2 Menjelang Fajar Di Pasar Terapung

Senin, 29 Oktober 2018


Bercumbu berbatas pagi yang mulai muncul
Saat semburat jingga muncul di ufuk timur
Saat berperahu sendiri
Menatap keindahan pagi menjelang
Ingin diriku ada bersamanya
Sekarang juga
Menatap bersama keindahan
Di sana, di ufuk timur

Rindu di antara syair kesepian
Hanya suara percikan air
Saat perahu berderak
Saat sinar mentari mulai keluar
Indah
Ingin menikmati bersamanya
Sekarang juga
Tapi dirinya jauh dariku, ingin kupeluk dirinya

Sekali lagi setiap hembusan angin pagi
Semenjak hati mulai melankolis
Dingin pagi tak terasa, hanya ingin menikmati
Dengan secangkir teh hangat dan lempeng pisang
Merenda cerita yang akan kelak diceritakan
Sehingga dinginnya pagi tak terasa
Hanya pesona mentari
Yang muncul pagi ini...

Cirebon, 30 Oktober 2018
Pasar Terapung di Sungai Martapura

8 Bintang Jatuh

Senin, 22 Oktober 2018


Gambar dari sini 
 

Setiap malam Sisi selalu duduk di depan jendela kamarnya dan menatap bintang di langit. Menurut bunda, kalau ada bintang yang bergerak cepat Sisi bisa minta sesuatu pada bintang. Sisi menatap langit dengan penuh kekaguman, tiba-tiba wuiiis, terlihat bintang yang berpindah tempat . Sisi memejamkan matanya , memohon satu pintanya , kaki untuknya agar bisa berjalan seperi anak-anak yang lain.
            “Belum tidur Sisi?” tanya bunda
            “Bunda, barusan Sisi melihat bintang bergerak, dan Sisi sudah minta sesuatu,” tukasnya. Bunda tersenyum padanya.
            “Apa yang kau pinta?” Bunda mengelus kepala Sisi.
            “Kaki bunda,” Sisi menatap bunda penuh harap. Bunda tetap tersnyum , walau bunda merasa sedih dengan keadaan Sisi yang tak memiliki kaki. Sisi terlahir cacat, hanya memiliki satu kaki.
            “Nah, kalau Sisi sudah minta pada Bintang, jangan lupa berdoa sama Allah, agar segera diwujudkan impiannya , karena Allahlah yang akan mengabulkan doa Sisi. Sisi, sekarang tidurlah, hari sudah malam, besok Sisi harus sekolah lagi .” Bunda membantu Sisi untuk tidur di kasurnya.

            Pagi itu Sisi begitu senang karena dia sudah meminta kaki pada bintang dan berdoa pada Allah agar Sisi punya kaki sehingga dapat berjalan normal seperti anak-anak yang lain.
            “Lisa, aku tadi malam melihat bintang bergerak dan aku sudah  meminta kaki untukku,” Sisi bercerita pada temannya Lisa. Ara mendengarnya dan mulai mentertawakan Sisi.
            “Bagaimana bisa bintang memberimu kaki Sisi, kamu itu aneh, kamu itu terlahir cacat , mana mungkin punya kaki baru,” Ara mulai mengejek Sisi. Sisi terdiam, dia sudah biasa mendengar ejekan teman-temannya, Sisi diajarkan bunda untuk diam saja dan tidak boleh membenci teman yang mengejeknya.
            “Kamu tuh Ara, bisanya selalu menghina Sisi, sana pergi jauh-jauh dari sini,” usir Lisa.
            “Sudah Lis, aku gak apa-apak kok,” Sisi menyuruh Lisa untuk tak mengusir Ara.

            Pulang sekolah  bunda mengajak Sisi ke rumah sakit, Sisi heran sekali, memang siapa yang sakit. Bunda? Tapi bunda terlihat sehat.
            “Mau apa ke rumah sakit bunda?’ tanya Sisi menatap bunda yang tersenyum saja sedari tadi, ini membuat Sisi jadi penasaran. Bunda mengetuk pintu yang bertuliskan dokter Agus.
            “Silahkan masuk bu Aira,” sapa dokter yang langsung menyambut bunda.
            “Wah, ini pasti Sisi ya. Hem..cantik sekali seperti bidadari,” tegur dokter padanya. Sisi tersenyum malu mendengar pujian yang diberikan padanya. Dokter Agus membawa bingkisan dan diberikan pada Sisi.
            “Apa ini?” tanyanya.
            “Bukalah. Itu permintaanmu pada bintang tempo hari,” dokter Agus menyodorkan bingkisan itu pada Sisi. Perlahan Sisi membuka bungkusan besar itu dan tiba-tiba Sisi terbelalak melihat isi bungkusan itu, sebuah kaki mungil untuknya. Bunda menatapnya sambil tersenyum, begitu juga dengan dokter Agus.
            “Mari ,dokter pakaikan ya,” Dokter Agus memakaikan kaki palsu untuk Sisi. Rasanya masih aneh ada benda asing yang menempel di kakinya.
            “Ini perlu latihan berjalan karena pertama-tama kamu akan merasa canggung dengan kaki barumu,”ujar dokter. Sisi melihat kaki barunya, walaupun tidak sama dengan yang asli, yang penting Sisi tak perlu pakai kursi roda lagi.  Sisi senang sekali dengan kaki barunya, sekarang dia bisa berjalan seperti anak-anak yang lain. Matanya berbinar, permintaannya dikabulkan, Sisi senang sekali.
            “Makasih bunda, Sisi sekarang punya kaki baru.” Rasanya Sisi sudah tidak sabar menunggu esok hari , karena Sisi akan pergi ke sekolah dengan kaki barunya.

8 Siluet

Senin, 15 Oktober 2018

Gambar dari sini

Siluet itu hanya bayang-bayang
Tapi kadang bayang-bayang itu mengikuti
Tak pernah mau hilang
Bersama dalam suka dan duka
Kadang siluet itu membuat rasa takut yang mendalam
Rasa seperti ada yang menghantui
Perasaan yang begitu mendalam seperti ada seseorang yang mengikuti

Akankah siluet itu membuat rasa ini ragu
Akankah siluet itu merampas bahagia ini
Akankah siluet itu jadi bayang-bayang menakutkan
Itu sangat menggangu
Membuat hati resah
Pergilah bayang-bayang itu
Kalau kamu membuat rasa ini takut

Tapi bayang-bayang itu selalu ada
Dan selalu membayangi sisi lain hidup
Terbiar sendiri tanpa bayang apakah bisa?
Kenapa bayang-bayang selalu mengikuti
Lenyaplah dalam hidup
Jangan jadi pengikut
Itu hanya akan membuyarkan banyak asa

Hanya bayang-bayang masa lalulah yang menakutkan
Masa yang membawa luka
Tapi bayang-bayang itu selalu muncul
Entah kenapa
Ingin kau pergi , jangan ganggu hati ini
Biarlah aman dengan bayang-bayang baru
Yang membuat diriku tak resah lagi

Cirebon, 16 Oktober 2018

0 Akhir Dari Perjuangan

Senin, 08 Oktober 2018


Sumber gambar dari sini 
 

            Aku masih tertatih-tatih melangkah. Sendiku sedang kumat, namun tadi pagi aku paksakan untuk  berlatih. Aku ingin merebut kembali juara dunia bulutangkis. Walau banyak yang mencemooh karena kondisi lututku yang tidak bagus setelah kecelakaan yang menimpaku  tiga tahun lalu. Tapi aku bertekad sebelum aku menggantung raketku aku harus merebut kembali juara dunia kembali ke pangkuanku. Aku melangkahkan kaki perlahan , lututku semakin nyeri apalagi kalau dipakai berlatih.
            “Niar, kamu tak apa-apa?” tanya pak Didin penjaga stadion.
            “Gak, pak, hanya sakit sedikit.” Aku duduk di kursi untuk meluruskan kakiku.Perlahan aku selonjorkan kakiku. Sedikit sakit tapi aku paksakan agar aliran darah kembali lancar. Pak Didin menghampiriku , tangannya mulai memijit kakiku. Pelan tapi terasa enak. Aku terdiam lama menikmati pijitannya.
            “Masih bertahan untuk ikut pertandingan dengan kaki seperti ini?”
            “Iya.” Aku mengangguk . Pak Didin tersenyum .
            “Memang kamu keras kepala seperti bapakmu.” Aku menatap bola mata pak Didin yang tampak memberikan api semangat bagiku. Ada getaran yang membuatku kembali punya semangat tinggi .Walau berat untuk bisa meraih juara dengan kondisi kakiku seperti ini. Apalagi PBSI tak mau memberangkatkan aku karena kemungkinan aku menang tipis. Tapi dengan biaya aku sendiri aku bertekad untuk ikut berjuang membela negaraku. Apapun itu. Aku ingin menorehkan sejarah sebelum aku benar-benar ikhlas menggantungkan raket.

            Aku meneteskan air mata saat aku ingat ayah. Ayahlah yang memperkenalkan aku dengan dunia bulutangkis. Dari kecil aku dilatih . Keras memang hasil didikannya . Kadang marah dan pukulan ayah kalau aku malas berlatih membuatku ingin berhenti berlatih. Tapi berkat kedisiplinan ayah melatihku, sedikit demi sedikit aku mulai meraih juara. Mulai dari juara kabupaten, kotamadya dan propinsi .Akhirnya aku ditarik oleh klub bulutangkis Pesona Kasih untuk bergabung. Mulai saat itu latihan yang semakin berkembang dengan pelatih yang handal membuatku terus meningkat. Juara dunia aku raih!!!! Juara dunia berkali-kali aku raih sampai tiga tahun yang lalu aku mengalami cidera kuat saat melawan atlit Korea Selatan. Lututku robek dan tulangnya patah dengan radang yang menjalar luas. Aku harus mengaku kalah . Dan aku juga harus kehilangan kesempatan untuk bertanding karena kakiku mengalami kendala besar. Sembuh tapi tak bisa seperti sedia kala. Kakiku agak pincang . Kaki adalah modal utama akhirnya aku harus menerima keadaan aku . Aku tak terpilih lagi masuk di pelatnas. Hampir setahun aku hanya luntang lantung tak tahu apa yang aku kerjakan. Bekerja aku tak punya keahlian tapi ada rasa di dada ini untuk bisa meraih kembali kejayaan aku dulu. Semangat itu terus bergelora. Akhirnya aku memutuskan untuk berlatih kembali. Tapi ternyata tak mudah dengan kaki yang pincang. Belum lagi cemoohan yang datang padaku termasuk keluargaku.
            “Apa lagi yang kamu cari Niar? Lihat kakimu untuk berjalan saja sudah susah apalagi mau bertanding,”keluh ibu yang sudah kesal dengan kenekadanku untuk ikut bertanding. Ibu mulai marah saat aku akan mengeluarkan tabunganku utnuk ikut bertanding di kejuaraan dunia di Korea Selatan .
            “Apa-apaan Niar. Itu sama saja buang-buang uang. Uangmu habis kamu gak dapat apa-apa. Lebih baik uang itu untuk modal usaha.” Ibu begitu marah saat aku mengutarakan maksudku.
            “Percayalah padaku bu. Aku tak akan mengecewakan ibu,”tukasku. Coba kalau ayah masih ada mungkin ayah akan berdiri paling depan membelaku. Akhirnya ibu tak bisa berbuat apa-apa . Tekadku terlalu kuat mengalahkan segalanya. Aku hanya minta doa restu ibu.
            “Doakan aku bu.” Ibu mengangguk pasrah. Aku yakin dalam hatinya ibu akan mendoakan aku selalu.

            Begitulah aku sudah sampai semifinal kejuaran dunia. Tak ada yang menyangka aku bisa sampai semifinal, tapi aku menguatkan diri sendiri aku akan terus maju sampai final. Walau aku tahu lawan-lawanku semakin berat. Cina, Korea Selatan dua negara itu yang aku takutkan. Tapi kali ini aku tak mau kalah lagi dari Korea Selaatn. Akan aku balas kekalahanku tiga tahun yang lalu. Walau lututku mulai terasa perih dan sakit tapi malam hari aku selalu kompres dengan air es. Tak lupa aku minum obat yang diberikan oleh dokter Pri. Aku juga harus berterimakasih pada dokter Pri yang membantuku memberikan obat-obatan kalau aku mengalami rasa sakit berlebihan saat bertanding.  Dan tak menyangka akhirnya aku masuk final melawan Park Chuan Ho dari Korea Selatan. Musuh aku tiga tahun yang lalu, kembali  berhadapan dengannya kembali.  Tekadku untuk membalas kekalahanku sudah bulat walau sekarang kakiku mulai sering terasa sakit. Mungkin hampir setiap hari aku forsir bertanding. Dalam waktu tiga hari menuju final, aku hanya akan berlatih fisik sambil mempelajari vidio-vidio pertandingan Park Chuan Ho. Aku harus mencari titik kelemahan dari lawanku.
            “Niar, sedang apa ?” tanya pak Sapto pelatih pelatnas saat aku masih duduk melihat vidio.
            “Mencari kekurangan Park Chuan Ho.” Pak Sapto ikut melihat sambil memberikan beberapa komentar dan sedikit taktik untuk melawan Park Chuan Ho. Aku menatapnya dengan rasa terimakasih.
            “Makasih pak.” Pak Sapto tersenyum dan menepuk pundakku untuk memberi semangat.

            Ini sudah set ketiga set perpanjangan. Lututku terasa sakit sekali. Skor di papan tampak unggul Park Chuan Ho 18-16. Serve dari Park aku tangkis dan aku arahkan di pojok kiri tempat yang sulit dijangkau. Dan masuk. Terus melaju saling menambah nilai dan nilai 19-19. Dua nilai lagi. Terasa basah kakiku. Aku lirik lututku robek, darah mengalir. Tapi tekadku semakin kuat, rasa sakit tak membuatku luruh. Aku tahu Park Chuan Ho melihat aku luka, tapi aku tak akan mengendurkan seranganku padanya. 19-20. Satu poin lagi untukku.  Serve dimulai dari Park Chuan Ho. Bola masih bisa diambil oleh Park. Smashku masih bisa diangkat . Darah semakin  mengalir, kepalaku mulai terasa pusing tapi aku tak boleh kalah. Tinggal selangkah l;agi. Bola kembali ke arahku dan dengan sekuat tenaga aku arahkan ke pojok kiri. Aku berlutut karena aku sudah tak kuat lagi menahan tubuhku. Dan bola dinayatakn masuk oleh wasit. Gemuruh suara penonton bertepuk tangan . Tubuhku gemetar dan aku tak sadarkan diri. Aku seperti terbang tinggi di atas awang-awang. Ayah datang menghampiriku.
            “Kau hebat anakku. Kau memang juara sejati. Ayah bangga padamu.” Aku diajak ayah ke suatu tempat yang damai . Entah apa namanya.