Sumber gambar dari sini
“Pokoknya bu, aku harus bertemu ayah,” kataku ngotot, kali ini aku tak mau lagi
harus mengalah dengan ibu.
“Jadi kamu lebih
mementingkan ayahmu yang meninggalkanmu demi wanita jalang itu , Tiara. Ibu gak
habis pikir apa yang kamu cari dari ayahmu yang tak bertanggung jawab itu,
hidupmu semua dari ibu, apa ayahmu memberimu uang , tidak Tiara,” ibu kembali
marah saat aku ingin bertemu dengan ayah, sebetulnya aku sungguh merasa iba
melihat ibu, tapi entah mengapa keinginan kuat aku untuk bertemu dengan ayah
mengalahkan semuanya termasuk perasaan ibu. Berulang kali bude , kakak ibu juga
menyalahkan aku karena ingin bertemu dengan ayah, tapi kali ini aku tak mungkin
lagi untuk mengalah,ada sesuatu yang mendesak di hati ini entah apa, tapi
keingintahuan aku tentang ayah kandungku. Sampai usiaku 20 tahun aku tak pernah
sekalipun bertemu dengan ayah, semua akses aku untuk mengenal ayah ditutup oleh
ibu dan keluarganya.
“Ibu, tolonglah aku
sekali saja aku bisa bertemu dengan ayah,sesudahnya aku tak akan bertemu dengannya,”rengekku
, aku berlutut di kaki ibu, ibu memalingkan mukanya ke arah lain, kulihat wajahnya
mulai tampak murung dan hanya desahan perlahan yang keluar dari mulutnya.
“Tidak, Tiara, ibu tak
mau engkau mengenal ayahmu yang tega meninggalkan kita,” ujar ibu yang akhirnya
membiarkan aku sendiri di kamar. Aku terdiam lama , hanya terdengar suara detak
jam yang membuat kepalaku menjadi pening, kerinduan akan sosok ayah begitu
menggebu di hatiku, dari dulu, aku merindukannya.
“Tiara, gak punya ayah
ya?” tanya Dinar , ingat sekali aku dengan pertanyaan teman-temannya yang
seringkali menanyakan ayahnya.
“Punya, kata ibu, ayah
kerja di luar kota,” tukasku selalu menjawab pertanyaan itu seperti jawaban ibu
kalau aku menanyakan apakah aku punya ayah.
“Kalau kerja di luar
kota, masa gak pernah datang apalagi sekarang saat lebaran,” tukas Deki. Kalau sudah
begitu aku lebih memilih meninggalkan teman-temanku daripada harus menjawab
pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
“Tiara , gak punya
ayah, gak punya ayah,”terdengar suara teman-temanku mengejekku.Aku akan
menangis dalam pelukan ibu dan ibu selalu menghiburku .
“Dengar ibu, kamu punya
ayah, nak, sudah jangan didengarkan ejekan mereka, nanti mereka bosan sendiri,
lagipula kamu punya ibu dan keluarga ibu yang mencintaimu,” dan aku akan aman
dalam pelukan ibu, begitu seterusnya.
Sejak aku masuk SMP aku
menjadi gadis yang rendah diri, karena aku merasa tak memiliki ayah seperti
teman-teman yang lain. Ada juga yang ayahnya meninggal tapi mereka tahu makam
ayahnya, sedangkan aku, punya ayah tapi aku tak tahu ayahku dimana. Sering aku
mendesak bude untuk memberitahuku mengapa ayah tak pernah datang mengunjungiku,
tapi bude tak pernah menjawab pertanyaanku.
“Nduk, kamu sudah
bahagia bersama ibumu, apalagi yang kamu cari, kamu punya semua yang diimpikan
anak seusiamu, apa itu tak cukup bagimu,” selalu bude mencari alasan untuk tak
menjawab pertanyaanku dan aku kembali diam dalam hati yang penuh tanda
tanya. Sampai suatu saat aku memberanikan diri masuk kamar ibu
saat ibu masih ada di kantor dan mulai mencari data-data tentang ayahku,
kali-kali saja ibu menyimpannya di lemarinya. Dengan berjingkat-jingkat aku
masuk ke kamar ibu dan mulai mencari map-map atau kotak tempat ibu menyimpan
data-dataku berserta ayah. Kuaduk-aduk lemari ibu dan aku menyentuh kotak di ujung
lemari bagian atas. Kuambil kotak kayu hitam dan kubuka perlahan dengan
jantungku yang kian cepat berdetak. Beberapa foto aku lagi masih kecil dan aku
melihat pria yang sedang menggendongku. Kutatap sekali lagi foto pria itu,
mungkin ini ayahku, saat aku kembali melihat foto-foto yang lain, aku melihat
foto ibu dengan seorang pria. Tidak salah lagi ini pasti ayahku. Aku memandang
wajah ayahku, aku lebih mirip ayah daripada ibuku. Rambutku yang ikal seperti
rambut ayah. Ada saru foto lagi , aku digendong oleh perempuan lain yang bukan
ibuku dan di sebelahnya ada ayah dan ibu. Siapa perempuan itu, waktu aku
melihat dengan teliti, itu bukan wajah bude, siapa perempuan itu.
“Apa yang kau lakukan
dengan kotak ibu ,Tiara,”tegur ibu marah, aku begitu terkejut sehingga kotak
terlempar dari tanganku, saking asiknya aku melihat foto-foto itu, aku tak
mendengar kedatangan ibu.
“Maaf bu, Tiara hanya
ingin tahu wajah ayah,” tukasku perlahan ,ada rasa bersalah di sudut hatiku dan
air mataku mulai menetes perlahan , aku sudah tak sanggup lagi menahan air mata
di pelupuk untuk tak turun. Ibu dengan kasar membereskan foto-foto itu dan
memasukan kembali dalam kotak kayunya.
“Sekarang kamu keluar
dari kamar ibu, ibu marah sekali denganmu.” Aku beringsut perlahan dari kamar
ibu , menuju kamarku. Di kamarku aku menangis sejadi –jadinya, apa salahku
kalau aku ingin bertemu dengan ayah kandungku, mengapa aku tak boleh
mengenalnya, aku tak mengerti. Mataku sembab dan aku tahu ibu sangat marah
padaku, karena saat itu dan beberapa hari ke depan ibu tak menyapaku, ibu lebih
banyak diam , dan aku juga lebih memilih untuk tak bertanya lagi.
Sampai suatu saat bude datang dan mulai bercerita tentang
ayahku. Menurutnya dulu ibu dan ayah adalah pasangan yang serasi, banyak orang
yang iri melihat ayah dan ibu begitu mesra baik sebelum menikah dan
sesudahnya. Kebahagiaan mereka bertambah
saat melahirkan anak perempuan yang diberi nama Tiara , dan kebahagiaan mereka
menjadi lengkap sampai suatu saat datang teman ayah dari desa . Bude berhenti sebentar dan menghela nafas
untuk beberapa saat sebelum melanjutkan kembali ceritanya.
“Perempuan itu Kirey ,
teman papa di desa yang mau mencari pekerjaan dan minta tolong untuk tinggal
sementara waktu sampai mendapatkan pekerjaan,” bude melanjutkan kembali
ceritanya. Ibumu merasa terbantu dengan Kirey yang begitu telaten mengasuhmu
saat ibu dan ayah bekerja , sampai ibumu begitu percaya dengan Kirey. Sampai
beberapa laporan mbok Ponirah tentang kedekatan ayah dengan Kirey dianggap
ibumu mbok Ponirah iri pada Kirey yang
lebih telaten mengurusmu. Sampai suatu saat ibumu sakit dan pulang cepat dari
kantor dan menemukan ayahmu sedang bermesraan dengan Kirey di kamarnya. Ibumu
begitu syok dan akhirnya tak sadarkan diri sampai harus masuk rumah sakit.
Beberapa kali ayah meminta maaf atas kekhilafannya tapi ibumu bersikeras untuk
bercerai, ayahmu tak mau melepaskan ibumu. Sampai akhrinya Kirey mengadu kalau
dia hamil dan ibumu mengusir ayah dan Kirey keluar dari rumah ini. Mulai saat
itu, ibumu tak ingin bertemu dengan ayahmu, walau berkali-kali ayahmu ingin kembali
padanya.
“Tiara, ibumu sangat
mencintai ayahmu, jadi tolonglah kau beri
pengertian padanya, betapa rasa sakit hatinya saat cinta tulusnya dikhianati.”
Bude terhenti dan terdiam sesaat, hanya
terdengar sekali-kali helaan nafasnya.
“Sekarang ayah dan
istri barunya tinggal dimana?” Bude
menatapku tajam.
“Kamu masih bersikeras
untuk bertemu dengan ayahmu?”
“Aku tak ingin menyakiti
hati ibu, tapi aku hanya ingin mengenal ayahku, dan aku tetap akan tinggal
dengan ibu ,” ujarku dengan terisak. Dadaku sesak dengan rasa rindu akan cinta
seorang ayah, sepertinya aku hanya punya bayang-bayang cinta ayah tapi aku tak
pernah bisa merasakannya..
“Apakah aku salah ingin
bertemu dengan ayah bude?”tanyaku sambil kepalaku kususupkan di dada bude, bude
merengkuhku dalam pelukannya.
“Tidak salah Tiara,
tapi kamu harus ada persetujuan dengan ibumu, jangan tidak, kasihan ibumu,”
bude kembali mempererat pelukannya.
“Tapi ibu selalu
menolaknya,” aku mulai merajuk dan berharap bude akan membujuk ibu untuk mengijinkanku
untuk bertemu dengan ayah.
“Sabar nduk, suatu saat
ibumu akan mengijinkanmu , pasti ,bude yakin, ibumu butuh keberanian besar
untuk mengijinkanmu untuk menemui ayahmu. Ibumu takut kehilanganmu, nduk.” Aku
mulai sedikit mengerti walau hati kecilku tetap berontak.
Kini saat aku sudah
kuliah dan usiaku menginjak 20 tahun, aku kembali ingin bertemu dengan ayahku,
ada sesuatu dalam hati kecilku yang
merindukan cinta seorang ayah, tapi aku juga mulai mengerti akan perasaan ibu
yang telah disakiti ayah. Aku sudah dewasa, aku ingin bertemu dengan ayahku,
bagaimanapun kelak kalau aku menikah , aku ingin ayahku yang menjadi waliku.
“Mintalah ijin pada
ibumu, tak baik kau mencari ayahmu diam-diam,” ujar mas Joko , lelaki pilhanku
yang akan kuperkenalkan pada ayahku. Tapi ternyata ibu masih saja ngotot melarangku
pergi menemui ayah.
Tolonglah bu, aku kelak
akan menikah dengan mas Joko, aku perlu wali untukku,dan ayah masih
hidup,”ujarku dan kupeluk ibu erat-erat.
“Bu, tak perlu takut
aku tak menyayangi ibu lagi, ibu bagiku segala-galanya lebih dari apapun.
Ibulah yang membuatku bisa kuliah dan setahun lagi akan menjadi sarjana, aku
menyayangi ibu,” aku memeluknya erat-erat, aku melihat ibuku berusaah menahan
air matanya agar tak jatuh.
“Menangislah bu, jika
ibu ingin menangis.” Aku diam mendengar suara isakan tangis ibu .
“Baik, ibu ijinkan tapi
kau harus didampingi dengan Joko,” tukasnya sambil menghapus air matanya, aku
peluk erat ibu.
“Terimakasih bu, aku
mencintai ibu,” kucium dahi dan pipinya berkali-kali .
Ibu hanya memberikan
alamat kantor ayahku, dan aku beserta mas Joko mendatangi kantor advokat tempat ayah
bekerja, tapi sialnya ayahku sudah tak bekerja di sana lagi. Menurut karyawan di sana ayah membuka kantor advokat
sendiri di kota Bogor.
“Alamatnya dimana?”
tanyaku , orang itu hanya menggelengkan kepala, tapi ada karyawan lainnya yang
memberitahukan alamat kantor advokat ayah di Bogor. Saat aku sudah berada di depan kantor
adovokat milik ayah, jantungku berdebar kencang, kubaca kembali papan nama di
depan kantor, Raharjo SH, itu nama ayahku. Joko menggemgam tanganku yang mulai
dingin dan gemetar.
“Tenangkan hatimu, Ti,”
tukas mas Joko dan mas Joko mulai
mengajakku masuk ke dalam kantor
“Selamat siang,ada yang
bisa dibantu,” sapa karyawan operator di meja paling depan kantor. Mas Joko
menyebutkan ingin bertemu dengan pak Raharjo, aku mulai gelisah, rasanya
berdebar ingin bertemu dengan ayah kandungku yang tak penah kutemui dan kali
inilah pertama kali aku akan bertemu.
“Silahkan masuk,”
recepsionis itu mempersilahkan aku dan mas Joko masuk. Pria usia lima puluh
tahunan sedang menerima telepon dan saat
aku melihatnya aku yakin dia ayah kandungku. Saat pak Raharjo meletakkan
teleponnya dan mempersilahkan aku dan mas Joko duduk.
“Ada keperluan apa?”
tanyanya . Aku disenggol mas Joko karena aku masih bingung untuk menjawab pertanyaannya,
rasanya lidahku masih kelu untuk berbicara, rasanya aku masih harus memandangnya
agak lama sehingga aku yakin beliau adalah ayahku.
“Maaf, ada perlu apa?”
tanyanya lagi. Mas Joko kembali menyentuh bahuku .
“Pak, aku Tiara, anak
Bapak,” ucapku perlahan, entah beliau mendengar atau tidak, tetapi aku melihat
beliau terkejut dan memegang dadanya.
“Pak, kenapa, bapak
sakit?” tanya mas Joko yang dengan sigap
menopang tubuh pak Raharjo yang hampir limbung dari kursinya. Segera mas Joko
memberikannya minum dan tampak beliau mulai dapat menguasai dirinya.
“Tiara , anakku dengan
Rita?” Aku mengangguk pasti dan tak lama
kemudian aku sudah ada dalam pelukannya, aku menangis sejadi-jadinya, rinduku
begitu membuncah dan kini kerinduanku terwujud
bertemu dengan ayah kandungku kembali, cinta yang hilang dan terabaikan
,kini datang menyambutku kembali. Aku peluk ayah, aku tak ingin melepaskannya
lagi, aku begitu mencintainya sosok yang telah lama menghilang.
Aku tak menyangka
ternyata ayahku setelah Kirey melahirkan anaknya , langsung menceraikannya ,
karena ayah tak bisa melupakan cintanya pada ibu, walau ayah harus gigit jari
karena ibu menolaknya kembali. Ayah memutuskan membuat kantor adovokat sendiri
di kota lain untuk melupakan semua yang pernah beliau alami.
“Aku tahu, ibu juga
masih mencintaimu ayah, beliau tak pernah menikah lagi walau banyak pria yang
mendekatinya,” ujarku pasti, dibenakku ada keinginan untuk menyatukan kembai cinta
ayah dan ibu, walau aku tahu ibu orangnya keras.
“Ayah, aku pamitan
dulu, ayah tunggu saja, akan aku bujuk ibu untuk kembali bersama ayah,” aku
memeluknya sekali lagi.
“Jaga Tiara baik
–baik,” ayah menyalami mas Joko dan menepuk-nepuk pundak mas Joko dan mewanti-wanti
untuk menjaga aku dan jangan menyakiti hati putrinya . Aku tertawa geli mendengar
ucapannya, rasanya ada kelegaan tersendiri
saat bertemu dengan ayahku, cinta
yang terabaikan kini lenyap dan datang cinta
yang lain menyapaku dengan sejuta harapan !!!!
4 komentar:
28 Agustus 2018 pukul 05.28
Rindu yang terobati karena akhirnya bisa bertemu ayahnya.
28 Agustus 2018 pukul 12.20
betul mbak nunung
3 September 2018 pukul 21.26
Sedih dan terharu...
5 September 2018 pukul 12.16
iya ya mbak sugi, begitulah ikatan antara anak dan ortu selalu ada
Posting Komentar