Gambar dari sini
Berita
di media televisi dan cetak kembali dihebohkan setelah tertangkapnya pengusaha
kelas kakap Syamsu Bahar di sebuah hotel yang menyuap anggota DPR dari partai
Angrila. Kini dikabarkan pengusaha Syamsu Bahar juga mengalami kebangkrutan , aset perusahaan
semuanya diambil alih oleh perusahaan Gamar Retindo. Koran laku keras dan berita –berita lalu
lalang di media televisi dengan segala rumor yang menyertainya. Berkali-kali pembawa berita mengabarkan
berita –berita yang berkaitan dengan kasus Syamsu, bahkan hampir setiap hari
menghiasi beberapa statsiun televisi. Bagas berdiri di depan televisi dengan wajah puas. “Mampus kamu
Syamsu!!!! Kini aku bisa membalaskan dendamku padamu. Kau sekarang bisa
merasakan bagaimana rasanya mengalami
kebangkrutan seperti keluargaku yang dulu sekali ayahmulah yang
menghancurkannya. Sekarang kau rasakan lebih dari yang aku rasakan”. Bagas
tersenyum sendiri, hatinya begitu puas , dendamnya sudah terbalaskan, dia ingin
sekali keluarga Syamsu merasakan penderitaan yang dia rasakan , dulu sekali.
“Mas, kasihan keluarga mas Syamsu ,sudah
jatuh tapi masih harus menerima kalau perusahaannya
bangkrut ,”tukas istrinya yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang tubuh
Bagas. Bagas hanya mengangkat bahunya dan sedikit acuh dengan omongan istrinya.
“Mas, apa gak sebaiknya kita bantu
keluarganya, kasihan. Bagaimana juga mereka kan teman baik kita juga.” Terdengar
suara istrinya menembus telinganya. Bagas masih diam dalam pososinya menghadap
televisi besar di ruang tengahnya. Istrinya menyentuh pundaknya , heran melihat
Bagas tak merespon apa yang dia omongkan barusan. Bagas sebetulnya masih ingin
berlama-lama sendiri menikmati rasa puas bisa membalaskan dendamnya pada Syamsu
tapi istrinya malah mengganggunya . Bagas menoleh pada istrinya dan menatap
tajam padanya, Bagas selalu mengerti Imas , istrinya ini mempunyai hati yang
lembut dan begitu baik pada setiap orang. Imas selalu disukai di lingkungannya
karena kebaikan hatinya dan pandai menempatkan diri. Dia tak sombong dan banyak
membantu orang lain. Sungguh berbeda dengan dirinya, Bagas sebetulnya sedikit
malu terhadap istrinya,kalau saja Imas tahu apa yang dia lakukan terhadap
Syamsu, apakah Imas masih menghormati dirinya sebagai suaminya???? Entahlah Bagas
tak mau berspekulasi, dirinya sudah memutuskan kalau rencana untuk menghancurkan
Syamsu itu rencana pribadinya yang siapapun tak boleh tahu termasuk istrinya
sendiri.
“Ya, pasti nanti kita bantu,”tukas
Bagas agar Imas tak bertanya lagi. Benar saja, Imas berlalu dari hadapannya.
Ingatan Bagas kembali pada peristiwa
belasan tahun yang lalu, saat itu Bagas masih duduk di sekolah menengah atas. Ayahnya
harus bangkurt usahanya setelah dijegal oleh saingannya yang bemain licik dalam
proses tender. Bagas ingat saat itu ayahnya pulang dalam keadaan lesu dan
mukanya pucat dan gemetar sekujur tubuhnya dan malam itu harus dilarikan ke
rumah sakit , terkena serangan jantung dan tak lama kemudian menghembuskan nafasnya
yang terakhir. Bagas harus kehilangan ayahnya dan semau harta yang habis tak
bersisa. Bagas masih mengingat cerita ayahnya kalau tender yang harusnya
dimenangkan oleh ayahnya direbut oleh saingannya pak Bahrun , bukan itu saja
pak Bahrun juga sudah banyak mengambil aset-aset perusahaan ayahnya dengan
licik Dunia seakan berubah bagi dirinya, tak ada lagi teman, saudara yang
datang lagi, semua menghilang sekejap dari pandangan Bagas. Semua menghilang
bersamaan dengan hilangnya harta yang dia miliki. Kini Bagas tahu, banyak
teman-temanya yang tak tulus berteman dengannya. Untunglah ibunya adalah wanita
tegar yang tak pernah pantang menyerah, dengan sisa uang yang ada, ibu membuka
warung makan di rumahnya. Walau ibunya harus mendengar banyak cibiran tapi dia
tetap mengelola warung makannya. Bagas iba
melihat ibunya harus banting tulang untuk anak-anaknya.
“Bu, suatu waktu Bagas akan balas perlakuan pak Bahrun pada
kita, pasti itu,”tukas Bagas pada ibunya. Ibunya menatapnya sedih dan menepuk
pundak Bagas lembut.
“Gak baik balas dendam seperti itu, Bagas. Ibu ikhlas
bekerja demi keluarga ini dan ibu yakin dengan pertolongan Allah dan usaha
keras kita, kita pasti bisa berhasil mengatasi
semua ini. Banyak berdoa saja Bagas. Allah selalu akan membantu kita,”
tukas ibunya lembut. Bagas tak mengerti
jalan pikiran ibunya yang mau memaafkan kecurangan pak Bahrus dan hidup
pas-pasan Perlahan tapi pasti warung makannya mulai dikenal banyak orang dan
ibunya mampu membuka cabang rumah makan di daerah lain sampai bisa membuka
restoran yang terkenal dengan sajian khas Jawa.
Tidak seperti ibunya
yang mau memaafkan semua kesalahan pak
Bahrun apalagi ibunya sudah bisa mengembalikan kehidupannya walau tidak seperti
semula tapi paling tidak keluarganya tak pernah kesusahana lagi, di hati Bagas
tersimpan dendam untuk membalaskan kematian Ayahnya. Itu seperti bisul yang
tumbuh di hati Bagas yang semakin membesar.
Setelah lulus dari kuliahnya di arsitektur, Bagas bekerja di persuahaan
perumahan yang membangun real estate. Karena kepiawaiannya Bagas cepat mendapat
posisi yang cukup baik di perusahaannya dan dia banyak belajar dari tempatnya bekeja
sampai akhirnya Bagas mampu mendirikan perusahaan sendiri. Sedikit demi sedikit Bagas mampu memajukannya sampai menjadi perusahaan besar dan
diperhitungkan di dunai usaha. Bagas
mempersembahkan dedikasinya untuk
ibunya, senyum yang mengembang di wajah ibunya yang semakin menua
membuat hatinya meluruh tapi tanpa setahu ibunya Bagas masih menyimpan
dendamnya.
“Nak, benar kata ibu, kamu pasti berhasil ,”ibunya tersenyum
dan mengelus kepala anaknya. Ibunya selalu berharap dendam yang dimiliki Bagas
akan hilang dengan keberhasilannya dan dengan berjalannya waktu tapi ibunya
salah besar!!!!.
“Jangan lupa terus bedoa agar usahamu
selalu lancar,”tukas ibunya bekali-kali
mengingatkan Bagas. Bagas hanya menyunggingkan sedikit senyum untuk
ibunya , dia tak mau ibunya tahu kalau di hatinya masih tersimpan duri yang
masih menancap dalam di relung hatinya yang paling terdalam. Tapi di saat ibunya berharap agar Bagas melupakan
dendamnya , ternyata diam-diam Bagas sudah mengamati sepak terjang Syamsu putra
kesayangan pak Bahrun yang menjadi penerus usaha ayahnya. Bagas mulai mendekati
Syamsu . Kedekatan Bagas dengan Syamsu membuat kekhwatiran tersendiri bagi
ibunya.
“Kamu tidak lagi membuat rencana
jahat pada Syamsu?” tanya ibunya suatu ketika. Bagas mengernyitkan dahinya dan
menatap tajam wajah ibunya yang lembut. Bagas cepat menggelengkan kepalanya.
“Aku bisa dekat dengannya, karena sama-sama
pengusaha dan sering bertemu di pertemuan-pertemuan pengusaha bu, akhirnya kami
jadi dekat,”tukas Bagas berbohong. Bagas
mengalihkan wajahnya dari pandangan ibunya , dia tak mau terlihat berbohong di
hadapan ibunya, tidak boleh!!!! Kedekatannya dengan Syamsu mempermudah dirinya bertindak
.Bagas tahu tentang semua kegiatan Syamsu juga sebagai anggorat DPR. Berkat
banyak informasi yang didapat Bagas , ternyata Syamsu juga menerapkan
praktek-praktek curang dalam berbisnis. Betul –betul mirip dengan ayahnya,
pikir Bagas Persahabatan Bagas dan Syamu
bahkan menjalar sampai keluarganya, dan
ini membuat Bagas harus lebih berhati-hati agar Imas tidak tahu apa yang akan direncanakan Bagas.
Awalnya Bagas meneror Syamsu dengan kiriman
mawar hitam yang sengaja ia krimkan ke kantor Syamsu dan ternyata hasilnya luar biasa , Syamsu ketakutan
setengah mati...
“Pak, ini ada kiriman lagi,” tukas
pegawainya sambil menyerahkan setangkai mawar hitam yang dibungkus dengan plastik
tipis dengan kartu kecil yang dibungkus dengan amplop. Di kartunya tertulis
“tinggal satu minggu lagi” Gemetar tubuhnya membaca kartu yang kesekian kali
dia terima dengan tulisan yang hampir sama tapi dengan jumlah hari yang semakin
berkurang. Apa yang akan terjadi setelah satu minggu lagi? pikir Syamsu yang
mulai ketakutan dengan teror yang bertubi-tubi tiap hari datang padanya.
“Kau tahu, apa arti semua teror yang
ditujukan padaku. Apa yang akan terjadi seminggu lagi?” tanya Syamsu sambil
memberikan kartu pada Bagas. Bagas tersenyum tipis sambil menyerahkan kembali
pada Syamsu.
“Entahlah, Syam. Apa bukan dari
musuhmu?” tanya Bagas. Syamsu menggelengkan kepalanya.
“Setahuku, aku tak punya musuh.”
Bagas tersenyum tipis dan melirik dengan sedikit menoleh pada Syamsu. Musuhmu
itu aku, dalam hati Bagas sambil sedikit
mencibir pada Syamsu, tapi Syamsu tampak kebingungan dan tidak melihat cibiran
Bagas. Syamsu masih terduduk lemas di meja di resto tempat makan siang mereka
berdua. Syamsu mengajak Bagas makan siang
untuk memberitahu teror yang diberikan padanya.
Hari itu Syamsu menerima kembali kartu dengan setangkai mawar hitam
dengan tulisan “tinggal enam hari”. Debar jantungnya semakin keras, tubuhnya
mulai berkeringat. Waktu pertama kali dia menerima surat ini, dia tak ambil
peduli tapi saat ini dia merasa dirinya terancam. Syamsu sebentar-bentar mengusap
keringatnya padahal dia berada di ruang yang berpendingin. Sampai pada teror
yang datang kembali dengan tulisan , “tunggu esok hari,”. Keringat dinginnya
terus mengalir dan malam itu Syamsu tak bisa tidur nyenyak, dia tak tahu akan ada apa esok hari sesuai dengan yang
tertulis di kartu tersebut. Dia masih
saja bertanya, akan ada apa di esok hari?????? Syamsu tak mampu
menjawabnya, dia hanya mampu bertanya-tanya dalam hatinya.
Sementara waktu itu Bagas sudah memasang
perangkap untuk Syamsu , mulai melihat
celah dari perushaannya yang bisa dihancurkan dengan cara licik , sampai penjebakan
yang sudah dia rencanakan secara rapih. Bagas bertindak hati-hati semua
diperhitungkan dengan cermat sampai soal penjebakan yang akan dia lakukan
setelah teror yang terakhir dia lakukan pada Syamsu. Dia tahu betul hari itu
Syamsu akan memberikan uang pelicin pada anggota DPR di sebuah hotel. Bagas
mengontak wartawan dan memberikan inforamsi
ke KPK untuk segera melacak pertemuan yang bakal terjadi sore hari di hotel
Menak Jingga. Kini Bagas tersenyum puas, dendamnya sudah bisa terbalaskan
dengan ditangkapnya dan hancurnya bisnis Syamsu.
“Kamu bukannya yang menghancurkan
bisnis Syamsu bukan? “tanya Ibunya yang membuat Bagas sedikit tersentak kaget,
jantungnya mulai berdebar kencang. Ini adalah rahasia pribadinya , tak mungkin
seorangpun tahu begitupun ibunya.
“Tentunya tidak , aku sudah berjanji
pada ibu,” Bagas menjawab cepat agar ibunya tak curiga terhadapnya. Ibunya
sedikit terdiam sebelum dia mengucapkan sepatah kata yang sedikit membuat hati
Bagas tersentak.
“Benar? Ibu tak mau kamu
menghancukan orang lain ,kamu dulu sudah merasakannya. Kalau kamu sampai melakukannya , ibu yakin kamu akan mengalami keterpurukan lebih
berat dari sebelumnya,”gumam ibu perlahan tapi semua itu terasa menampar
hatinya. Sudah separah itukah nuraniku??? Tanya hati Bagas, padahal selama ini
ibunya tak pernah mendidiknya untuk mendendam, ibu selalu mengajarkan kebaikan
pada dirinya tapi sekarang dirinya bak
monster yang telah membinasakan musuhnya. Ada apa denganku??? Tanya hati Bagas.
Dirinya terlihat memucat setelah melihat keluarga Syamsu digelandang keluar
rumahnya yang telah disita. Ingatan Bagas kembali ke belasan tahun yang lalu,
dia juga dulu seperti itu. Semua kepuasan yang telah ia dapat setelah dendamnya
terbalaskan hilang sirna melihat kesedihan yang tampak jelas dari keluarga Syamsu.Manusia macam
apakah aku ini???? .
“Mas, makan dulu, dari tadi siang ,
aku belum melihatmu makan,”tegur Imas. Langkah Bagas terasa berat dan sesekali
dia masih menatap layar televisi dengan pandangan kosong, rasa puas yang baru saja ia rasakan , kini
sirna dari hatinya, tinggal penyesalan yang selalu datang terlambat.
Bagas bersama Imas beruasaha
keras membantu keluarga Syamsu. Bagas
melakukan hal ini tulus , penyesalan dalam dirinya telah membuatnya ingin membantu keluarga
Syamsu. Dia tak mau menjadi orang yang jahat untuk kedua kalinya , biarlah ini
menjadi rahasia bagi dirinya sendiri, semua tak perlu tahu bahkan ibu dan
istrinya sendiri.. Kini yang terpenting bagi dirinya memohon ampun dan membantu
sebisa mungkin keluarga Syamsu.
“Gas, ternyata teror itu benar.
Makasih kata Mirna, kalian banyak membantunya. ,”keluhnya saat Bagas menengok
Syamsu di tahanan.
“Gak apa-apa Syam, kamu kan temanku juga,” tukasku perlahan sambil melirik wajah
Syamsu yang lesu, Bagas menghela
nafas berat. Dalam hati Bagas berjanji
membantu Syamsu dan keluarganya. Ternyata perasaan dendam tak membuatnya
bahagia, yang ada penyesalan yang teramat dalam. Saat Bagas kembali ke
kantornya dari menengok Syamsu, dia terbelalak kaget saat dia menemukan
setangkai mawar hitam di meja kerjanya. Tergelatak begitu saja tanpa pengirim
dan hanya tertulis dalam kertas yang ada dalam amplop. Kini gilianmu!!! Bagas jatuh
tersungkur dan dia tak pernah bergerak
lagi!!!!!!
2 komentar:
11 Juli 2016 pukul 17.58
Cerita yg keren, Bunda. Memaafkan lebih membuat hati tenang dan bahagia, ya...
12 Juli 2016 pukul 13.31
iya perasaan dendam bikin hati malah kemrungsung
Posting Komentar