Gambar dari sini
“Haruskah?”
tanyaku . Aku menatap mama dengan bingung, ada apa ini, ternyata hidupku
terlalu rumit untuk aku jalani. Hampir semua temanku menginginkan hidup seperti
aku. Menurut mereka aku orang yang paling beruntung, dengan kekayaan papa,semua
kebutuhan aku sudah terpenuhi, mau beli apa saja tinggal gesek kartu.
“Enak sekali hidupmu Mayla, apa lagi
yang kurang tak ada,” Sasha mengatakan itu hampir berkali-kali dan bukan Sasha
saja , hampir setiap teman perempuanku selalu mengatakan hidupku enak.
“Sudah cantik, tajir, pintar lagi,
wah komplit sudah,” tukas Lala. Mereka semua tidak tahu, kalau aku sangat iri
terhadap kehidupan teman-temanku. Aku hidup seperti ada dalam sangkar burung
emas, yang tak boleh sembarangan keluar harus ada yang menjaganya. Aku begitu
dilindungi seperti pualam yang tak boleh tergores sedikitpun. Sungguh itu
membuatku muak dan ingin aku bebas seperti burung yang bisa terbang tinggi dan
pergi kemana saja yang dia suka, sedangkan aku????. Kemanapun aku pergi pak Parto
selalu harus mengikutiku, tak boleh sedikitpun lengah, aku seperti dimata-matai
terus setiap hari bahkan sampai aku sudah duduk di bangku kuliah pak Paro
selalu setia menemaniku dan melaporkan segala kejadian setiap harinya pada
mama. Aku tak pernah merasakan masa-masa remaja seperti yang lain, bermain,
bercanda , berpergian bersama, pacaran atau sekedar minum-minum bersama teman
di kafe. Kalau aku maupun harus ada pak Parto yang mengantarkanku. Begini
dibilang enak??? Mereka belum tahu saja, betapa aku menginginkan sedikit
kebebesan seperti kalian , bisa brepergian tanpa dikawal, bisa pacaran, bisa menikmati
masa-masa remaja dengan sukacita. Kadang aku hanya mengeluh pada diaryku yang
selalu setia menerima segala curahan hatiku, kadang sering aku menangis ,
mengapa aku tak punya kehidupan seperti remaja-remaja lainnya yang bisa
menikamtai dengan sukacita. Nasibku menjadi anak pengusaha terkenal clan Joyokusumo,
membawa nama Joyokusumo saja bagiku sungguh berat, semua cenderung memperhatikan
aku bukan karena diriku tapi karena aku anaknya Joyokusomo, anak pengusaha.
Nilaiku bagus ,itu semua karena usahaku tapi banyak orang yang bilang , papa
akan menyogok agar nilaiku bagus. Sungguh menyebalkan sekali menjadi anak
seorang pengusaha terkenal.!!!!!!
Kini aku haru menerima lagi kalau
aku sudah dijodohkan dengan anak teman papa , yang katanya juga seorang
pengusaha. Malang dan rumitnya hidupku, padahal baru saja aku tertarik dengan
Firman, mahasiswa di jurusan informatika yang mulai aku suka, apalagi Firman
juga rajin menyapaku saat di kampus. Kini aku harus menghilangkan segala
pikiran tentang Firman dan harus memikirkan pria yang bernama Priyo. Astaga,
masih adakah cerita Siti Nurbaya jaman sekarang????
“Bagaimana aku bisa mencintaimya ,
mah. Aku ingin punya suami yang aku cintai, bukan dijodohkan,” aku mulai
mengeluh pada mama. Mama sedikit tertunduk dan mulai menghiburku.
“Ini sudah keputusan papa, nak. “
Semua keputusan papa,apa papa gak pernah belajar tentang demokrasi, papa
terlalu mengatur hidupku, aku ingin bisa bebas mengatur hidupku , bukan seperti
sekarang.
“Makanya kamu kenalan dulu dengan
mas Priyo, menurut mama, orangnya baik dan tampak pendiam dan santun kok, “ ada
sedikit pujian untuknya, aku menatap mata mama. Tapi tetap saja dijodohkan ,
hanya agar perusahaan papa semakin kuat jika bisa bersenergis dengan
perusahaannya pak Wahyudi , ayah mas Priyo. Semua karena bisnis semata, jadi
aku dinikahkan juga demi bisnis!!!!! Semua karena bisnis, aku menjadi korban
dan hanya kepada diaryku aku mengeluh , hidupku rumit sekali untuk kujalani.
Semua temanku salah akan hidupku.!!!!!
Kuliah kerja nyata sudah tiba, aku
mendapatkan tempat di desa Ciherang Cipanas Puncak. Aku hanya bisa menghela
nafas saat mama menyuruh pak Parto untuk tinggal di sana juga untuk
mengawasiku.
“Mam, ini berlebihan aku malu dengan
teman-temanku, “aku mulai merajuk pada mama, tapi mama tak bergeming sama
sekali. Apa kata dunia, aduh hidup seperti putri bagiku menyulitkan dan begitu
membuatku tak bisa bergerak sedikitpun.
“Mayla, kamu bawa supir juga ke
desa?” tanya Lala keheranan. Aku hanya mengangguk lemah dan kali ini aku hanya bisa
membuat tampang cemberut.
“Habis gimana lagi , aku sudah menolaknya,
ini hidupku, katanya kamu mau sepertiku?” Lala langsung menggelengkan kepalanya
cepat, aku tertawa geli melihatnya, tak ada satupun yang mau menukar hidupnya
dengan hidupku yang ada dalam sangkar emas. Masuk ke desa, aku melihat begitu
damai di sana, sawah,-sawah yang membentangg luas , hijau terhampar di bawah
sinar mentari. Ladang-ladang jagung yang melambai dan anak-anak kecil yang
berlarian , tampak jelas saat aku memasuki desa Ciherang ini. Tampak dari
kejauhan gunung Gede berdiri tegak, gagah.
“Pak, nanti kalau di sana, bapak
jalan-jalan sendiri saja ya, jangan sekali-kali mengikuti aku, aku baik-baik
saja,” aku menoleh pada pak Parto yang masih sibuk menyetir karena sekarang
sudah memasuki jalan desa yang penuh kerikil. Aku menjawil lengannya, pak Parto
menoleh padaku dan tersenyum.
“Baik, non,” aku tersenyum padanya ,
tanda aku berterimakasih padanya ,mau tak mengikuti aku terus menerus.
“Kalau mama, tanya katakan saja aku
baik- baik ya.” Pak Parto tertawa keras, akhirnya aku mau tak mau juga ikut tertawa.
Suasana dan kehidupan desa membuatku punya nuansa lain selain rumahku, aku
merasakan kehidupan yang sederhana di desa dengan orang-orang yang sangat ramah
dan saling menyapa satu sama lain, beda dengan di kota Jakarta. Mereka bahagia dengan
apa yang mereka punya, hidup mereka tak pernah neko-neko, semua berjalan dengan
semsetinya dan menggantungkan pada alam dan selalu bersyukur pada Ilahi.
Semakin hari kehidupan di desa
membuatku tertarik , kehidupan yang sederhana membuatku takjub, apalagi ada seorang
pemuda yang punya daya tarik tersendiri bagiku. Farhan . Farhan banyak membantu
masarakat pendesaan di bidang pertanian dan peternakan, banyak sumbangsihnya
yang sudah diterima masarakat setempat. Baik pelatihan, maupun modal usaha
untuk mengembangakan pertanian terpadu. Bahkan Farhan juga memiliki usaha
peternakan sapi perah , budidaya jamur dan sayur-sayuran organik lainya untuk
dipasok untuk supermarket di Jakarta. Aku semakin kagum dengannya , dia yang lulusan dari
Austarlia, mau repot-repot bekerja di desa
dan membantu masarakat. Tawa renyahnya selalu seperti musik yang lembut
di telingaku , seperti menderaku dengan
buaian yang membuatku selalu memimpikannya pada malam hari. Semua
tentangnya membuatku semakin terpaku pada hatinya.
“Lihat Mayla, ini jamur hasil
pengembanganku,” Farhan menerangkan semua tanaman di kebun luasnya, dan aku
menikmati saat-saat aku bisa berdua dengannya . Kadang aku begitu gugup apalagi
saat Farhan menatap mataku. Oh, aku putri Mayla , baru pertama kali aku
merasakan debar-debar yang aneh saat berduaan dengan pria. Angin gunung kadang
meniupkan rambutku , kadang aku terusik dengan rambutku yang seringkali
menutupi wajahku.
“Ikat rambutmu,” Farhan menyodorkan
karet gelang padaku, aku menguncir rambutku satu ke belakang, sehingga angin
tak akan membuat rambutku terbang.
“Kayaknya ada yang lagi jatuh cinta
nih,”tukas Sasha melirik aku, aku pura-pura tak tahu.
“Sepertinya Farhan juga suka sama
kau Mayla,”tukas Lala. Mereka semau tertawa lepas, aku hanya tersipu malu,
tampak seperti remaja yang baru jatuh cinta dan masih malu-malu.
“Apa aku pantas untuk jatuh cinta?”
tanyaku gamang. Sasha dan Lala menatapku heran. Aku menceritakan pada mereka
kalau aku sudah dijodohkan dengan anak teman papa yang juga pengusaha hanya
untuk kepentingan bisnis semata.
Tiba-tiba aku jadi murung, cinta
yang sudah tumbuh harus padam kembali kalau aku dihadapkan akan perjodohanku.
Sasha dan Lala saling melirik dan menatap iba padaku.
“Nah, masih mau seperti aku?” Sasha
dan Lala serentak menggelengkan kepalanya sermpak, aku tertawa lebar, sekarang
mereka mengerti betapa sedihnya hidupku. Entah mengapa magnet Farhan begitu
kuat, aku selalu meyakinkan diri untuk tidak pergi ke kebunnya Farhan, tapi
langkahku selalu berakhir di sana.Pertemuan dengan Farhan selalu membuat hatiku
bahagia berada dekatnya membuatku merasa nyaman . Belum pernah sekalipun aku
merasakan betapa nyaman hatiku berada di dekatnya.
“Kok, melamun?” tanya Farhan yang
sedari tadi memperhatikan aku yang masih saja duduk di tepi balong, Farhan
duduk di sisiku. Tangannya sibuk melemparkan pelet makanan untuk ikan . Aku
mengangkat bahuku, hanya hening di antara suara angin yang meniup perlahan,
Farhan memalingkan wajahnya padaku dan menatapku begitu lama, membuatku jengah
dan memalingkan wajahku ke tempat yang lain.
“Kamu di sini enak ya Farhan, kau
dibebaskan untuk melakukan apa yang kau mau. Hidupku seperti putri yang harus
dilindungi dan diawasi terus menerus, aku seperti tak bisa bergerak sedikitpun
karena pengawalku akan mengawasiku.Ingin aku seperti burung di atas yang bisa
terbang kemanapun dia mau, tidak seperti aku yang terkurung dalam sangkar
emas.” Aku mulai mengeluh padanya, aku sendiri tak mengerti mengapa aku begitu
terbuka padanya padahal aku baru mengenalnya Farhan hanya terdiam sejenak dan
lengannya merangkul bahuku, ada kehangatan menjelar di tubuhku, tak sadar aku
mulai merapat pada tubuhnya.
“Duh ,pacaran saja Mayla, awas aku
laporin sama ibumu loh,” ancam Lala yang sudah berada di belakangku bersama
Sasha yang sedikit menggodaku dengan kedipan matanya. Siang itu kami bertiga
diajak makan ikan goreng dengan sambal
lalap.Nikmatnya dimakan di atas saung di areal persawahan.
Aku tak mampu menghindar dari cinta,
ternyata sulit untuk melepaskan dari belenggu cinta.Dulu aku sering mencibir
saat beberapa temanku mengaku sulit untuk melepaskan cinta mereka.Sekarang aku
merasakan diriku sendiri mengalami hal yang dulu aku cibir. Sudah sebulan lebih
aku tinggal di desa banyak menumbuhkan benih cinta, semakin aku ingin menjauh
cinta itu selalu datang dan tak mau enyah dari hatiku.
“Aku harus gimana La?” tanyaku putus
asa, aku tak sanggup melepaskan cinta yang mulai tumbuh bermekaran di ruang
hatiku.
“Hidupmu rumit ,Mayla,” Sasha
memejamkan matanya dan dia hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku berusaha sekuat tenaga agar air mata yang
sudah berkumpul di pelupuk mata yang siap jatuh, aku kembali
mnegerjap-ngerjapkan mataku, tapi tak urung akhirnya air mataku harus jatuh
juga.
“Jangan menangis ,Mayla,” hibur Sasha,
dia merangkulku, aku tersedu-sedu dalam tangisku yang panjang.
“Aku harus menjauh darinya,” aku
berkata seakan-akan akan mudah bagiku untuk menjauh darinya, aku termenung
begitu lama dan aku akan merasakan malam-malamku akan semakin panjang .
Lain di mulut lain di hati, bukannya
aku menjauh tapi aku semakin merasakan keinginan untuk menghadirkan Farhan
dalam hatiku, aku tak mampu melepaskan bayang-bayang wajahnya dalam
mimpi-mimpiku di malam hari. Farhan selalu ada dalam pikiranku sepanjang hari,
membuatku seperti orang yang sedang mabuk , ini mabuk asmara. Tinggal dua
minggu lagi aku tinggal di desa ini, tak mau aku menghilangkan kesempatan aku
untuk bisa bersama dengannya, apa aku egois padanya??? Karena setelah ini , aku
harus melepaskan cintaku padanya. Berjalan bersisian, Farhan mulai mengambil
tanganku dan dia genggam kuat, aku terdiam kali ini dengan perasaan yang
berkecamuk.Maafkan aku, Farhan, mungkin pertemuan aku denganmu hanya di sini,
apa aku egois terhadapmu???? Untuk apa aku membuka hatiku untukmu kalau aku tak
mungkin bersamamu, aduh maafkan hatiku ini yang tak bisa menolak panah asmara
yang telah kau tancapkan di hatiku.
“May., apakah aku masih bisa
berharap akan hatimu?” tanyanya sambil langkah-langkah kecil kita terus melaju
bersisian.
“Entahlah Far, aku takut semua
hilang seperti debu yang tertiup angin,” aku merapat pada tubuhnya , kembali
aku berada dekat sekali dengannya. Banyak cerita yang bergulir saat itu, ada
rasa sakit yang menggelitik hatiku saat aku ceritakan tentang hidupku. Kulihat
Farhan terdiam lama .
“Maafkan aku Farhan, aku menyakiti hatimu, tapi kau harus
tahu juga aku lebih sakit , aku tak mau kehilanganmu,” aku mulai menangis dalam
pelukannya.
“Aku mengerti Mayla, aku tahu ,” Farhan memelukku erat seakan
tak mau melepaskan aku pergi dari sini, aku tak sanggup lagi. Ini kali pertama
aku merasakan cinta dan ini terakhir kalinya aku menutup cintaku. Pertama dan
terakhir dalam satu kisah yang pilu.
Saat-saat perpisahan yang tinggal menunggu detik demi detik, saat semua peserta
kuliah kerja nyata sudah siap untuk berangkat kembali ke Jakarta, aku masih
sibuk dengan air mataku.
“Sudah Mayla, jangan menangis,” hibur Lala . Aku menyuruh
Lala dan Sasha naik mobilku untuk menemaniku. Kupandang desa Ciherang yang semakin
jauh dari pandangan mataku dan cintaku tertinggal di sana, cinta pertama dan terakhir
yang ditutup dengan air mata.Kembali pada kenyataan , bahwa aku seorang putri
yang sudah disiapkan seorang pangeran oleh kelaurgaku, itu takdirku!!!!
Ternyata tidak mudah untuk melupakan apa yang sudah dipupuk
dalam waktu hampir tiga bulan , masih bermimpi bisa bertemu dengan Farhan.
Sungguh mimpi yang konyol, aku harus melupakannya. Menyibukan diri pada kuliah
, itupun tidak serta merta bisa menghapuskan Farhan dari pikiranku. Farhan
selalu memenuhi semua sel-sel otakku, begitu kuat memori yang tertanam dalam
otakku, sehingga setiap saat yang muncul adalah Farhan.
“Sasha, aku harus bagaimana, Farhan selalu muncul dalam pikiranku.
Sesibuk apapun dia selalu muncul dalam memoriku,” aku mengeluh pada kedua
sahabatku.
“Apa, kamu belum dikenalkan sama pangeranmu?” Aku
menggelengkan kepalaku, tapi menurut mama sih orangnya baik dan sopan. Lala
menatapku iba, dan hanya pelukannya yang selalu menguatkan aku.
“Terimakasih , sudah mau menampung keluh kesahku,”aku
mencoba tersenyum dalam kepahitan yang aku rasakan. Apalagi mama, sudah mulai
merencanakan untuk mengenalkanku dengan pangeranku. Ingin aku menolak semua
perjodohan konyol ini, tapi apa aku punya kekuatan untuk itu. Melanggar
perintah mama dan papa??? Aku tak punya keberanian untuk melawan mereka, aku
terlalu takut!!!!! Kalau saja aku punya keberanian,aku ingin kembali ke desa
Ciherang untuk kembali bertemu dengan Farhan. Apakah Farhan juga
mengingatku????? Ponselku berbunyi, cepat kuangkat setelah tahu Farhan yang
menelponku. Aku begitu girang saat aku tahu Farhan menghubungiku. Begitu banyak
cerita dan kerinduan yang aku ungkapkan padanya, begitu juga Farhan menyatakan
rindunya padaku.
“Apa? Jadi kamu juga sudah dijodohkan dengan anak teman
bapakmu?” aku ternganga sebentar sebelum aku tersadar .
“Mungkin kita tak berjodoh?” tanyaku padanya, aku mendengar
desahan nafasnya.Aku tak rela Farhan akan berjodoh dengan wanita lain, wanita
itu seharusnya aku yang begutu mencintainya. Ponselku kututup , perasan gamang
sudah pasti akan selalu menemani hari-hariku selanjutnya. Kini sudah pupus
harapan aku memiliki Farhan, dia sudah milik orang lain.
Hari-hariku semakin menyedihkan kala hati ini tak mampu
menghilangkan Farhan dalam pikiranku. Aku sibukkan semua hariku dengan
menyelesaikan skripsiku, mungkin dengan aku sibuk, paling tidak aku bisa
menghilangkan sedikit saja mimpi-mimpi tentang Farhan.
“Jangan terlalu diforsir May, nanti kamu sakit,” tegur
Sasha.
“Biar saja, Sasha, aku ingin melupakan Farhan dengan
menyibukan diri,” aku kembali mengetik di perpustakaan kampus. Sasha memandangku
dengan sedih.
“Kamu baik-baik saja kan?” Sasha balik bertanya padaku.
“Tenang saja, aku baik-baik saja kok,” aku tersenyum kecut
padanya. Mungkin aku terlihat baik-baik saja, tapi hatiku hancur lebur. Sungguh
usahaku untuk menyibukan diri ada
hasilnya juga skripsiku sudah rampung dan tinggal menunggu sidang.
“May, kamu benar sudah selesai skripsimu?” tanya papa, aku
mengangguk.Saat itu aku, papa dan mama sedang santai di belakang rumah yang
menghadap kolam renang. Secangkir teh hangat dan kue bikinan mama selalu menemani
sore-sore hari .
“Nah, karena kamu sudah selesai skripsimu, papa akan
mengenalkanmu dengan anak reman papa yang akan menjadi pendampingmu kelak,” aku
tethenyak sesaat, wajahku memucat dan
aku melirik mama yang terlihat pura-pura tak memperhatikanku.
“Emangnya harus ya pa?” tanyaku takut-takut.
“May, kau tak perlu takut, papa tak mungkin menjerumuskanmu
, ini juga untuk kebaikanmu.Priyo, pria yang sederhana, bertanggung jawab,
sopan, papa yakin , kamu suka dengannya,” papa melirikku dengan senyumnya.
Senyumnya itu seperti tanda aku tak mungkin menolak perintahnya.
“Nah, mama, mungkin minggu depan, buat pertemuan dengan
keluarga pak Wahyudi untuk membicarakan pernikahan anak-anak kita.” Aku lebih
banyak diam mendengarkan semua perkataan papa, tak mungkin aku berani
menolaknya, aku sudah terbiasa ada dalam sangkar emas yang sudah dibuatkan oleh kedua orangtuakau, apa aku
mampu melepaskan diriku dari sangkar emas ini????? Kepalaku mulai pusing , aku
berpamitan pada papa dan mama.
“Aku ke kamar dulu, kepalaku agak puisng,” aku tak
menghiraukan pandangan heran papa dan mama. Segera kurebahkan tubuhku di tempat
tidurku .Selamat tinggal Farhan, selamat tinggal cinta pertamaku.
Malam ini aku sudah berdandan rapi, dengan dres warna biru
tanpa lengan. Aku mematut diriku di depan cermin. Inikah putri Mayla yang akan
bertemu dengan pangerannya????
“Sudah siap May, tamu sudah datang,” mama mengajakku ke
ruang tamu. Ada sedikit rasa berdebar di hati , ingin aku tahu segagah
Farhankah??? Atau sebaik Farhankah???atau bisa memberiku rasa nyaman seperti Farhan????
Aku hanya menanti pertemuan ini yang akan mengubah hidupku kelak, akan bahagia
atau duka???
“Nah, ini anak kami, Mayla,” saat aku mendongak aku begitu
terkejut saat aku melihat Farhan ada di depanku.
“Farhan?”
“Namaku, Farhan Priyo Putra Wahyudi,” Farhan menyalamiku dan
menatapku lembut, aku tertunduk malu, ada kelegaan di hatiku ternyata
pangeranku adalah cinta pertamaku.
“Namaku Mayla Carla Joyokusumo,” aku menyebut nama lengkapku. Astaga diluar dugaanku karena aku ternyata
berjodoh dengan Priyo yang tak lain Farhan. Farhan diberitahu akan jodohnya
oleh orangtuanya adalah Carla , namaku juga. Rasanya perjodohan yang dulu amat kubenci sekarang justru membuat hatiku
berbunga-bunga, aku memandang papa dan mama dengan rasa terimakasih telah
memberikan aku jodoh terbaik buatku. Benar kata papa, kalau papa mau aku
bahagia dengan pilihannya.Kini semua begitu nyata di hadapanku.Takdir mempertemukan
aku putri Mayla dengan pangeran Farhan dalam perjodohan. Jadi mengapa jadi
takut dengan perjodohan, lihat aku sekarang Putri Mayla bahagia dengan perjodohannya.
2 komentar:
30 Januari 2017 pukul 20.46
ceritanya menyentuh sekali ini... bagus jelas dan padat..
31 Januari 2017 pukul 11.54
makasih rumah warna
Posting Komentar