Gambar dari sini
Sore itu aku baru saja menyelesaikan menggantung bintang
dari kertas warna-warni yang kulipat dengan bentuk origami bintang . Hampir
seluruh dahan dan ranting sudah dipenuhi dengan gantungan origami bintang. Aku
cukup puas dengan hasil kerjaku selama ini.
“Mas Roy,
pasti mbak Tasya akan senang melihat ini,” tegur Sisi mengagetkan aku yang
sedari tadi masih memandang bintang-bintang yang mulai berayun terkena angin.
Aku mengikuti ayunan bintang itu sepertinya aku mulai larut dalam ayunannya
yang mengikuti arah angin .
“Sudah
dipasang lampunya juga belum?” tanya Sisi lagi. Sisi tampak antusias melihat
bintang-bintang itu berayun, matanya berbinar cerah dan senyumnya mengembang ,
terlihat manis. Memang adikku ini selalu memberikan hiburan tersendiri dengan
senyumnya yang selalu membuat orang lain akan menyukainya. Semua suka dengan
Sisi. Sisi tampak mengitari pohon dan
tampak mengagumi pohon yang sekarang menjadi lebih ceria . Pohon ini terletak
di depan halaman rumah Tasya. Rumah yang sudah lama ditinggalkan dan kini
penghuninya akan datang kembali . Banyak kenangan di pohon ini dan origami
bintang selalu mengingatku pada Tasya.
Aku dan
Tasya adalah teman sepermainan saat masih kecil. Aku sering datang untuk
bermain dengannya. Entah mengapa aku tidak suka bermain dengan anak laki-laki
lainnya tapi aku lebih suka datang dan bermain dengan Tasya. Walau kadang aku
harus menjadi seorang bapak saat Tasya berperan sebagai ibu saat aku bermain
dengannya dan itu membuatku sering diejek oleh teman –teman yang lain.
“Roy,
banci, mainnya main masak-masakan. Pacaran nih ye!”teriak teman-teman yang lain
yang akan langsung berlari saat aku mulai marah.
“Biarkan
saja Roy, jangan diambil hati. Yuk, main lagi,” tukas Tasya . Aku juga selalu
melindungi Tasya saat dia diganggu oleh teman-teman yang lain. Pernah Tasya
menangis saat diambil mainannya oleh Boby dan aku akan berlari mendekatinya dan
menghajar Boby dengan bogemku.
“Awas ,
jangan ganggu Tasya!” ancamku. Aku peluk
Tasya yang masih menangis . Biasanya sepotong coklat atau origami bintang yang akan
menghentikan tangisnya . Tasya suka sekali membuat origami bintang. Menurutnya
dia dulu diajarkan oleh papanya membuat origami bintang dan selalu dia
gantungkan di jendela sehingga dia bisa melihat origami bintang itu berayun
tertiup angin. Memang benar aku melihat jendela kamarnya selalu tergantung
origami bintang dari kertas warna-warni. Menurutnya lagi , kadang bila ia
sedih, ia selalu menatap origami bintang itu dan rasa sedihnya akan berkurang.
Origami bintang itu sungguh ajaib dapat mengubah rasa sedih menjadi ceria.
“Percaya
gak?”tanyanya suatu waktu saat dia menceritakan kalau origaminya dapat
menghilangkan rasa sedih. Tasya akan menatap dengan mata bulatnya menunggu
jawabanku. Aku menggaruk-garuk kepalaku,
aku bingung akan menjawabnya karena aku sendiri tak pernah punya pengalaman
seperti Tasya. Mata bulatnya masih menunggu jawabanku.
“:Aduh, aku
gak tahu,”tukasku cepat. Tasya membelalakan matanya besar sekali , sepertinya
tak percaya kalau aku tidak percaya padanya.
“Nanti akan
aku buatkan banyak origami bintang dan kamu harus menggantungkannya di jendela
kamarmu,”tegasnya. Membayangkan kamarku akan ada gantungan origami bintang
membuatku agak sedikit malu, bagaimana kalau teman-teman yang lain melihatnya.
“Gak suka?”
Tasya menatap dengan mata bulatnya penuh harap, akhirnya agar tak mengecewakan
hatinya aku menganggukan kepalanya. Tasya menepati janjinya, suatu sore dia
datang dengan banyak gantunagn origami bintang untuk digantung di kamarku. Kini
kamarku disemarakan dengan origami bintang.
Dua hati
yang selalu bersama , ternyata membuahkan benih cinta yang tumbuh tanpa
disadari. Aku dan Tasya mulai tumbuh menjadi remaja yang sudah punya rasa cinta
di hati. Diam-diam aku mulai mencintainya, dadaku selalu berdebar saat aku
bersamanya. Cantik sekali parasnya dan aku harus bersaing dengan pria-pria lainnya
yang mulai berdatangan ke rumah Tasya. Rasa cemburu saat aku melihat Tasya
berbicara dengan pria lain. Rasa sesak di
dada ini kadang menghimpit begitu keras dan itu sangat menyakitkan. Aku ingin
mengutarakan perasaanku tapi aku takut penolakan darinya. Aku tahu Tasya selalu
mengaggapku teman kecilnya . Sampai suatu hari Tasya bercerita kalau dia naskir
teman sekelasnya. Rasanya hatiku hancur , dan ada goresan luka yang akan selalu
terpendam dalam hati.
“Dia
orangnya ramah dan baik,”tukasnya dengan mata bulatnya, kembali perih di hati
ini menganga kembali. Hampir setiap hari Tasya bercerita tentang pujaan hatinya
dan itu membuatku semkain ingin menjauh darinya. Aku mulai mengalihkan perhatianku pada hobiku yang lain untuk menghindari pertemuan
dengan Tasya. Dan aku semakin menjauh saat aku tahu Tasya sudah jadian dengan
teman sekelasnya. Aku lebih banyak berkutat dengan perjalananku , mendaki
gunung. Pernah saat aku tidak sedang
mendaki , Tasya datang dengan raut marah.
“Ada apa
denganmu Roy, sepertinya kamu menghindariku,” tegurnya keras. Astaga , Tasya ,apa
kamu tak tahu kalau hatiku hancur kalau aku tahu kau lebih memilih pria lain
daripadaku. Aku menggelengkan kepalaku dan meyakinkan Tasya kalau aku baik-baik
saja.
“Aku memang
lagi suka mendaki Tasya. Begitu indah alam yang selalu aku datangi, membuatku
ketagihan terus ingin kudaki semua gunung yang ada.” Aku terdiam sejenak sambil
kulirik wajahnya. Duh ,Tasya apakah kau tahu isi hatiku, andai saja kau
tahu....
“Tapi bukan
berarti kau menjauh dariku kan?” tanyanya dengan mata bulatnya yang selalu kurindukannya.
Sedikit tersenyum padanya aku meyakinkan dia kalau aku tidak menjauh darinya.
“Tidak
menjauh darimana, kau biasanya selalu ada untukku, tapi sekarang kamu kemana?’
Tasya mulai merajuk.
“OK, jangan
marah gitu dong, aku akan datang lagi ke rumahmu,” cetusku cepat agar Tasya tak
marah lagi padaku. Tapi janji tinggal janji, aku tak sanggup harus mendengarkan
banyak cerita Tasya tentang teman prianya, aku benar-benar tak sanggup dan
pelarianku hanyalah alam yang sunyi di atas gunung yang dapat mententramkan
hatiku.
Sampai
suatu hari Tasya datang mengatakan kalau dia sudah putus dengan pacarnya dan
aku hanya bisa memeluknya dalam pelukan hangatku. Rasa hangat yang menjalar di
sekujur tubuhku, mengingatkanku kalau aku tetap mencintainya.
“Dia mengkhianatku
,Roy,” terdengar isak tangisnya. Kalau aku jadi pacarmu Tasya, tak akan pernah
aku menyakiti hatimu , akan selalu kujaga dirimu. Isaknya masih berlanjut dalam
pelukanku, kubiarkan rasa hangat ini terus menjalar membuat hatiku sedikit
berbunga merasakan getar-getar cinta.
Mulai saat itu aku kembali menemani hari-hari ceria dengan origami
bintang di rumah Tasya, tapi aku masih belum berani untuk mengungkapakan
perasaanku. Aku masih takut!!!!! Kadang aku berpikir begitu pengecutnya diriku,
hanya untuk mengungkapakn saja isi hati tapi aku tak mampu. Tapi itulah aku,
aku takut penolakannya darinya yang akan membuatku jadi jauh darinya. Aku masih
ingin bersamanya dan itu cukup bagiku untuk mencintainya diam-diam.
“Roy, aku
ingin buat origami bintang yang banyak dan akan kugantungkan di pohon depan rumah.
Kamu bantu aku buat origaminya ya,”pintanya. Tak menunggu lama aku akan segera
mengaggukan kepalaku. Berhari-hari aku dan Tasya membuat banyak origami bintang
yang akhirnya dapat digantung di dahan dan ranting di pohon depan rumah Tasya.
“Astaga
Roy, indahnya. Lihat bintangnya mulai berayun ditiup angin,”ujarnya riang
sambil menatap origami bintang yang mulai berayun. Aku cubit dagunya dan Tasya menepis
tanganku dan mulai mengagumi kembali bintang –bintang itu. Kami duduk di bawah
pohon dan memandang ke atas tak berkedip , sekali-kali aku melirik pada Tasya.
Hem, manisnya dia. Ternyata itulah pertemuan terakhirku dengannya. Tasya akan
mengikuti mamanya pindah ke Nederland tempat asal papanya Tasya. Papanya
menawarkan Tasya untuk kuliah di sana atas biaya papanya. Papanya sudah
bercerai dengan mamanya saat usia Tasya 3 tahun. Ada rasa pedih akan kehilangan
Tasya untuk kedua kalinya. Saat Tasya pergi , aku masih melihat origami itu
berayun terus ditiup angin. Selamat jalan Tasya, aku mencintamimu..... Hampir
lima tahun kepergian Tasya tapi hatiku tetap menjadi milik Tasya, aku tak mampu
menghilangkan bayang-bayang Tasya. Togapun sudah kuraih dan aku sudah mulai
bekerja.
“Kapan mama
bisa kenalan dengan calonmu Roy?”tanya mama . Aku hanya tersenyum saja saat
banyak sekali pertanyaan yang datang padaku. Tasya tetap mengisi hatiku tak
akan pernah tergantikan.
“Masih
ingat sama Tasya, ya, cepat kau ungkapan saja Roy, jangan ditunda,”tegur mama.
“Iya mama,
sebentar lagi Tasya datang ,”tukasku dan membayangkan aku akan menyatakan cinta
untuknya.
Kini aku
menatap origami bintang yang sudah bergantungan di atas pohon yang akan
menyambut kedatangan Tasya. Aku sungguh sudah tak sabar menunggunya, berkali-kali
aku melihat jam tanganku, menurutnya, pesawat akan mendarat jam satu siang.
Harusnya Tasya sudah sampai di sini. Aku duduk bersama Sisi di bawah pohon
sambil menikmati origami bintang .
“Mas Roy
mencintai mbak Tasya, sampai-sampai bikin origami bintang sebanyak ini?” tanya
Sisi memandang kakaknya. Roy, mengacak-ngacak rambut Sisi dan mengaggukan
kepalanya cepat.
“Aku kelak
ingin dicintai pria seperti mas Roy, yang setia dari dulu sampai sekarang masih
mencintai mbak Tasya,”tukasnya cepat. Kami lalu berdiam diri lagi hanya
terdengar desau angin yang mengayunkan origami bintang sampai berputar dan
begitu indah tampaknya.
“Hai,” sapa
seseorang di belakangku. Aku berbalik dan nampak Tasya tersenyum dengan mata
bulatnya.
“Tasya,”
teriakku, aku mendekatinya yang duduk di atas kursi roda yang didorong oleh
mamanya. Mama Tasya menceritakan kalau Tasya kecelakanan yang membuat kakinya
lumpuh. Tapi aku tak mendengar ucapan mamanya dan aku peluk erat Tasya,
kemejaku basah. Saat aku melihat ada bulir air matanya jatuh di kemejaku.
“Mengapa menangis Tasya, gak suka ketemu aku?” tanyaku.
Tasya menggelengkan kepalanya keras.
“Aku rindu
kamu Roy.” Aku terbelalak kaget mendengar kalau Tasya merindukanku juga.
“Tasya, aku
mencintaimu?” kata-kata itu begitu saja meluncur dari mulutku. Tasya menatapku
lama dengan mata bulatnya dan kembali bulir air matanya mengalir.
“Walau aku
cacat.” Diam sejenak, aku anggukan kepalaku.
“Aku
menunggumu lama Tasya, dari dulu aku selalu mencintaimu.”
“Ah, Roy.”
Kami berdua menatap origami bintang di atas pohon, mereka merupakan saksi cintaku
dengan Tasya. Seperti tahu hatiku sedang gembira origami bintang itu terus
berputar tak berhenti dan begitu indah
dengan warna-warninya.
“Indah
Roy,” tukas Tasya menatap kagum pada origami bintang yang kubuat.
“Seindah
cinta kita berdua.” Aku genggam tangannya dan origami bintang itu masih tetap berayun
terus, indahnya!!!!!
8 komentar:
5 September 2016 pukul 14.23
Baru sekali ini baca fiksi mbak Tira. Bagus, Mbak. Kayak baca novel saya :)
5 September 2016 pukul 15.54
Bagus sekali fiksinya suka banget saya.
5 September 2016 pukul 18.12
apik banget mbak .....dibukukan aja mb
6 September 2016 pukul 12.52
wah mbak Diah sudah punay novel ya? aku kurang mahir bikin cerita yang panjang spt novel, sukanya bikin cerpen dan puisi
6 September 2016 pukul 12.55
makasih mas Icah
6 September 2016 pukul 12.56
makasih mbak Prana ningrum, ha, ah belum kepikian dibukukan
7 September 2016 pukul 04.45
So swiiit bgt mba, kek dipelem2 Jepang Korea gitu :)
Jadi keinget teman masa kecil saya dulu.
7 September 2016 pukul 12.46
wah mbak Nining punay sahabat jadi cinta juga
Posting Komentar