Kutinggalkan gedung kesenian “Gajah Mungkur” dengan perasaan
lega.Tak terbersit sekalipun keinginan yang muluk-muluk pada pentas wayang
orang ini, tapi ternyata diluar dugaanku apresiasi penonton begitu luar
biasa.Standing aplaus bergema ketika pementasan selesai. Perjuangan yang berat
untuk mencapai ini Aku tidak sendirian
masih banyak teman-teman yang lain yang berjibaku untuk keberhasilan pementasan
wayang orang ini.
Kuingat
saat aku mengajukan proposal di kampus untuk membuat unit kegiatan mahasiswa
berupa seni wayang orang, proposal langsung dikembalikan tanpa dibaca terlebih
dahulu. Sungguh menyakitkan. Aku bukan tipe orang yang mudah putus asa, aku
mendatangi gedung kesenian Gajah Mungkur , di sana aku bertemu dengan Rian. Aku
menceritakan kegalauan aku tentang proposal yang ditolak oleh kampusku. Rian
tersenyum tipis.
“Tak perlu
berkecil hati”, katanya,”memang demikian keadaannya jaman sudah tidak memihak
seni tradisional “.Aku melenguh dan hanya menaikkan bahuku sedikit sambil
mencibir bibirku. Rian tertawa. Giginya yang putih berbaris rapi, membuat
tawanya terlihat enak dipandang. Kuamati pemuda itu, menarik dan punya garis
pipi yang tegas menandakan orang yang punya kemauan keras.
“Hey,
kenapa jadi bengong gitu?”, tanyanya. Aku tergagap:”Gak papa kok”, kataku malu.
Kenapa sikapku jadi malu-maluin sih, kaya tidak pernah melihat cowok saja.
“Jadi , apa
yang harus kuperbuat”, aku gak mungkin mundur, pantang buatku”, kataku.
“Memang
kelihatan kalau kamu keras kepala”, katanya lagi,”sebetulnya bisa dimulai dari
hal yang sederhana kok”, lanjutnya. Tak kusangka diskusi tentang seni ini
berlangsung lama dan mengasikan sehingga tak terasa senja sudah menjemput
malam. Aku pamit pulang .
“Ayo, aku
antarkan pulang”, katanya,”jangan nolak loh”, Rian mengambil kunci motornya dan
aku mengikutinya dari belakang. Malam ini satu lagi pengalaman yang kudapat
dari Rian.
“Lingga”, teriak
Asti. Aku menoleh dan menghampirinya.
“Darimana
saja kamu kemarin seharian bolos kuliah”, sambil mengomel Asti memberikan
berkas laporan praktikum padaku. Aku mengajaknya duduk di kantin .
“Aduh,
Ling”,”jangan kau tarik tanganku, cepat sebentar lagi kuliah Pak Abdi”,katanya
sambil merengut.
“Dah, bolos
aja , aku mau cerita nih”, kataku menarik tangan Asti ke kantin. Kupesan 2
porsi bubur ayam buat sarapan dan aku mulai bercerita tentang kejadian kemarin.
“Apa
pendapatmu”, tanyaku.
“Cukup
bagus juga”, katanya,”tapi.....”
“Tapi
apa...gak mungkin menurutmu?” kataku galak.
“Tenang
Lingga, sabar...itu butuh waktu lama dan belum tentu teman-teman kita setuju
semuanya”, kata Asti sambil mengangkat bahunya..
“Ok, Asti,
dengar ya”,” apapun yang terjadi atau tak ada satupun orang yang akan bantu
aku, aku akan tetap jalan, titik”, kataku marah dan berlalu dari kantin
“Hey, Ling,
buburnya , gak kamu makan?” teriak Asti . Memang Lingga itu cewek keras kepala
yang pernah kukenal, Asti menggumam pelan dan satu lagi dia harus membayar
bubur ayam yang tidak dimakan sama sekali.
Asti
melihat Lingga sibuk melobi beberapa teman untuk ikut proyeknya. Memang tidak
pantang mundur itu anak, salut. Asti tahu benar watak Lingga karena sejak smp
mereka selalu satu sekolah sampai sekarang kuliah. Asti kasihan lihat Lingga
sendiri , akhirnya Asti beinisiatif sendiri untuk membantu melobi
teman-temannya untuk ikut proyeknya Lingga.
“Makasih
As”, kataku sambil menepuk bahunya.
“Yuk , kamu
mau ikut aku ke gedung kesenian?”tanyaku,”aku mau ada yang dikonsultasikan pada
Rian”
“Rian
siapa?”, tanya Asti heran, setahunya Lingga tidak punya teman yang namanya
Rian.
“Entar deh
, kamu tahu sendiri”, “yuk”, ajak Lingga. Mereka berdua menuju gedung kesenian.
Asti mengamati gedung tersebut, sungguh memprihatikan, catnya sudah kusam dan
atapnya sudah ada beberapa yang melorot ke bawah. Dibandingkan dengan bioskop
di mall sangat jauh berbeda , langit dan bumi. Waktu masuk ke gedung, Asti juga
merasakan udara lembab merasuk ke paru-parunya..
“Hai,
Rian”, “kenalkan nih temanku Asti”, kata Lingga
“Rian”,
katanya. Asti takjub , ada pria ganteng di gedung kesenian yang kumuh ini.
“Gimana nih, sudah ada titik terang”, kata Rian
sambil tersenyum.
“Ya,
gitulah, suram,”, Lingga hanya mengangkat bahu dengan wajah yang murung.
“Yah,
jangan murung gitu dong”, kata Rian, “ coba mulai dari yang sedikit dulu, pasti
yang besar akan dapat”
“Maksudnya”,
kata Lingga gak sabar.
“Ya, walau
sedikit , kita jalan saja terus , dan kita buktikan dengan yang sedikit tetap
bisa jalan dan aku yakin kalau ini berhasil, semua orang akan mau bergabung”,
kata Rian .
“Oh, gitu
ya”, kata Lingga,”kayaknya menarik nih”. Mereka bertiga berdiskusi apa yang
harus dikerjakan dan cerita apa yang akan diangkat. Aku memperhatikan Asti yang
selalu curi-curi pandang ke arah Rian, nih anak pasti naksir, payah baru ketemu
cowok ganteng saja sudah kegatelan.
“Ok, deh
kita pamit dulu ya, aku tunggu ceritanya ya”, kata Lingga sambil menarik Asti
dan pergi menuju parkiran.
“Dasar,
kamu pasti naksir si Rian ya”, tuduh Lingga,”lihat cowok ganteng sebentar saja
kamu sudah kelabakan sih”.
Ternyata
cerita yang disodorkan Rian sangat menarik, Arjuna Wiwaha. Lingga tahu persis
ceritanya, karena Lingga adalah putri dari dalang terkenal di kota Purwokerto,
jadi dia tahu benar cerita wayang. Lingga
suka ikut ayahnya mendalang dan dari kecil sudah terbiasa dengan
kesenian tradisional. Dan dia yakin dengan 15 orang saja , bisa menampilkan
wayang orang yang bagus. Lingga dan Rian mulai menentukan peran yang akan
dimainkan , Rian sendiri menjadi Arjuna dan Asti sebagai
Suprabha,Anto sebagai raksasa Niwatakawaca, raksasa Muka diperankan oleh Gatot dan Betara Indra
diperankan oleh Lingga, Betara siwa oleh Aji dan sisanya berperan sebagai
pasukan raksasa dan bidadari. Ternyata Rian sudah menyiapkan skrip ceritanya ,
tinggal diperbanyak.. Senangnya hati Lingga, matanya berbinar-binar,
mudah-mudahan impiannya untuk memajukan seni tradisonal di kalangan kampus bisa
terwujud.
“Makasih
banget ya , gak tau aku harus membalasnya dengan apa”, jelas Lingga sambil
melompat-lompat seperti anak kecil. Rian tersenyum. Lingga melihatnya, giginya
itu yang membuat Rian kelihatan tampan dan ia pantas jadi Arjuna..
“Ok, Rian
aku pulang dulu”, teriakku sambil lari ke motorku sambil melompat-lompat
kegirangan. Rian menatapnya dengan senyuman, sungguh aneh gadis ini, tidak
seperti gadis lainnya, unik.
“Pagi yah”,
kata Lingga, sambil memasukan sepotong roti kedalam mulutnya.
“Ling, kamu
itu cah wedok, kok ya makannya seperti itu”, tegur ayah,”sopan sedikit “.
“Iya, yah”,
“aku lagi girang karena proyek wayang orangku bakal berhasil”
“Yah, aku
pergi ke kampus dulu”,”dah ayah”, teriak Lingga sambil berlari Ayahnya hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya. Coba ibunya masih hidup
, mungkin Lingga bisa lebih feminin dan lemah lembut dibanding sekarang ,
karakternya seperti laki-laki dengan kelakukan yang celengekan. Tapi yang perlu
disyukuri, Lingga tidak pernah merepotkannya
dan dia anak yang mandiri. Darah seninya turun kepada anaknya dan dia
bangga Lingga masih mau untuk mempertahankan seni tradisonal walau teman-teman
lainnya lebih suka dengan budaya luar..
Siang
sepulang kuliah , Lingga mengumpulkan personil yang akan ikut pementasan dan
memberikan skrip cerita . Dan diputuskan mulai besok seminggu dua kali untuk
latihan di gedung kesenian. Selain itu
dari kelimabelas orang itu juga disusun panitia kecil yang mengatur dari mulai
latihan, pembuatan dan penyebaran brosur, dekorasi gedung.
“Dana yang
dimiliki memang belum ada”, “tapi aku yakin kita pasti dapat dana walau tidak
banyak”, jelasku
“Tinggal
kreativitas kita saja”, pasti bisa berjalan”. Lingga menyudahi pertemuan kali
ini dan bersama Asti ia keluar dari gedung sekretariat UKM. Lingga membuat
banyak proposal yang dia berikan ke dinas pariwisata dan pendidikan, juga ke
beberapa perusahaan , walau Lingga tidak berharap banyak akan dapat bantuan.
Dua bulan
kemudian, latihan anak-anak terlihat sudah lancar dan mulai ada kebersamaan
yang erat sehingga cerita dan gerakannya bisa menyatu dengan musik gamelannya.Dan
kulihat Asti sangat suka dengan perannya , apalagi dia harus sering bersamaan
dengan Rian. Cuma yang masih jadi pikiran Lingga adalah dana yang belum kunjung
yang mau mendonasikan buat kegiatan ini. Lingga duduk di pojok ruang di gedung
kesenian,sambil merenung, apa yang harus dilakukannya. Alangkah senangnya kalau
apresiasi masarakat baik terhadap seni tradisional, sehingga dana lebih mudah
didapatkan.
“Ngelamun
“, kata Rian sambil duduk di sebelahnya.
“Iya, aku
masih kepikiran mengenai dana yang belum ada”, kataku sedih,”aku heran kalau
even olahraga pasti sponsor banyak yang datang sendiri tanpa diundang, lah ini
pentas seni tradisioanl , sapa yang mau”. Rian tersenyum tipis. Aku bingung
sama Rian, apapun tidak pernah membuat dia kebingungan , dia selalu tenang.
“Tenang ya
, anak manis, pasti ada jalan kok, yakin”, katanya
“Kamu tuh
selalu begitu, tenang,tenang”, kataku merengut,”emangnya kamu tahu aku tuh dah
deg-degan sekali kalau pementasan ini gak bisa jalan, bisa- bisa aku kena
cemoohan orang kampus” Rian tersenyum lagi.
“Dah ah,
aku pulang dulu , dah malam”, kataku sambil membereskan kertas-kertas skrip
yang berantakan .
“Berani
pulang sendiri/”tanya Rian
“Ya ,
berani dong”, cibirku sambil berlari-lari kecil ke arah parkiran.
Aku
terkantuk –kantuk kalau sudah mulai
kuliah Pak Abdi. Herannya , aku belum penah ketemu dosen yang menyenangkan,
kalau tidak membuatku ngantuk, sebel, dan tidak membuatku jadi mengerti.
Kulihat jam masih jam satu siang, kapan kuliah berakhir ,rasanya jam lambat
berjalan. Terlihat hpku bekelap-kelip ada pesan masuk. Kubaca pesan masuk dari
Rian. Ada apa ya, Rian sms , siang-siang saat aku ada di tempat kuliah. Kubelalakan
mataku , waktu kubaca pesan yang menyatakan kalau Rian sudah dapat sponsor dari
pengusaha Jakarta.. Tanpa kusadari aku meloncat dan berteriak. Ups, semua
langsung menoleh padaku. Aku terduduk malu. Saat selesai tanpa menunggu Asti
kuberlari dan menuju gedung kesenian. Sesampainya secara tidak sadar aku
merangkul Rian saking girangnya.
“Dah belum
, nih aku gak bisa nafas”, kata Rian. Aku menrurunkan tanganku , tersipu malu.
“Sori,
sori”, kataku,”habis aku kegirangan sih”
“Kegirangan
sih kegirangan , aku yang kena getahnya”,”tapi gak apa-apa kok, aku
suka”godanya. Aku semakin malu, benar-benar mati kutu. Rian menceritakan
bagaimana dia bisa mendapatkan sponsor dari pengusaha Jakarta yang asli
Purwokerto.Kupandang Rian , yang tetap tenang setenang air yang menghanyutkan , juga hatiku, duh biyung
, kenapa hati ini malah berdebar-debar sih. Yang dipandang malah mengedipkan
matanya. Aku semakin salah tingkah ,
benar-benar , tidak tahu apa yang terjadi padaku. Kutepiskan perasaanku, karena
kutahu Asti juga suka dan lagi pendekatan dengan Rian.
Akhirnya
dengan dana yang besar jauh dari perkiraanku , bisa digunakan untuk promosi dan
mengecat gedung kesenian agar lebih kelihatan cerah tidak kusam lagi. Semua
persiapan sudah selesai dan personil wayang orang juga sudah berlatih keras
untuk menampilkan pementasan wayang orangnnya. Kulihat Asti semakin gencar
melakukan pendekatan ke Rian, ada perasaan cemburu di hatiku, tapi kutepis
semuanya, belum tentu Rian juga suka denganku. Lebih baik aku konsentrasi dengan
pementasan ini.
“Gimana
nduk, sudah siap semua buat pementasannya”, kata ayah waktu makan malam.
“Sudah, yah
“, kataku senang, sambil kuraup tempe goreng kesukaanku.
“Cah, ayu,
makan kok ya , kaya orang kelaparan sih, kata ayah sambil geleng-geleng kepala.
Aku hanya tersenyum dan meneruskan makanku.
Persiapan
sudah selesai, undangan untuk kampus sudah disebar, dan aku masih melihat-lihat
apalagi yang masih ketinggalan . Ternyata semua sudah lengkap. Aku memandang
dekorasi di latar pementasan , sungguh indah , hasil karya mahasiswa yang
benar-benar peduli dengan seni tradisioanl ini. Hatiku puas tanpa sadar aku
berjingkrak-jingkrak senang. Rian memandang Lingga dengan wajah lucunya.
“Mengapa
kau pandang aku kaya gitu sih?’tanyaku heran .
“Kamu tuh
lucu Lingg, kayak anak kecil saja, kalau girang akan lompat-lompat”, kata Rian
sambil berdiri mendekatiku.
“Kamu tahu
, aku suka denganmu”, kata Rian mengejutkanku.
“Hah,
bukannya kamu suka dengan Asti ?”tanyaku heran.
“Gak lah
aku sukanya sama kamu tahu, kamu yang apa adanya membuatku tertarik”, kata Rian
menjelaskan. Hatiku berdebar kencang , tapi Asti juga sahabatku dan aku tahu
gimana perasaannya terhadap Rian. Aku tidak boleh suka dengan Rian , aku harus
menjaga perasaan Asti. Begitu banyak persaan yang berkecamuk di dada ini tapi
kembali tenang dengan riak-riaknya.
“Gaklah,
aku belum mau pacaran dulu”, kataku mengelak. Rian mendekatiku dan memegang
tanganku. Duh, bagaimana ini perasaan ini kadang tidak bisa disembunyikan,
benar-benar nakal cintaku ini, membuatku tidak berdaya.
“Aku tahu,
kau juga suka denganku”,kata Rian percaya diri,”tatap mataku, pasti aku bisa
melihat cinta itu”. Aku melepaskan tangan Rian dan mulai berlari , aku tak mau
menyakiti Asti. Berlari dari cinta yang tak kusangka muncul secara tiba-tiba di
hatiku, sungguh kadang cinta sering datang tidak permisi dulu. Akhirnya aku
terhempas dalam tidurku yang panjang malam itu mengesampingkan rasa ini
dulu,entah sampai kapan.
Akhirnya
pementasan tiba, ternyata publikasi yang gencar menyebabkan penonton cukup
banyak yang datang termasuk undangan dari kampus dan pengusaha Pak Broto
sebagai sponsor semua hadir di pementasan Arjuna Wiwaha. Semua personil sudah
siap dengan kostum dan riasannya. Mulailah gamelan berbunyi diikuti dengan Intan yang bernarasi
tentang cerita Arjuna Wiwaha.
“Di Kahyangan Batara Indra
mendapat ancaman dari raksasa Niwatakawaca. Untuk itu Batara Indra membutuhkan
bantuan dan dia memilih Arjuna yang harus membantunya. Tapi untuk ini Arjuna
harus diuji terlebih dahulu dimana waktu itu Arjuna sedang bertapa. Betara
Indra mengutus 7 bidadari cantik yang harus menggoda tapa Ajuna termasuk
bidadari Suprabha. Betara Indra tersenyum ketika Arjuna tidak tergoda dengan
godaan bidadari itu. Kemudian Betara Indra menyamar menjadi resi tua guna
menguji Arjuna kembali. Dan ternyata Arjuna mengatakan ia melakukan tapa brata
itu bukan mencari kekuasaan atau harta tapi untuk membantu Yudhistira kakaknya
merebut kembali kerajaannya.kemudian Betara Siwa juga menguji Arjuna dengan menyamar
menjadi menjadi pemburu. Dan mulai mengejar babi hutan yang merupakan jelmaan
raksasa Muka suruhan Niwatakawaca, bersamaan dengan Arjuna. Akhirnya babi hutan
itu mati dan mereka bedua bedebat siapa yang membunuh duluan. Terjadi
perdebatan seru tapi akhirnya Betara Siwa melepaskan samarannya dan denagn rasa
hormat Arjuna memujanya dengan madah pujian. Akhirnya Arjuna membantu Betara
Indra untuk melawan Niwatakawaca. Caranya Suprabha disuruh datang ke istana raksasa dan disuuh
untuk merayunya. Dari rayuan Suprabha, akhirnya Niwatakawaca memberitahukan
rahasia kalau kesaktiannya ada di ujung lidahnya. Setelah tahu dan
memberitahukan pada Arjuna . Akibtanya Niwatakawaca marah dan menyerang ke
kahyangan tapi karena Arjuna sudah mengetahui kelemahannya , akhirnya
Niwatakawaca bisa terbunuh. Pasukannya lari terbirit-birit setelah tahu
pimpinannya mati. Atas jasaya Arjuna mendapat penghargaan berupa selama 7 hari
menurut perhitungan kahyangan dijadikan bak raja dan disusul dengan
pernikahannya dengan Suprabha”
Mulailah
satu persatu wayang memainkan perannya sesuai dengan alurnya dan agar penonton
mudah mengerti , percakapan tidak menggunakan bahasa jawa tapi bahasa Indonesia
dan dicampur dengan bahasa gaul . Dan bisa dilihat penonton mengerti dan
sekali-sekali tertawa karena banyolan dari kata-kata gaul yang biasa mereka
gunakan. Akhirnya selesai pementasan dengan semua pesonil wayang berada di atas
panggung dan memberi hormat kepada penonton dengan tepuk tangan yang meriah dan
menggema di gedung kesenian ini. Tak lupa Pak Broto kami panggil ke atas
panggung sebagai sponsor yang sangat membantu pementasan dan aku memberikan
rangkaian bunga sebagai tanda terimakasih. Tepuk tangan bergema sekali lagi.
Alangkah indahnya , kulihat Rian tertawa dengan tawanya yang khas, membuat
hatiku berdesir. Semua personil kembali ke balik panngung. Asti menghampiri
aku, aku melihat betapa cantiknya dia, pasti Rian bakal suka dengannya.
“Selamat ya
Lingga, kita sukses”, katanya. Aku cuma tersenyum dan menganggukan kepalaku.
“Ling,sebetulnya
Rian itu suka denganmu, bukan denganku”, “kemarin Rian bilang padaku”, kata
Asti.
“Ah,
mungkin dia beralasan saja As”, elakku,”tinggal kau dekati lagi pasti Rian tahu
kalau kamu suka As”
“Gak, Ling,
aku tahu Rian suka denganmu bukan aku”,”aku gak apa-apa kok, namanya cinta kan
tidak bisa dipaksakan”, kata Asti sambil merangkulku. Asti berlalu, aku cuma
bisa termenung lama sekali, tiba-tiba dikagetkan dengan Rian yang sudah ada di
depanku.
“Gimana,
sukses?”,tanya Rian.
“Iya”, aku
mengangguk
“Lingg,
masih ada tempat cintaku di hatimu?’, tanya Rian,”tapi kalau kamu belum mau
menjawab ,aku akan menunggu kok”. Aku menghela nafas, aku masih harus
membuatnya menunggu terlebih dahulu karena aku tak mau menyakiti Asti yang
masih patah hati. Dan Rian dengan kelapangan dadanya mau menerimanya. Memang
kadang hidup ini indah , dan ketika saat
itu terjadi, hati akan dipenuhi dengan bunga-bunga yang bertebaran dengan
wanginya yang membuai hati-hati yang merasakannya. Alangkah indahnya hidupku
kali ini.