6 Bunga Lily Untuk Mei Chan

Jumat, 25 September 2020

 

Gambar dari sini

Pagi itu kembali aku menyambangi pemakaman elit di bukit .sentul.... masih tampak sepi dan belum satupun orang yang menampakan diri di pemakaman yang begitu luas. Di sela-sela sinar mentari pagi dan sedikit awan tipis yang menaungiku aku bergegas menuju makam seorang yang amat kucintai , makam kekasih hati yang tak mampu kumiliki, Mei Chan. Aku masih berdiri di pusaranya dan kubaca tulisan yang ada di nisannya, Mei Chan lahir 6 Mei 1975 , Wafat 5 Juli 1998. Aku menaruh bunga Lily putih kesukaan Mei Chan, dalam setiap acara apapun dia selalu menghias dengan bunga lily putih, Menurutnya bunga lily putih mencerminkan kebersihan dan ketulusan hati.  Aku seperti masih mimpi ,masih bersama Mei  tapi semua itu sudah lama berlalu 16 tahun yang lalu. Lama sekali tapi aku tak bisa melupakanmu, aku masih betah dengan kesendirianku. Masih banyak sudut hatiku yang telah kau isi dan tak dapat begitu saja kuhilangkan, bayang-bayangmu masih saja menghampiriku di setiap saat kesempatan, masihkah aku punya kesempatan untuk memikirkan yang lain???? Semua hatiku telah kau isi, tak ada celah lagi untuk cinta yang lain.

            “Panji, ibu tak mengerti ,apa tak bisa cinta lain masuk dalam hatimu,” suatu hari ibu mengeluh padaku karena aku belum saja mengisi cintaku dengan cinta yang lain. Ibu juga mengatakan kalau dia sudah tua dan ingin melihatku menikah . Dua adikku sudah menikah semua tapi aku masih belum bergeming dengan kesendirianku.

            “Tolonglah ibumu yang sudah menua, kapan lagi ibu bisa melihatmu menikah, keburu ibumu di panggil sang kuasa,” keluh ibuku setiap aku bertemu dengannya. Mira dan Asty kedua adikku selalu membawa teman atau kenalan yang selalu mereka jodohkan denganku tapi aku masih suka dengan keadaanku sekarang. Mereka tak mengerti akan lemahnya hati ini saat semuanya harus kualami, mereka hanya mampu menghiburku tanpa mampu menyelami lagi dasar hatiku yang membuatku seperti ini. Apa mungkin aku meninggalkan cintaku yang aku perjuangkan dengan sekuat hatiku agar cintaku bisa berjalan harus berhenti saat maut memisahkan? Tidak, gak adil buat Mei , aku tidak ingin menyakiti hatinya, aku terlalu mencintainya. Tak terasa air mataku menetes perlahan dan jatuh di tanah, membuat bekas gambaran abstrak. Aku berlutut di pusaranya dan kutaruh lily putih kesukaanmu di atas pusaramu. Air mataku mengalir mengaburkan semua penglihatanku. Aku rindu padamu, Mei , aku ingin bertemu denganmu, ingin kupeluk dirimu, aku pria tolol yang tak mampu menjagamu, engkau diperkosa dihadapanku , aduh aku tak sanggup lagi membayangkan peristiwa 16 tahun yang lalu yang selalu menjadi bayang-bayang yang menakutkan bagiku, aku tak bisa. Air mataku terus mengalir, terus, aku hanya bisa terisak di hadapan jasadmu.

            “Mei , aku ingin bersamamu,” aku menelungkupkan tubuhku di pusaramu, ingin kupeluk tubuhmu lagi. Aku rindu padamu, Mei Chan.

 

            Pertemuanku dengan Mei Chan saat aku dan dia sama-sama aktif di rumah belajar di kawasan  kampusku. Kebetulan aku dan Mei Chan juga sama-sama kuliah di Pertiwi. Aku dan Mei  membantu anak-anak putus sekolah untuk belajar dan bisa mngikuti paket A ,B agar mereka dapat lulus SD dan SMP.  Banyak relawan di rumah belajar dan aku tertarik dengan gadis imut bermata sipit, Mei Chan. Pertama kali dia datang, aku melihat ada pesona oriental tersendiri di wajah putihnya yang membuat aku tersipu-sipu saat dia mulai menyalamiku.

            “Mei Chan,” serunya ramah dan mulai menyalami teman-teamn yang lain. Tidak begitu lama, anak-anak suka sekali dengan Mei Chan, dia juga sering membawakan buku bacaan milik dia yang sudah tak terpakai untuk dibaca di rumah belajar. Serunya lagu Mei Chan sering membuat permainan di sela-sela mengajarnya dan memberikan sedikit hadiah buat anak-anak. Aku sendiri tak pernah terpikirkan bisa berbuat sepertinya.  Mei Chan sangat diterima anak-anak karena begitu ramahnya dan tak membuat jarak dengan anak-anak, walau dia masih punya darah keturunan tionghoa

 

            “Hai, aku antar pulang ya, sudah gelap sebentar lagi hujan,” aku menawarinya pulang dengan motor bututku yang kubeli dari bengkel sebelah rumah . Dia tersenyum dan naik di sadel motorku, terasa hangat merayapi tubuhku kala kedekatanku begitu dekat dengan Mei , kadang tubuhnya terasa menyentuh punggungku dan membuat aliran darahku semakin kencang dan membuat degup jantungku semakin keras.

            “Oh, ya aku harus mengantarkan kemana?” tanyaku setelah jalan beberapa saat.

            “Perumahan Delta .” Aku membayangkan pasti rumahnya adalah rumah mewah seperti yang dimiliki banyak keturunan tionghoa. Saat aku berhenti di depan rumahnya, aku melihat rumah yang tak terlalu mewah dibanding dengan rumah di sebelah dan depannya dengan pagar yang terbuat dari tanaman yang tidak menutupi rumah.

            “Makasih ya, mau mampir?’” tanyanya, aku menggeleng .

 

            Semakin hari kebersamaanku dengan Mei  menjadi bulir-bulir asmara yang merambah hatiku, aku tak memungkiri ada cinta di hatiku untuknya.

            “Elu kayaknya lagi naksir berat sama Mei kan?” tuduh Andre saat aku sedang melamun di rumah belajar yang sore itu masih sepi, hanya ada beberapa anak yang masih sibuk membaca di ruang baca. Aku mendelik padanya tapi aku juga tak sempat protes karena aku sendiri tahu , ada terselip cinta untuknya.  

            “Apa elu sudah mikirin tuh , perbedaan elu ama Mei,” selanya sambil duduk di sampingku dan mengambil gorengan yang baru kubeli tadi.

            “Entahlah, namanya cinta semua ada yang harus diperjuangakan ,” kataku , sebetulnya juga aku merasakan akan ada hambatan kalau aku benar-benar jadian dengannya, tapi belum tentu Mei juga suka padaku, kenapa aku sudah merasa dia suka padaku??? Aku memanggil anak-anak untuk mulai belajar sore itu. Sampai sore aku belum melihat Mei  kemari, ada perasaan cemas.

            “Sudah, kalau kau cemas tinggal datangi saja rumahnya,” tukas Andre. Aku mengiyakan saja sehingga sore itu sepulang mengajar aku menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya. Saat pintu terbuka ,Mei  berdiri di depanku tampak cantik seperti bidadari yang datang padaku dengan baju putihnya yang membuatnya tampak  cantik seperti peri.

            “Mei, siapa itu, kalau orang yang mengajakmu mengajar di sana, suruh pergi saja,”terdengar suara perempuan dari dalam. Mei  tampak gugup dan menarikku ke halaman rumahnya.

            “Lebih baik kamu pulang duluan ya, nanti aku jelaskan di rumah belajar,” aku didorongnya keluar untuk segera meninggalkan rumahnya.

 

            Aku baru mengerti kalau orangtuanya Mei  tidak setuju kalau dia mengajar di rumah belajar ini. Menurutnya sangat berbahaya karena belum tentu orang suka dengan orang keturunan tionghoa.

            “Mama takut aku diapa-apakan oleh orang-orang di sekitar ini apalagi aku keturunan tionghoa,” jelasnya padaku. Aku menatap mata , aku merasa ada setitik cahaya yang begitu tajam menusuk kalbu , ada kehangatan yang dia berikan padaku, kembali kutatap kedalaman matanya sampai akhirnya Mei  menundukkan kepalanya.

            “Gak apa-apa, kamu aman di sini Mei, ada aku,” jelasku, aku janji akan menjagamu.” Aku membuat huruf V dengan kedua jariku. Mei tampak tersenyum . Senyumnya melumerkan segala rasa di dada ini dan kubantu dirinya untuk terus mau mengajar di sini. Aku tak kesulitan mengenalkan Mei pada keluargaku mereka menyambut Mei dengan tangan terbuka, dan  kadang aku heran sekali ibu begitu menyayangi Mei seperti layak anaknya sendiri, bahkan Asti sempat protes karena merasa Mei lebih disayang ibu. Sedang aku harus berjuang keras untuk meyakinkan keluarga Mei agar bisa menerimaku, untungnya mereka akhirnya mengijinkanku untuk berteman dekat dengannya.

 

            Sampai saat yang tak pernah kulupakan, saat aku baru mau mulai mengajar, tiba-tiba Seno masuk ruangan dan mulai berteriak dengan panik.

            “Bubarkan saja, cepat kalian pulang ada kerusuhan di mana-mana!”teriaknya dan menyuruhku untuk segera pulang. Aku menyuruh anak-anak pulang dan aku bergegas mengantarkan Mei pulang.

            “Hati-hati Pan, Mei, orang-orang keturunan banyak yang dibantai, “ tukasnya sambil membawakanku kerudung, aku tak mengerti.

            “Pakaikan saja pada Mei, biar dia tak diapa-apakan di jalan,” ujarnya sambil berlari lagi keluar, aku sungguh berterimakasih pada Seno yang mau membantuku. Aku segera membawa Mei dan menyuruhnya memakai kerudung, wajahnya mulai memucat.

            “Panji, cepat, keluargaku apa baik-baik saja,” katanya cemas. Didalam boncenganku , Mei memegang pinggangku erat sekali-kali kudengar isakannya, tapi belum lama berjalan, aku sudah di hadang dengan beberapa orang yang menyuruh aku turun. Aku mencoba menghindar tapi dia segera menghalangiku lagi sehingga aku terkepung .

            “Turun!” bentaknya.

            “Kami warga sipil biasa bang,” ujarku meyakinkan, tapi dari arah belakang  ada yang berteriak keras sekali.

            “Itu  yang berkerudung cina!” teriaknya, belum sempat aku memegang tangan Mei, Mei sudah diseret oleh salah satu pria yang bertubuh besar. Aku mengamuk dan melawan mereka, tapi karena jumlah mereka yang terlalu banyak aku ditangkap dengan keadaan berdarah-darah di sekujur tubuhku dan aku dibiarkan di jalanan , aku berdiri ,aku ingin menolong Mei , tapi pandanganku kabur dan samar-samar aku melihat pria –pria itu membuka baju Mei dan mulai memperkosanya .  Aku berlari-lari tapi baru saja aku melangkahkan kakiku , sudah ada pria lainnya yang mendorongku kembali sehingga aku tersungkur. Beberapa saat kemudian pria-pria itu menghilang dalam kegelapan. Aku mulai merangkak mencari Mei, tubuhku sudah penuh dengan darah, terdengar suara rintihan.

            “Tolong aku,” rintihnya, aku menghampirinya. Aku tak sanggup melihat Mei, sungguh Mei dalam keadaan telanjang bulat dan rapuh , hanya air mata yang mengalir di pipinya, pria macam apa aku tak mampu menyelamatkan cintaku?

            “Mei, bertahanlah,” seruku lemah, dan pada saat itu ada pria yang menolong aku dan Mei ke rumah sakit terdekat, seperti malaikat yang membantuku karena sampai sekarang aku tak tahu siapa yang menolongku.

 

 

            Setelah kejadian itu Mei seperti ada dalam dunianya sendiri, diam dalam bisu, tanpa kata. Matanya tak memancarkan sinarnya lagi. Setiap aku mengunjunginya hanya kebisuan yang selalu menyapaku, aku selalu memeluknya erat sekali, untuk memberitahukan kalau aku tetap mencintainya.

            “Mei, aku mencintaimu, bicaralah padaku,jangan kau diam saja,” aku mulai membujuknya untuk berbicara, tapi Mei tetap  diam seribu bahasa. Matanya kosong, trauma yang begitu kuat membuatnya hancur .

            “Tante juga tak tahu harus bagaimana, sudah berobat ke psikiater tapi katanya Meinya sendiri tak ada kemauan untuk sembuh,” jelas ibunya Mei dengan pandangan menerawang. Kupegang tangan ibunya.

            “Maafkan aku, tak mampu menjaga Mei,” aku mencium tangannya dengan s epenuh hatiku. Ibunya mengelus kepalaku dan dia bilang ke aku rasa terimakasih telah mencintai anaknya begitu sungguh-sungguh. Ternyata kekuatan trauma yang dialami Mei begitu merusak jiwa sehingga kemampuan mentalnya tak sanggup dia terima, sehingga dua bulan kemudian Mei meninggal di rumahnya . Aku merasakan kesedihan yang begitu mendalam , ada sebagian dari jiwaku di bawa pergi Mei. Dia pergi membawa jiwaku, sampai aku tak mampu menggantikan cintamu dengan cinta yang lain. Aku masih terjerat dengan cintamu,Mei, aku sungguh mencintaimu!

 

            Ada elusan hangat di bahuku, aku terdongak dan aku masih ada di makam Mei, barusan bayang-bayang peristiwa 16 tahun yang lalu berkelebat jelas di mataku, ini hanya ilusi. Aku melihat mama Mei sudah  berdiri di hadapanku.

            “Panji, terimakasih , kamu mencintai Mei tulus, tapi tante harap sekali lagi,carilah cinta lain,”pintanya. Kutatap wajah tuanya, yang menyorotkan rasa kasih padaku seperti dia mengasihi Mei anaknya sendiri.

            “Mei, masih tersimpan dalam hatiku selamanya, dia abadi bagiku, tante gak usah kawatir, suatu saat aku akan bertenu dengannya,” aku memeluk wanita tua yang selalu iba melihat aku yang masih sendiri karena cintanya pada anaknya.  Tiba-tiba ada desiran angin yang agak kencang dan meniupkan beberapa bunga kamboja yang berterbangan di sekiatr pusara, menari-nari di udara. Aku menatap pusaran angin yang menyebabkan bunga-bunga bertebaran dengan perasaan yang sulit kutebak, aku merasakan Mei hadir saat ini di sini, di saat ulang tahunnya yang ke 37 tahun. Saat aku selalu datang menemuinya di makamnya. Selamat ulang tahun Mei,kamu selalu ada di hatiku!

0 Lelah

Jumat, 18 September 2020

 

 
Gambar dari sini

Lelah menanti bisa bersama lagi

Lelah menunggu kapan semua ini berakhir

Lelah selalu menahan rindu untuk berkumpul

Tapi lelah ini masih tetap menjadi lelah

 

Sampai kapan lelah ini selesai

Tapi hati tak bisa menunggu

Karena rindu ini sudah merasuk dalam jiwa

Menanti untuk dikeluarkan

 

Entah rasanya sakit sampai dalam sel-sel ini

Tapi tak ada yang bisa membuat rindu ini hilang

Kadang ingin lari untuk datang untuk rindu ini

Tapi asa was-was di hati ini

 

Lelah, masih lelah

Masih menemani di sini

Di hati yang menunggu dengan rindu yang berat

Kapan semua ini bisa berlalu

 

Untuk anak-anakku

 

Cirebon, 19 September 2020

 

 

0 Cerita Dari Mama

Sabtu, 12 September 2020


Gambar dari sini

Dear Mama Hartati,


Sudah lama aku tak pernah berkirim surat lagi padamu. Seingatku terakhir aku berkirim surat padamu saat aku sudah mempunyai satu anak. Dengan adanya smarthphone , kegiatan surat menyurat terhenti sudah tergantikan dengan pesan singkat atau via telepon . Aku masih ingat surat-surat yang mama kirimkan selalu diawali menanyakan kabarku dan sederet nasihat yang aku tahu dari satu surat ke surat yang lain selalu sama. Mungkin saking samanya, aku sering melewatkan tulisan itu. Bukan berarti aku tak mau membaca tapi aku sudah hafal benar apa yang selalu dituliskan pada awal suratnya. Baru setelah itu mama menceritakan peristiwa yang terjadi di rumah dan teman-temannya. Kadang aku tersenyum, kadang aku terlena dengan isi suratnya, begitu detail cerita yang mama sampaikan padaku sehingga membuatku merasa ada di sisinya . Ternyata mama adalah pencerita yang baik, bahasa dan tutur kata yang dia gunakanpun baik bahkan aku terkagum-kagum dengan tulisannya yang rapih sekali.  Bisanya surat-surat itu aku kumpulkan dalam kotak tersendiri. Kadang aku akan membacanya ketika aku rindu pada mama. Tapi sungguh menyesal saat kepindahan aku ke kota Cirebon aku kehilangan kotak berisi surat-surat dari mama. Ada rasa sesal di hatiku saat aku akhirnya  benar-benar tak bsia menemukan kotak surat itu. Apa mau dikata padahal di sana banyak kenangan aku tentang sosok mama dalam cerita-ceritanya yang begitu mengena di hatiku.

Kini aku merindukan surat-suratmu datang kembali setelah sekian lama terhenti. Aku mencoba untuk menuliskan surat untuk mama . Masih terasa kaku untuk menuliskan kembali apa yang ingin aku ceritakan padamu. Mama, kini aku banyak sekali membuat tulisan atau artikel baik di blog pribadi atau blog komuniats bahkan sudah bisa menerbitkan buku baik dengan penulis lainnya maupun karya solo. Kadang aku sendiri  heran setelah banyak disibukan dengan mengajar dan mengurus anak.Kini setelah anak-anak dewasa,aku mulai banyak menulis. Dapat dari mana bakat aku menulis? Masih aku ingat mama selalu berusaha menyediakan banyak bacaan waktu aku kecil, apalagi saat aku belum bisa membaca, mama selalu mendongeng. Kegilaan mama yang sangat suka membaca begitu membuat aku tertarik dengan dunianya. Tapi kendala keuangan yang tak bisa begitu saja dibelanjakan hanya untuk sebuah bacaan buku yang menurut ukuran keluargaku termasuk mahal. Ternyata itu tidak membuat mama kehilangan akal. Dibuatnya perpustakaan mini . Dengan banyak anak-anak di lingkungan rumah yang meminjam otomatis pemasukan uang cukup untuk membeli buku baru. Itu artinya aku dan adik-adikku akan mendapatkan bacaan buku-buku baru yang lebih banyak sebelum dimasukkan ke dalam perpustakaan . Selain itu mama  sangat suka sekali membaca majalah , karena di sana mama bisa mendapatkan  banyak info yang berguna baginya. Dan tak kehilangan akal agar mama bisa membaca majalah lebih banyak lagi, mama membuat majalah bergilir. Jadi mama membuat majalah bergilir untuk ibu-ibu yang tingal dekat rumah. Jadi ada pembaca pertama dan seterusnya. Untuk pembaca pertama dikenai biaya lebih mahal dan pembaca kedua lebih murah dan begitu seterusnya. Setiap hari sabtu majalah itu akan bergilir dari satu pembaca ke pembaca yang lain. Dalam satu map berisi 3-4 majalah. Bisa terbayangkan, mama akhirnya bisa banyak membaca banyak majalah. Sangat cerdas! Aku mengagumi ide kreatifnya. Majalah bergilir sampai saat ini masih berjalan , tapi perpustakaannya setelah diberikan pengelolaanya pada orang lain harus tutup. Sungguh sedih melihatnya setelah upaya keras mama untuk membangun perpustakaan mininya.

Aku sangat berterimakasih pada mama. Berkat mama aku menjadi suka membaca, banyak bacaan yang sudah aku baca. Dan tanpa aku sadari dalam memori-memori otakku aku menyimpan banyak hal termasuk menulis. Cerita-cerita mama dalam suratnya itu membekas dalam alam bawah sadarku . Dan kini memori-memori itu muncul kembali setelah mengendap sekian lama. Kini aku banyak menulis , rangkaian kata begitu mengalir. Itu semua berkat inspirasi yang tak berkesudahan dari mama. Tak sadar semua seperti kilas balik yang membuatku terperangah , mama banyak memberikan banyak inspirasi bagiku melalui tulisan-tulisan di suratnya.  Mamaku yang cerdas, kreatif  membuatku  aku mengagumi sosok mama. Selain kelembutan yang terpancar dari wajahnya, dia wanita cerdas. Terimakasih mama telah banyak menginspirasiku untuk selalu menulis. Aku tak akan pernah berhenti menulis. Semua tulisanku akan selalu kupersembahkan untuk mama. Tiada kata yang bisa aku sampaikan untukmu. Aku menyayangimu, Mama. Selalu dan selamanya.


Cirebon ,13 September 2020
Dari yang terkasih
Tira