Gambar dari sini
Masih
terduduk lemas tak berdaya. Riska termenung sekejap sebelum air matanya jatuh
perlahan. Dinda telah tiada. Baru saja Riska mendapat kabar kalau Dinda mendapat
kecelakaan di daerah Gronggong . Riska masih terduduk lemas dan tak sadar kalau
Beni sudah berdiri di belakangnya. Tangan Beni terulur dan lembut mengelus
bahunya.
“Ini sudah takdir Allah, Riska.
Semua kembali padaNya. Tak ada yang akan tahu kalau kita akan mendapat kecelakaan,
“tukas Beni. Riska menyusut air matanya perlahan dan sedikit berbisik
samar-samar masuk ke telinga Beni.
“Harusnya dia mendengarkan aku, Ben.
Jalan itu sudah banyak memakan korban . Dinda nekad pergi malam itu, hanya
untuk laki-laki bejat yang gak tahu diuntung.” Beni mengernyitkan dahinya, tak mengerti apa
yang dimaksud Riska..
“Maksudmu apa?” Riska menoleh pada
Beni dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Beni tahu Riska masih syok, dia tak
mau mengganggu terlalu lama. Beni pamitan dan menyuruh Riska untuk beristirahat. Riska masih saja belum bisa memicingkan
matanya. Masih teringat dirinya melarang Dinda untuk pergi malam itu. Apalagi
saat itu hujan lebat. Tapi Dinda tetap memaksanya, karena ingin meminta penjelasan
Raka tentang perempuan yang sedang dekat dengannya. Andai saja Dinda tak nekad malam itu mungkin saja Dinda masih
hidup. Dinda terlalu mencintai Raka
walau sudah berapa kali Riska mengatakan untuk pergi meninggalkan laki-laki yang
tak menyayanginya. Dinda tak penah percaya kalau Raka adalah pria yang gemar
bemain -main dengan cinta. Riska kembali
harus menyursut ai matanya. Ah, sahabatnya ini selalu malang nasibnya....
Kelokan 16 di Gronggong jalan menuju
Kuningan memang sudah terkenal angker. Sudah banyak terjadi kecelakaan di sana
yang selalu memakan korban .Terutama pada malam hari. Baru sebulan lalu tersiar
kabar kecelakaan misterius di kelokan 16 yang memakan korban. Anehnya tubuh korban
terlihat terbakar . Hitam. Padahal mobilnya tak mengalami kebakaran , hanya
penyok di bagian depan saja. Dan itu selalu menjadi misteri yang tak pernah terpecahkan.
Kejadian yang sama , di tempat yang sama dan berlangsung malam hari. Entah
mengapa, semua tak pernah terbuktikan karena hampir semua kecelakaan di sana ,
selalu berujung maut. Tak satupun bisa diselamatkan sehingg tak pernah ada saksi satupun. Semua hanya sebatas misteri yang
kadang jadi bahan pembicaraan dan menghilang dan akan kembali diperbincangkan
saat terjadi lagi kecelakaan di sana. Ada rasa penasaran pada diri Riska. Ada
apa di kelokan 16 Gronggong. Padahal di
daerah Grongong tersebut daerah yang
mempunyai ketinggian yang cukup tinggi sehingga dari sana bisa melihat kota
Cirebon di bawahnya. Dan akan terlihat cahaya lampu kerlap kerlip saat malam hari
tiba. Pemandangan yang indah. Banyak orang yang berjualan di sana . Sangat
ramai apalagi kalau malam minggu atau hari libur. Tapi mengapa di sana di tempat
yang tinggi yang bisa melihat keindahan kota Cirebon ada misteri yang tetap
menjadi misteri yang tak terpecahkan. Ada suatu yang menggelitik di hati Riska.
Entah apa itu...
Pemakaman Dinda pagi itu begitu
sendu. Suara tangisan terdengar. Ratapan keluarga Dinda begitu menyayat hati
Riska. Tak sadar berkali-kali Riska harus menyusut air matanya yang turut perlahan. Beni mengelus pundak Riska.
“Jangan menangis. Dinda sudah bahagia
di sana.” Beni merangkul pundak Riska untuk menguatkannya. Justru itu membuat
Risak kembali terisak. Tiba-tiba suatu yang mengelitik hatinya kembali mengusik.
Ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk menyelidiki kelokan 16 itu. Kelokan
itu seperti memanggil-manggil dirinya untuk datang ke sana. Seperti saat itu,
ada cahaya yang menusuk bola mata Riska dan seraya menyuruhnya untuk datang menghampiri
cahaya itu. Tapi saat itu Riska masih belum bergeming. Situasi yang belum bisa
membuat Riska untuk bergerak. Tapi malam hari Riska terbangun dengan keringat
yang mengalir deras di sekujur tubuhnya. Sinar itu membangunkan dirinya ,
menyuruhnya untuk mengikutinya. Dengan berdebar Riska mengikuti cahaya itu .
Masih dengan pakaian tidurnya. Sinar itu bergerak perlahan dan keluar rumah.
Riska melihat cahaya itu bergerak cepat dan Riska masuk ke dalam mobilnya dan segera
mengikuti cahaya itu. Riska tak menyangka cahaya itu bergerak menuju daerah
Gronggong. Hati Riska berdebar kencang karena cahaya itu menuntun dirinya ke
kelokan 16. Tiba-tiba saja cahaya itu bertambah terang . Riska mengerem
mobilnya begitu mendadak. Tapi Riska masih sadar sehingga dia masih bisa
mengendalikan mobilnya. Riska terantuk keras dan kepalanya terasa pening. Riska
memegang kepalanya yang mulai berdenyut. Tapi perlahan di luar sana terlihat
pemandangan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Riska melihat mobil
Dinda berada di depannya. Dan Riska melihat ada pria mendorong tubuh Dinda keluar dan mencekik
lehernya dan merebahkan tubuhnya di depan kemudi. Mobil ditabrakan ke pohon
yang berada di sisi kiri sampai ringsek. Mata Riska membesar dan ketakutan
mulai menjamah dirinya. Tangan Riska gemetar , Riska berusaha mencari ponselnya
. Riska meraba-raba . Untungnya ponselnya ada di saku celananya. Riska menelpun
Beni.
Riska masih terbaring di tempat
tidurnya. Pagi itu sarapan bubur hangat membuat tubuhnya kembali menghangat
setelah semalam dirinya begitu ketakutan.
“Kamu gila Riska. Apa-apan kamu ke
sana malam-malam sendiri,”tegur Beni. Beni tampak gusar. Riska bingung apa yang
harus diceritakan pada semuanya. Mereka tak mungkin percaya terhadap apa yang
telah dilihatnya. Dinda bukan mati karena kecelakaan tapi Raka yang telah
membunuhnya. Raka. Tapi apa mereka akan percaya padanya????. Mama menatapnya
dengan pandangan ingin tahu. Riska menceritakan semuanya yang dia alami tadi
malam. Tak ada satupun yang terlewati. Mama dan Beni menatap Riska tak percaya.
Riska tersenyum kecut. Dugaannya benar , tak ada yang mempercayainya
“Percayalah. Aku sendiri tadinya tak
mau percaya. Cahaya itu menuntunku agar aku tahu kebenarannya, kalau Dinda
bukan mengalami kecelakaan tapi dibunuh Raka.” Riska terdiam lama. Sebelum ada
sinyal yang menyala di pikirannya. Riska berdiri dan cepat berganti pakaian dan
berlari ke arah mobilnya.
“Riska, mau kemana kamu. Riska,!”teriak
mama dan Beni bersamaan. Riska tak mendengarkan mereka. Dia terus berlari dan
masuk ke dalam mobilnya. . Sebelum pintu tertutup tangan Beni sudah
menghalanginya.
“Aku ikut.” Riska menyuruh Beni
untuk masuk dan ditancap gasnya menuju ke tempat yang Riska tahu harus cepat ia
datangi. Beni melihat dengan pendangan ngeri melihat Riska mengemudikan
mobilnya dengan tergesa-gesa Riska tak mempedulikan Beni, dia tetap fokus dengan
mobilnya. Riska berhenti tetap di depan rumah Raka.
“Ini rumah Raka kan? mau apa kamu?
Kamu gak bisa menuduhnya begitu saja hanya karena kamu melihatnya dalam bayang-bayang
semumu. Ini bisa dianggap menuduh tanpa bukti,”tegur Beni marah. Riska
memandang Beni sekilas
“Beni, bair aku yang menyelesaikannya.
Ini urusan aku dengan Raka.”tukas Riska
“Gak begitu Riska.” Tapi Riska sudah
membuka pintu mobil dan menuju rumah Raka. Raka
tampak terkejut melihat kedatangan
Riska dan Beni. Dipersilakan mereka duduk. Riska tampak gusar dan
memandang tajam pada Raka. Sementara Raka sedikit gelisah melihat tatapan
Riska.
“Ada apa ya?”tanya Raka.
“Waktu Dinda kecelakaan , kamu ada
dimana?” tanya Dinda. Raka terkejut dengan pertanyaan Riska. Ada kegugupan
dalam nada suaranya. Cahaya itu tiba-tiba saja muncul dan cahaya itu
memperlihatkan gambaran yang terjadi saat malam itu Dinda meninggal. Raka berubah pucat mukanya. Beni takjub
melihat cahaya yang berpendar dan memperlihatkan adegan yang terjadi. Saat itu
Beni dengan sigap menarik lengan Raka saat melihat Raka hendak melarikan diri.
Raka tak mampu berkutik lagi. Dia mengakui semua yang dia lakukan pada Dinda.
Sore itu wajah Riska bisa tersenyum
kembali. Dirinya merasa puas. Mudah-mudahan Dinda tenang di alamnya. Riska telah
membantu sahabatnya menemukan pembunuh Dinda. Berkat cahaya yang menuntunnya
pada kebenaran . Raka mendapatkan balasan setimpal atas perbuaatnnya. Hukuman
penjara akan menantinya. Ah, Dinda
terlalu baik hati. Tak pernah percaya kalau kekasihnya hanya mempermainkan
dirinya. Sampai akhirnya kekasihnya mampu
menghabisi nyawanya.. Riska menaburkan
bunga di pusara Dinda. Riska melihat Dinda tersenyum padanya.
“Semoga kau tenang di sana , Dinda.”
Riska mengelus nama Dinda di papan yang ditancapkan di atas tanah . Ada tetesan
air mata yang jatuh.
“Pulang, sudah sore,”tegur Beni. Beni
menuntun Riska pulang. Riska membalikan tubuhnya. Tampak Dinda melambaikan
tangan padanya. Senyum Riska merekah.....
4 komentar:
14 November 2016 pukul 12.32
Bikin saya terhanyut bacanya...salutt.
15 November 2016 pukul 04.23
Aduh, saya ikut mrebes mili. Ingin ikut menitihkan air mata :(
15 November 2016 pukul 11.44
makasih syahransyah
15 November 2016 pukul 11.49
oh begitu ya mbak eri
Posting Komentar