpun mulai protes pada bu Kobar.
            “Mengapa hari ini kau murung?” tanya susu yang  dari tadi melihat kedukaan dari sandwich.
            “Entahlah, mereka sudah mulai bosan denganku, apa  aku akan berada lagi di meja makan ini?” Susu juga tadi mendengar protes dari anak-anak bu Kobar. Susu jadi takut kalau dirinya juga akan bernasib sama dengan sandwich. Kalau dia bernasib sama dengan sandwich artinya dia tak akan lagi ada di meja makan bu Kobar. Tamat riwayatnya. Ada rasa perih , susu jadi merasa iba pada sandwich.
            “Mudah-mudahan saja tak akan terjadi. Apalagi kamu itu baik untuk kesehatan keluarga Kobar,” hibur susu. Saus sambal yang sedari tadi diam menimpali kalau sewaktu-waktu harus siap jika manusia sudah tak menginginkan lagi.
            “Apa yang bisa kita perbuat? Ada? Masih untung kita sekarang masih boleh ada di atas meja ini kalau gak?”
“Kamu sih enak, kamu akan selalu ada di atas meja makan,”keluh sandwich pada saus sambal. Semua makanan yang ada di atas meja terdiam. Masing-masing terdiam dengan pemikiran mereka sendiri.

            Terdengar suara yang datang ke arah meja makan. Mereka   menyantap sarapan mereka. Pandangan sedih sandwich menjadi nanar karena  sebagian besar keluarga Kobar hanya melihatnya sekilas . Bahkan ada yang diam-diam membuang ke tong sampah.
            “Arrrgh,” terdengar teriakan sandwich saat dirinya hanya dipermainkan dengan garpu saja. Secangkir kopi memandangnya dengan pandangan sedih. Sandwich merasa ini saatnya dirinya akan berakhir di tong sampah yang bau. Benar saja , tangan-tangan itu mulai membuang sandwich ke tong sampah tanpa sepengetahuan bu Kobar.
            “Tolong,”keluhnya lemah. Bau sampah yang busuk membuatnya ingin keluar dari tong sampah. Kini dia harus bernasib sama dengan sampah-sampah yang lain menjadi bahan yang tak berguna. Sungguh sedih hatinya. Kini masa-masa jayanya hilang. Habis manis sepah dibuang, begitu nasibnya. Mereka sudah tak suka lagi dengannya. Kini sandwich hanya seonggok sampah yang tak berguna!!!!! Semua gak peduli lagi padanya.