5 Sungai Dan Perahu

Senin, 26 Maret 2018



Hening dalam kesunyian dari sebuah sungai

Air yang tenang  terasa bermakna

Dalam kelembutan tak ada riak

Yang ada sunyi tak bersuara hanya ada air yang tenang



Sepi terasa di hati saat duduk di dermaga

Melihat air tenang membuat terlena dalam lamunan

Saat air beriak meredam rasa yang membuncah

Dalam kesunyian selalu ada ketenangan



Hanya ada perahu kecil bersandar di dermaga

Menanti untuk berlayar di air tenang

Di batas dermaga ini aku sibuk dengan lamunanku

Sampai tak terasa mentari sudah ada di puncaknya



Terasa bermakna saat kita bersama sunyi

Di sungai yang tenang ini

Mengalun lembut meraba rasa

Serasa dielus angin yang membasuh jiwa



Pena mulai menari mencari arti

Hati yang membisikan dalam kerinduan

Akan ketenangan dan kesunyian

Yang membuat melodi kebahagiaan dan akhir dari cerita ini....



Cirebon,27 Maret 2018

Saat berada di sungai Lenggang Belitung

8 Akhir Dari Sebuah Cerita

Senin, 19 Maret 2018


Gambar dari sini 


Tak aku sangka hari ini aku bertemu kembali dengan temanku Garin setelah sekian tahun tak pernah berjumpa . Setelah lulus kuliah tak pernah lagi bersua. Aku merantau ke kota Jakarta. Ah aku memandangnya sedikit iri. Garin tampak berbusana jas yang aku tahu berapa haga yang harus Garin keluarkan untuk jas itu.
            “Hai, sapaku,” sambil menjabat keras tangannya. Tangan Garin begitu kuat meremas tanganku. Rasa percaya dirinya tampak dari genggaman tangannya. Dari tampilannya aku tahu mungkin dia pasti jabatan tinggi di perusahaannya atau bisa jadi pemilik perusahaan.
            “Halo, Rangga ya,” tegurnya . Aku mengangguk kecil.
            “Sudah lama ya tak berjumpa. Kerja dimana?”
            “Itu di PT Agung Purnama,” tukasku cepat sambil menunjuk ke arah kantorku. Garin mengangguk .
            “Ok, kapan-kapan kita ketemuan ya. Hari ini aku sibuk. Bisa minta nomer teleponmu? “ Aku menganguk dan memberikan nomer ponselku. Aku berlalu dari hadapannya. Ririn mengejarku dan berjalan di sisiku.
            “Kamu kenal dengan pak Garin?”
            “Iya  dia teman kuliahku.” Aku memandang Ririn dengan pandangan heran . Mengapa dia menanyakan tentang Garin padaku.
            “Ganteng ya. Sudah ganteng , dia pemilik PT Global Angkasa.”  Aku hanya manggut-manggut saja. Ternyata dugaanku benar. Dari pakaian saja sudah bisa dilihat posisi seseorang di perusahaan. 

            Ponselku bergetar , tampak nomer yang tak aku kenal tampak di layar. Agak ragu untuk menerimanya.
            “Halo.”
            “Aku , Garin. Makan siang yuk. Aku tarktir ya. Di kafe depan kantor saja .” Aku mengiyakan saja. Toh tak ada salahnya bertemu dengan teman yang sudah lama tak ketemu. Sekalian silaturahmi. Aku ingat dulu sekali Garin adalah teman yang sangat sederhana. Dia dari kampung di gunung kidul. Hidupnya susah. Untuk kuliahpun dia bekerja serabutan. Pokoknya dia sosok pekerja keras. Walau Garin mendapat beasiswa tapi itu tak mencukupi, karena Garin perlu makan, bayar kosan. Apalagi hidup di kota Bandung yang memerlukan biaya yang tak sedikit. Ternyata sekarang dia bisa menjadi orang yang sukses. Pemilik perusahaan. Sungguh beruntung!!!! Aku??? Dari sejak kuliah hanya bisa menjadi karyawan. Karyawan kontrak. Setiap tahun harus berdebar-debar kalau-kalau saja tak diperpanjang kontraknya , masih harus berjuang mencari pekerjaan lainnnya.  Rumah BTN sederhana yang masih harus nyicil setiap bulannya. Hidupnya masih susah. Hampir setiap hari Rina, istrinya  mengeluh dengan harga-harag di pasar yang terus merangkak naik sedangkan gajinya tetap saja tak merangkak naik. Begitu juga dengan jabatannya. Kalau saja Rina tak membantunya mencari uang, mungkin uang gajinya tak cukup untuk hidup. Ah, mungkin sudah nasib hidupku seperti ini. Mengapa harus aku keluhkan,semua sudah punya takdirnya masing-masing.


            “Sudah lama? Maaf terlambat, masih banyak yang harus aku tandatangani.” Garin duduk di hadapanku.
            “Gak apa-apa. Jelaslah kamu direktur tugasnya pastilah banyak,”tukasku. Garin menyuruhku untuk memesan makanan. Aku melihat menu makan siang di kafe ini. Biasa makan di warteg belakang kantor, membuat aku bingung memlilih menu yang semuanya asing bagiku. Garin memberikan pesanan pada pelayan di sana. 
            “Betah kamu kerja di sana?” Ah, bagiku mau betah atau tidak tak aku pedulikan, yang penting aku bisa mendapatkan uang.  Garin menyuruhku untuk melamar saja di kantornya. Masih butuh tenaga komputer di sana. Aku hanya mengagguk saja. Tak lama Garin menceritakan semua hal tentang dirinya. Termasuk mengapa dia bisa menjadi pemilik PT Global Angkasa. Ternyata Garin menikah dengan anak pemilik PT Global Angkasa. Dan kini bisa menjadi miliknya seutuhnya.
            “Sungguh beruntung ya . Dapat anaknya juga dapat perusahaannya,” tukasku. Tapi aku melihat raut Garin berubah.
            “Kamu salah , Rangga. Apa yang dilihat , kadang tak sama apa yang dirasakan.” Garin terdiam lama.Aku menunggunya berbicara lagi. Lama Garin diam, sebelum dia melanjutkan ceritanya. Ternyata Garin mendekati Dina istrinya sekarang, juga punya maksud tertentu, agar dia bisa menajdi bagian dari perusahaan besar ayahnya. Aku sedikit terkejut , karena tak menyangka sikap Garin seperti itu.
            “Kamu terkejut ya?” aku tersenyum. Garin tak mau hidup susah lagi. Sudah cukup selama hidupnya dia harus mengais rejeki dengan pkerejaan kasar. Dia ingin mengubah hiudpnya tapi lewat jalan pintas.
            “Tapi tak semulus seperti yang aku harapakan,”selanya. Ternyata memang hidupnya berubah . Semua yang dulu ia tak miliki, sekarang bisa dia genggam . Tapi untuk itu ternyata diperlukan pengorbaan yang cukup besar. Pengorbana perasaan. Mertuanya tak mau kalau orang lain tahu dia punya besan orang miskin dari gunung kidul. Akibatnya sejak menikah Garin memutuskan silahturahmi dengan keluarga besarnya.
            “Jadi ,kamu tak pernah menengok atau apalah pada keluargamu?” tanyaku heran. Garin menggeleng lemah. Tampak air mata mengenangi bola matanya. Garin memalingkan wajahnya untuk menutpi air matanya. Aku terdiam lama.  Setelah lama terdiam, Garin melanjutkan lagi ceritanya. Bukan itu saja Garin harus menuruti semau perintah dari ayah mertuanya untuk menjalankan perusahaannya. Termasuk tak pernah membayar pajak seratus persen. Garin disuruh untuk kongkalikong dengan pegawai pajak  agar perusahaannya bisa bebas tak mebayar pajak seluruhnya. Aku terhenyak. Ini bukan sifat Garin. Dulu dia amat jujur dan santun. Semua bisa berubah .
            “Kenapa?”tanyaku heran.
            “Entahlah. Mungkin aku ingin cepat merubah nasibku. Tapi mungkin ini jalan yang salah. Tapi ini sudah telat aku berbalik arah.” Garin kembali terdiam lama.
            “Dan kamu tahu Rang. Sekarang aku lagi punya masalah besar. Karena aku sudah ketahuan tak bayar pajak dan ketahuan menyuap pegawi pajak.  Dan  aku sudah suap lagi ternyata kasus tetap dilanjutkan. Aku takut sekali,” tukasnya lemah.
            “Tinggal tunggu waktu. Aku bakal di penjara.”
            “Oh, aku tak tahu Garin. Aku baru tahu.” Bagaimana aku tahu. Mana sempat aku membaca koran. Aku sudah sibuk untuk mencari uang agar dapurku ngebul. Garin memegangi kepalanya. Aku tak tahu apa yang harus aku katakan.
            “Aku turut prihatin.” Hanya itu yang bisa aku ucapkan padanya. Cerita siang ini banyak mengubah cara pandang aku pada hidup ini. Semua yang terlihat indah di mata kita belum tentu sama seperti yang kita bayangkan. Intinya kita harus bersyukur dengan apa yang sudah kita punya.


            Sudah seminggu setelah pertemuan dengan Garin, aku mendengar ceriat dari Ririn kalau Garin ditangkap KPK tadi malam. Aku terduduk lemas. Akhirnya Garin harus  berakhir di jeruji besi. Aku menceritakan tentang Garin pada Rina. Rina terdiam lama .
            “Kita memang tak hidup mewah. Tapi kita patut bersyukur. Kita gak pernah kekurangan. Belum tentu apa yang kita lihat bagus, bagus untuk hidup kita,”tukasku. Rina mengangguk menyeujui perkataanku. Cerita Garin membuat aku tersadar, untuk selalu hidup sesuai dengan tuntunan Allah Bukan hanya mengejar duniawi tapi kehidupan kelak juga harus kita kejar. Aku bersyukur dengan hidupku, jauh lebih bersyukur daripada sebelumnya

8 Eksotisnya Bebatuan

Senin, 12 Maret 2018



Di pusara kenangan saat kaki melangkah di pasir putih
Tampak bebatuan menjulang tinggi
Terselip rasa membuncah karena pesonanya
Mengalirkan debar yang tak sedikit
Membawa rasa kagum akan keagungan Allah
Akan kebesaran ciptaanNya....

Terlena dengan pandangan mata di mentari sore itu
Sampai meracuni pikiran
Bebatuan yang banyak berserakan sangat eksotis
Membuat pena menari di kertas
Untuk menulis akan keindahan yang ada di sana
Sampai bersinggah dalam mimpi malamnya

Ah, tingginya bebatuan , tajamnya karang di sana
Tak membuat langkahku berhenti
Terus melangkah dan meloncati bebatuan
Sampai mengalirkan rasa yang ada
Dan menatap jauh di lautan lepas dengan ombaknya
Sampai rasa ini penuh dengan kekaguman

Menitip rindu untuk datang lagi ke sana
Ke tempat yang indah bagai pelangi warna warni
Laut yang membiru denagn awan yang berarak
Dan bebatuannya,,,,
Tak mudah aku melupakanmu
Kau selalu akan ada di hatiku......

Cirebon,13 Maret 2018
Saat berada di pantai Tanjung Tinggi Belitung
 

4 Cinta Selembar Tissue

Senin, 05 Maret 2018



Gambar dari sini 
 

         Mau tahu???? Aku hanya tissu yang ada di kamar seorang model terkenal di kota Jakarta. Entah mengapa aku mulai mengagumi model yang semakin kondang di jagad kota Jakarta. Namanya Dian. Saat  Dian membersihkan make up atau membersihkan wajahnya, aku selalu bersentuhan dengan kulitnya. Alangkah lembut kulitnya. Mulus. Tak ada bopeng sedikitpun. Aku sudah menjelajahi wajahnya. Mungkin para pria akan iri padaku yang hampir setiap hari mengelus wajahnya yang putih berseri. Kadang ada perasaan berdesir saat kulit halusnya menempel di tubuhku. Ada perasaan hangat di sekujur tubuhku. Mungkin banyak yang bilang aku bohong. Boleh tak percaya kok.  Rasanya ingin aku berubah menjadi pria yang bisa memeluknya setiap hari. Bercanda dengannya. Bercerita tentang banyak hal dan mengelus wajahnya . Aku jatuh cinta padanya. Ah, harapan yang konyol !!!!!

            Pagi itu aku kembali menikmati lembut kulitnya. Perasaan yang menjalar begitu hangat. Tampak pori-pori kulitnya yang aku sapu sehingga bersih. Tapi aku melihat hal yang berbeda dari wajahnya. Tak ada sinar yang tampak dari manik matanya. Ah, ada kantung hitam di bawah matanya. Apa gerangan yang terjadi denganmu sayang. Ingin sekali aku hibur dirinya. Sedang bersedihkah??? Atau ada yang dia pikirkan ????  Tiba-tiba kau menarik aku dari kotak tissu hampir berlembar-lembar . Dan aku terkejut melihat air matanya yang mengalir deras. Aku harus menghapus air matanya yang terus turun. Tubuhku mulai kaku tapi kau tetap mengusapkan aku di matamu yang indah. Aku ikut merasakan kesedihan yang kau alami... Ah, aku kesakitan saat tubuhku tergesek oleh hidungmu yang mancung Tapi tak mengapa semua ini demi kamu....

            Aku berada di tas  Dian. Dian duduk di sebuah cafe. Dian membuka tasnya dan aku bisa melihat suasana di kafe yang tak begitu ramai. Hanya beberapa pengunjung saja. Dian memakai kacamata hitam untuk menutupi matanya yang  sembab. Duh, sakitnya tubuhku saat tangan  Dian mengambilku dan meremas dengan keras. Selama ini dia tak pernah kasar padaku. Kini tubuhku sakit. Dia meremas sekali lagi tubuhku.
            “Sakit mbak,”keluhku. Dian tetap memandang ke arah pintu. Dari arah pintu masuk pria tampan mendekati  Dian. Pria itu duduk di hadapan  Dian. Aku cemburu. Pria itu membuatku sangat cemburu.
            “Aku minta putus,”tukas  Dian dengan suara bergetar. Aku kembali kesakitan . Tubuhku diremas begitu kuat. Tapi tak apalah aku ingin memberikan kekuatan baginya.  Pria itu menggelengkan kepala tanda tak setuju.
            “Kamu sudah mengkhianatiku. Kamu sudah pindah ke lain hati. Lebih baik kita sudahi saja ,:tukasmu . Kembali air matanya menetes perlahan. Aku menghapusnya perlahan. Aku ikut merasakan rasa sakit hatimu. Betapa hatimu telah disakiti pria yang duduk di depanmu. Ingin sekali aku tonjok wajahnya. Dan kau membersihkan hidungmu yang mulai basah. Aku rela kok membersihkannya. Kau mengambil kembali aku dari tasnya . Masih dengan suara bergetar , kamu meyakinkannya untuk pergi. Pria itu diam tak mau beranjak .
            “Kataku  pergilah. Jangan pernah menemuiku lagi,”  Aku melihatmu sudah pada batas yang tak bisa membendung lagi kesedihanmu. Tubuhmu bergetar , tangismu seperti nyanyian sendu. Hatiku ikut teriris mendengarnya. Pria itu berbalik dan menjauh darimu. Aku hanya ingin mendampingimu selalu. Jangan pergi  Dian. Tetaplah bersamaku. Aku akan tetap setia mendampingimu . Selalu. Apapun yang kau mau dariku, aku akan selalu melayanimu. Aku tersenyum  Aku akan selalu bersamamu. Selalu membelai wajahmu, menghapus tangismu dan aku tak akan peranh pergi darimu sedetikpun......