Sore
itu sepulang kantor , aku menemukan ada surat di kotak surat depan rumah, saat
kulihat ditujukan padaku. Lucu juga, sekarang orang sudah terbiasa mengabarkan
atau berkirim pesan singkat daripada berkirim kabar melalui surat. Kubalik
surat itu dan tertera nama Agus Munandar
dari Surabaya. Aku mengernyitkan dahiku, siapa Agus rasanya aku tak mengenalnya
ataupun kenal , dimana aku mengenalnya, tapi surat ini tetap kumasukkan juga ke
dalam tas, biar kubaca nanti malam saat hendak membaringkan tubuh penatku.
“Wah, kamu dapat surat cinta kali.
Dea,” sapa bunda yang sudah rapih dan aroma tubuhnya yang wangi. Sungguh bunda
itu kelakuannya masih seperti muda dahulu, kala sore berdandan rapi menunggu
ayah pulang kantor dengan wajah cantiknya, rapih dan beraroma wangi. Bagaimana
tidak ayah selalu memuji terus bunda yang selalu tampil cantik di mata ayah.
“Gak tahu bun, aku mandi dulu ya,
nanti kalah dengan bunda yang sudah cantik, “ aku meneruskan masuk ke dalam
kamar dan sedikit membaringkan tubuhku sejenak sebelum kubersihkan tubuhku.
Malam itu aku membuka surat dari Agus , dan kini aku membaca kata demi kata
yang tertulis rapi . Siapa gerangan pria lancang yang menyatakan ingin
melamarku????? Aku memejamkan mataku, dan baru kuingat mahasiswa itu Agus,
mahasiswa yang diam-diam aku menyukainya . Aku tahu Agus tak pernah tahu kalau
aku suka padanya, aku terlalu malu untuk memberi sinyal padanya kalau aku
begitu suka dengannya. Aku tersenyum , kubalikan lagi lembaran berikutnya dan
aku kembali tersenyum membayangkan duabelas tahun yang lalu.
Aku bukan tipe wanita yang mudah
untuk bercakap-cakap dengan pria, malu rasa hati ini kalau harus berhadapan
secara langsung, entahlah aku terlalu malu. Sampai aku mengenal Agus mahasiswa
yang aku kenal di acara pelatihan jurnalistik di kampus, dan Agus sungguh
populer di depan teman-teman wanita, mungkin karena pembawaan yang ramah dan
supel sehingga membuat Agus sangat disukai , ditambah lagi dengan prestasi
akademik yang menonjol dan satu lagi pemain basket yang handal, siapa yang tak
tergila-gila dengan pemain basket yang punya tubuh atletis.
“Ganteng ya,” Rina menunjuk Agus,
aku menganggukan kepalaku. Ada sedikit degup rasa di hati saat aku menatap
dirinya.
“Hai, lagi ngapain?” Agus
menghampiri bangku penonton saat aku melihat dia latihan.
“Masa sih gak lihat kita lagi nonton
latihan basket, keren deh penampilan kalian,” ujar Rina dan aku melihat kesempatan Rina untuk berdekatan
dengan Agus terbuka lebar , memang Rina lebih supel dan mudah bergaul dengan
siapa saja. Aku hanya duduk diam saja, sebagai pendengar setia, walau kadang
ada sedikit melirik wajahnya yang bisa buat cewek-cewek kampus tergila-gila
padanya. Baru melirik saja aku sudah mendapatkan tubuhku bergetar hebat belum
jantungku mulai tak ramah dengan detaknya yang semakin cepat. Sialan , gini kalau jadi cewek
pemalu.
“Oh ya kalian aku traktir makan dan minum di kantin ya, sekarang,”
ajaknya. Rina tampak sumringah,dia mulai menggeretku ke kantin mengikuti Agus
yang sudah mendahuluinya.
“Kita mujur Dea, Agus mengajak kita
makan,” aku hanya seperti bebek yang membuntuti Rina dari belakang, sebetulnya
aku tak mau karena jantungku belum bisa diajak berkompromi tetap saja berdetak
lebih cepat belum tubuhku gemetar tak karuan rasanya tubuhku seperti melayang
dan meriang seperti orang demam.. Benar saja di kantin banyak cewek-cewek yang
berusaha menarik perhatian Agus, sedangkan aku menatapnya saja sudah membuatku
gemetar. Aku duduk tepat di sebelah Agus dan Rina mulai melancarkan jurus
merayunya , tampak sekali rasa senangnya dia dapat ajakan makan darinya,
mungkin peluang buatnya untuk mendekati Agus.
“Ayo, pilih menunya,” Agus
menyodorkan daftar menu untukku tapi Rina sudah merebutnya dan mulai menulis
pesanannya. Waktu pesanan datang , saat aku menerima gelas yang diberikan Agus
, saking gemetarnya, kutumpahkan gelas
yang kupegang dan air membasahi kemeja dan celana Agus.
“Maaf,” aku begitu grogi dan malu sekali
tak mampu aku memandang wajahnya, Rina menendang kakiku keras, aku hanya bisa
melotot padanya. Hari itu aku seperti wanita tolol di hadapan Agus.
Pertemuanku dengan Agus kemarin membuatku selalu memikirkannya, tapi
aku tak bisa seperti teman-teman yang lain yang tampak memperlihatkan
kesukaannya pada Agus, aku hanya sebagai pengagum rahasia yang hanya dapat menatapnya
dari kejauhan, mengaguminya tanpa berani menatapnya langsung. Sering aku
berhandai-handai , kalau saja Agus mau menyapaku terlebih dahulu dan mengajakku jalan , alangkah senangnya
hatiku. Hanya kepada buku diaryku saja aku curahkan rasa isi hati yang merindu,
kepadanya aku bisa menuliskan apa yang menjadi asaku dan keinginanku tanpa rasa
malu atau takut ditertawakan. Dialah yang sanggup mendengarkan rasa yang kadang
menyakitkan karena aku merasa semakin jauh dari pria idaman, apalagi aku
melihat Agus sering jalan dengan Tita, anak akuntasi yang juga cukup populer di
kampus. Semua rasa cemburu dan sakit ini hanya milikku dan diaryku. Kadang air
mata sering berkumpul di pelupuk mata kalau sakit di hati ini semakin menusuk
dan kadang aku tak dapat menahannya
lagi. Sanggupkah aku menahan rasa rindu dan cintaku untukkya??? Tak mungkin,
aku harus melupakannya, aku gak mungkin memilikinya. Aku seperti burung pungguk
merindukan bulan, sungguh aku malu melihat diriku sendiri dipermalukan cinta ,
tanpa ada balas secuilpun. Berkali-kalai
aku melihat Rina menyatakan rasa tak sukanya pada Tita, aku hanya tersenyum kecut
melihatnya, Rina tak tahu hatiku juga sakit melihat kedekatan Tita dengan Agus
tapi aku berbeda dengan Rina yang meletuskan rasa cemburunya dengan amarahnya
sedangkan aku hanya bisa menangis dan mengadu pada diaryku.
“Sudahlah Rin, lebih enak punya
cowok itu yang tak populer jadi tak perlu sakit hati karena terlalu banyak
cewek yang mengerubutinya.” Rina menatapku sengit.
“ Dasar kamu Dea, belum tahu rasanya suka tapi belum
–belum sudah ditolak,” mulutnya terus mengoceh sampai aku harus menghentikannya
untuk tak perlu lagi mengejarnya.
“ Cewek itu yang pantas dikejar Rin
, bukan cewek yang mengejar, “ selaku.
“Dasar Dea , kamu tuh kuno banget
dah gak jaman cewek apatis saja duduk diam, bisa-bisa gak laku-laku.” Aku hanya
mengangkat bahuku mendengar amarahnya yang kadang bikin aku sesak berdekatan
dengannya.
Menjadi pemuja rahasia , memang
menyakitkan, sudah ingin kuhilangkan saja rasa ini tapi tak pernah aku bisa.
Sampai aku luluspun aku masih selalu membayangkan Agus akan datang
menjemputuku, tapi kenyataannya tidak. Semakin rasa sakitku menusuk saat aku
tahu dia diterima kerja di kota Surabaya, harapan untuk bertemu dengannya pupus
sudah. Selamat tinggal cinta, harus kuhapus namamu di hatiku, sungguh sakit
menjadi pemuja rahasia yang tak pernah kunjung mendapatkan perhatian dari sang
pemuja. Kini aku mendapatkan surat darinya setelah lama tak berjumpa dengannya,
masih kupegang surat itu dengan tanganku yang gemetar. Kini dia datang dengan
suratnya untuk melamarku???? Kembali
hatiku diisi dengan rasa rindu yang telah lama hilang kembali muncul dengan
harapan yang lebih dari sekedar mimpi,tapi aku harus berani menjawab surat ini,
kalau tak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya. Buru-buru aku mengeluarkan
kertas surat dan aku tuliskan surat untuknya.
Untuk
Mas Agus
Asalammualaikum
,
Terimakasih
untuk surat mas yang begitu mengejutkan hatiku, betapa tidak datang surat itu
tiba-tiba dengan ajakan melamar aku. Apakah aku pantas untik dilamar mas,
mengapa mas memilihku padahal yang kutahu mas begitu banyak disukai oleh banyak
wanita, mungkin saat ini di tempat kerja
banyak wanita yang mengagumi mas. Ini sedikit pertanyaanku dulu sebelum aku
mampu menjawab ajakan untuk menerimamu.
Wasalam
Dea
Surat
pendek yang kukirim lewat pos, mudah-mudahan akan ada jawaban kembali darinya,
sungguh aku mulai menunggu kiriman balasan suratku. Merindu kali ini membuatku
semakin sulit memejamkan mataku. Saat aku kembali mendapatkan kotak suratku
berisi kembali, aku meloncat girang seperti anak kecil yang mendapatkan permen.
Kubuka surat dan kurebahkan punggungku di sandaran tempat tidur, dan kubaca
perlahan satu persatu kalimat yang dia tuliskan untukku.
Untuk
dik Dea
Assalammulaikum.
Engkaulah
bidadari yang selalu kusimpan dalam hatiku yang terdalam, aku sudah menyukaimu
dari dulu, tapi dik Dea terlau diam , aku takut mendekatimu.
Rasa ini selalu kupendam sampai aku tahu dik Dea masih sendiri, aku memberanikan untuk
melamarmu. Tolonglah jawab ya, agar rindu di hati ini tak membuatku merasakan
resah setiap saat aku harus mengingatmu, aku takut aku kedahuluan pria lain
yang menyukaimu. Dik Dea, aku mencintaimu, peganglah hati ini agar kau tahu,
kau selalu ada di hatiku.
Wassalam
Agus
Kulipat suratnya dan aku tahu harus bagaimana
akan kujawab , sudah banyak kerinduan yang menyeruak di hati ini dan kini
rinduku tersambut jua, mimpi menjadi kenyataan. Segera kujawab surat itu dengan
kesungguhan hatiku, dia pria pilihan Allah yang datang begitu saja saat aku
mulai melupakannya.
Untuk
Mas Agus
Asalammualaikum,
Tak
kusangka rinduku bersambut, untuk apa lagi kau harus menunggu, sekarang boleh
kujawab pertanyaanmu. Ya, itulah jawabanku, mas. Peluklah dan gemgamlah
tanganku, bawalah aku bersamamu untuk bisa mengarungi bahtera rumah tangga
dalam cintaNya, semoga kita dianugerhakan rahmat yang luar biasa, sehingga pertemuan
berikutnya kita sudah menjadi suami istri yang sah di mata Allah. Teriring doa
dariku untukmu, mudah-mudahan kau selalu sehat dan salam hangat dariku
Wassalam
Dea
Kini aku merasakan detak kebahgiaan
yang menyeruak di hati seperti bunga yang mulai bermekaran, cinta sungguh
datang tepat pada waktunya di saat aku sudah mulai lelah merindu terus menerus
sampai aku lelah menanti datangnya keajaiban. Kini semua terjawab doa –doaku
dan rasa rindu yang menghuni hatiku bertahun-tahun terjawab sudah dengan sepucuk
surat lamaran untukku. Kini kebahagiaanku mulai datang kembali saat cincin itu
mulai kau sematkan di jari manisku. Aku menatapnya , tak pernah berubah , kau
selalu tampan dan menarik bagiku, kini aku tak perlu lagi melihatnya dari
kejauhan, dia sudah menjadi milikku.