Gambar dari sini
Kampung
Bekok digemparkan dengan penemuan jenglot. Mang Pardi menemukan jenglot di
sawah miliknya. Waktu mang Pardi mencangkul sawah , dia mendapatkan sesuatu
yang keras mengenai cangkulnya, saat dilihat ada bentukan mirip orang kecil.
Waktu mang Pardi menunjukkan penemuannya pada warga, semua warga mengatakan kalau itu jenglot. Semua heboh
bahkan statsiun televisipun ada yang menayangkan penemuan mang Pardi. Seketika
mang Pardi jadi selebritis dadakan. Rumahnya banyak dikunjungi warga setempat
bahkan dari luar desa. Hampir setiap hari banyak orang yang berkunjung ke rumah
mang Pardi hanya mau melihat jenglot antik. Entah usulan siapa, jadilah di
halaman rumah mang Pardi disiapkan kotak sumbangan, bagi yang hendak melihat
jenglot dipungut iuran . Katanya
jenglotnya berbentuk orang yang kerdil sebesar jari telunjuk, dengan mata melotot
dan rambut panjang, warnanya kehitaman.
“Ardy, sudah lihat jenglotnya mang
Pardi,” tegur Sapar waktu Ardy sedang
membawakan makanan buat abah di sawah. Ardy menggelengkan kepalanya. Sebetulnya
Ardy penasaran ingin melihat jenglot tersebut, menurut orang jenglot itu akan
memberikan keberkahan bagi yang memilikinya, jadi seperti jimat.
“Kamu gak penasaran sama jenglotnya
mang Pardi, Ar. Kalau aku sih mau sekali punya jenglot,katanya bakal memberi
berkah buat kita,” tukas Sapar lagi.
“Hati-hati kalau ngomong Sap,
menurut abah mah itu teh syirik. Minta teh
sama Allah saja,”tegur Ardy.
“Halah, maneh1 teh ,
apa-apa abah. Denger ya Ardy, aku sama Dedi mau lihat jenglotnya, kamu mau ikut
gak?” tanya Sapar. Ardy tampak ragu, takut dimarahi abah, karena abah sudah
wanti-wanti tak perlu melihat jenglot bukan tontonan yang baik.
“Udah ulah sieun2 ku
abah. Mending ikut aku dan Didi saja, percaya ,aku gak akan memberitahu apa-apa
pada abah,” janji Sapar. Ardy akhirnya mengangguk setuju, dia bergegas
memberikan rantangnya ke abah yang masih menyangkul sawahnya.
“Mau kemana Ardy, makan sama abah
dulu atuh,” teriak abah, tapi Ardy tetap berlari , dia harus segera menemui
Sapar dan Didi di dekat pos kamling. Ternyata Sapar dan Didi sudah menunggunya,
bertiga mereka ke rumah mang Pardi untuk melihat jenglotnya. Akhirnya mereka
bertiga melihat sendiri bentuk dari jenglot.
Tiba-tiba Sapar mengusulkan pada Ardy kalau mau mencuri jenglot itu dari
rumah mang Pardi. Ardy terkejut melihat Sapar yang mau mencuri jenglot.
“Ulah3 atuh, bisi4
ketahuan.Lalu jenglotnya buat apa?” tanya Ardy.
“Ya, buat cari berkah Ar, coba lihat
abahku sudah bekerja keras , hidupnya masih begitu saja. Aku ingin seperti yang
di televisi itu. Pakaiannya , rumahnya bagus dan punya kendaraan,” tukas Sapar
tanpa malu-malau lagi mengutarakan niatnya.
“Tapi eta teh syirik Sapar,” tegur
Ardy gak mau kalah.
“Syirik, itu mah urusan nanti, yang
penting jenglotnya harus ada
ditanganku. Nanti kalau aku sudah
banyak dapat berkah, aku gak akan pelit kok, kamu bakal aku beri juga Ar.” Ardy
melihat tekad kuat dari Sapar, tapi dia masih takut dengan abahnya, abahnya tidak
akan ragu-ragu menamparnya kalau Ardy samapi berbuat diluar aturan abah. Tapi
bujukan Sapar begitu menggoda Ardy, apalagi kehidupan yang tampak enak di televisi
membuatnya tergiur. Ah, yang penting
abah tidak tahu, pasti aman, pikir Ardy. Jadi malam itu bertiga, Ardy, Sapar dan
Didi malam-malam mendatangi rumah mang Pardi. Ardy diam-diam meloncat dari
jendela kamarnya. Rumah mang Pardi sudah gelap, tanda bahwa penghuninya sudah
tidur semua. Sapar yang masuk dari
jendela dapur, karena tubuh Sapar yang
paling kecil diantara mereka bertiga. Ardy dan Didi menunggu dengan perasaan
berdebar.
“Sut,sut, diam, aku sudah dapat,”
Sapar berbicara pelahan dan mereka bertiga mengendap-ngendap keluar dari rumah
mang Pardi. Esoknya warga gempar karena jenglot mang Pardi telah hilang.
Mereka bertiga sedang duduk di bawah
pohon beringin di tepi desa Bekok, mereka sedang memandang jenglot hasil curian
semalam. Ardy melihat jenglotnya sangat mengerikan, dan Ardy masih bingunng ,
mengapa jenglot ini bisa memberikan berkah , padahal bentuknya saja sudah
mengerikan begini.
“Menurut orang, jenglot itu ada ruh
halusnya yang bisa buat orang jadi kaya, gitu katanya,”ujar Sapar sambil masih
melihat jenglotnya.
“Nanti kalau kita sudah kaya, kan enak tuh, abah kita gak perlu
kerja lagi,” tukas Sapar dengan penuh percaya diri. Jenglotnya disimpan rapi di
lemari Sapar. Hari demi hari , bulan demi bulan ternyata tidak ada perubahan
pada hidup Sapar , Ardy dan Didi. Sapar sudah mulai gelisah, apa memang benar
jenglot bisa memberikan kekayaan, tapi kenyataannya sampai kini hidupnya masih
sama seperti dulu.
“Sapar, kumaha5 ieu teh,
kita teh gak kaya-kaya,”tegur Ardy yang sudah mulai meragukan kemanjuran
jenglotnya Sapar.
“Sabar atuh., segala sesuatu itu harus
sabar, nanti juga akan terjadi,” Sapar menjawabnya masih dengan keyakinan yang begitu kuat padahal Ardy
dan Didi sudah mulai ragu-ragu akan kekuatan dari jenglot, jangan-jangan itu
hanya menyerupai jenglot saja, bukan jenglot yang asli. Akhirnya mereka bertiga
membawa jenglotnya ke dukun di desa sebelah.
“Mbah dukun, ini mau tanya
jenglotnya ini asli atau palsu?” tanya Sapar takut-takut saat mbah dukun menatapnya
tajam. Ruangan mbah dukun gelap dan
pengap, hanya bau kemenyan yang begitu kuat, Ardy sudah tak tahan lagi di dalam
ruangan ini dan berniat keluar. Tapi tangannya ditarik Sapar untuk duduk
kembali. Mbah dukun melihat jenglotnya berkali-kali sambil diputar-putarnya
jenglotnya .
“Ini palsu, ini bukan jenglot, ini
hanya bekuan tanah yang menyerupai jenglot, “tukas mbah dukun cepat. Sapar
tampak pucat dan lemas, harapannya untuk menjadi kaya pupus sudah. Ardy
menggeretnya pulang , walau dalam hatinya juga kecewa tapi tidak sekecewa
Sapar, karena Sapar begitu berharap
penuh pada jenglotnya. Semua pupus
harapan untuk menjadi orang kaya.
Terakhir terdengar kabar kalau mbah
dukun di desa sebelah sekarang menjadi kaya raya, menurut kabar berkat jenglot yang dimilkinya. Menurut
kabar juga kalau mbah dukun itu tidak sengaja mendapatkan jenglotnya dari
beberapa anak yang datang menyerahkan jenglot padanya. Kabar itu begitu cepat
tersebar seantreo desa Bekok dan sampai juga ke telinga Sapar, Ardy dan Didi.
Mereka terpaku dan tak menyangka kalau jenglot yang mereka berikan pada mbah
dukun malah membuat mbah dukun kaya raya, sedangkan mereka bertiga sekalipun
tak pernah kecipratan rejeki yang dibawa oleh jenglot, padahal sudah
berbulan-bulan disimpan oleh Sapar. Sekarang , mbah dukun yang baru memiliki
jenglot dalam hitungan satu bulan saja sudah menampakan hasilnya. Sapar begitu
kecewa.
“Sudah Sapar, artinya bukan rejeki
kita,” tukas Didi.
“Apa gak aneh ya, mengapa waktu aku
pegang kok jenglotnya gak mempan, tapi sama mbah dukun malah berhasil, “ Sapar
dengan marahnya mengungkapkan isi hatinya di dekat watung mang Teja. Beberapa
warga mendengar omongan Sapar yang tiba-tiba sedikit keras.
“Oh, jadi maneh teh yang nyuri
jenglotnya mang Pardi?” tanya mang Karta. Sapar berubah pucat wajahnya dan hanya terdiam saja. Sudah tidak dapat
lagi berkutik dan Ardy juga memucat wajahnya karena dia tahu abah bakal marah
padanya.
“Makanya jenglotnya gak mempan,
habis jenglotnya dapat nyuri sih,”ejek mang Teja padanya.
“Nih,anak-anak, jangan pernah
percaya sama jengglot, percaya teh sama Allah, yang bakal memberikan lebih dari
yang kita minta. Lagipula gimana jenglotnya mau mengabulkan kalian, dapatnya
saja dari mencuri,” tegur mang Karta. Mereka bertiga terdiam lama dan dengan
kepala menunduk malu beranjak dari warung mang Teja. Ardy berjalan sambil
menyesali perbuatanya dan dari kejauhan terdengar tawa dari warung mang Teja,
mereka sedang mentertawakan kemalangan mereka bertiga. Mereka bertiga berjalan
sambil menundukan kepalanya, ada rasa malu dan jijik pada diri mereka sendiri,
ya kok mau di akal-akalin sama jenglot!!!!!!!!!
Keterangan:
1 maneh =
kamu
2 sieun =
takut
3 ulah =
jangan
4 bisa =
nanti
5 kumaha =
bagaimana
0 komentar:
Posting Komentar