Gambar dari sini
Pagi itu terasa sepi di lorong kelas, anak-anak sedang sibuk
dengan pelajaran yang diberikan guru-guru di sekolah swasta Harapan . Entah
mengapa pagi ini aku agak merasa ada yang bakal terjadi , dan tak biasanya ada
perasaan gelisah di hatiku. Menyapa murid-muridku yang sudah menantiku di
kelas, rasanya juga tak ada semangat untuk mengajar. Sampai saat aku sedang
melihat hasil latihan anak-anak ada sekelebat bayang-bayang yang melesat di
koridor kelas dan bayang-bayang itu semakin jelas , bayang-bayang manusia. Aku
berdebar kencang tapi untungnya wajah bayang-bayang itu bukan wajah yang mengerikan
sehingga aku tetap bisa bersikap tenang. Aku tak boleh menjerit atau ketakutan
, ada anak-anak yang sedang belajarr. Walau mereka anak SMA tapi jiwa mereka
masih labil.
“Bu, ada
apa?” tanya Lili. Aku menoleh pada Lili dan aku usahakan tersenyum padanya.
“Gak ada
apa-apa, kepala ibu agak pusing,” tukasku.
“Duduk dulu
saja bu, biar aku ambilkan teh manis hangat ,”tukas Lili dan Lili akan beranjak
dari kursinya, tapi aku melarangnya.
“Gak usah
Li, ibu baik-baik saja.” Aku melanjutkan memeriksa latihan anak-anak di bangkunya
masing-masing anak. Aku tak pernah duduk saja di meja guru tapi sering berada
dekat anak-anak, agar mereka kalau bertanya tidak sungkan lagi. Entah darimana
asalnya tiba-tiba terdengar suara jeritan dari kelas mana, tapi jeritan itu
menakutkan dan tak berapa lama banyak anak-anak yang menjerit bersamaan. Aku
bergegas ke luar dan beberapa guru sudah menggotong anak-anak yang histeris ke
luar kelas dan menidurkan di ruang angklung di dekat kantin. Semakin siang
semakin banyak anak yang menjerit-jerit. Aku segera masuk kelas dan mulai
menenangkan anak-anak untuk tidak terpengaruh dan aku menyuruh mereka untuk
berdoa dalam hati agar tak terjadi sesuatu pada mereka. Aku mulai menguatkan
mereka dan aku melihat mereka kuat dan tetap duduk di kelas . Saat itu kepala
sekolah menginstruksikan agar anak-anak dipulangkan saja. Setelah anak-anak
pulang dan memeriksa kelas demi kelas jangan sampai ada anak yang masih
berkeluyuran di kelas, aku mendatangi ruang angklung tempat anak-anak yang
histeris diletakkan. Banyak teman-teamn guru yang membantu membacakan doa-doa.
Bagi yang muslim dibacakan ayat-ayat Al Quran dan bagi yang Kristen didoakan
dengan cara mereka sendiri. Saat itu suasana begitu menegangkan. Tapi , saat
aku pegang salah satu kaki anak yang histeris , teratsa hangat , tidak dingin
dan aku juga melihat wajahnya tak tampak seperti orang kesurupan. Tapi aku sebagai
guru tak boleh berprasangka buruk dulu sebelum ada bukti nyata. Setelah mereka
tenang , mereka dipulangkan setelah orang tua mereka dipangggil ke sekolah.
Esoknya
kembali anak-anak belajar , dimulai dengan doa dan memotivasi mereka kalau hal
yang terjadi kemarin tak mungkin terjadi jika anak-anak kuat imannya dan banyak
berdoa. Beberapa aku melihat ada sedikit kegelisahan di hati mereka dan beberapa
acuh- acuh tak acuh. Anak-anak yang kemarin kesurupan juga akan didampingi guru
kelas agar mereka tetap dalam keadaan tenang. Aku melihat anak-anak yang
kemarin sempat aku curiga pada mereka kalau mereka hanya ikut-ikutan saja,
tampak tenang-tenang saja. Setelah diberi nasehat , anak-anak kembali ke kelas
masing-masing. Saat aku berjalan di lorong kelas , aku kembali kaget dengan
bayang-bayang orang yang sama , melesat di sampingku dan tepat berada di hadapanku.
Aku berhenti sejenak dan aku sibuk komat-kamit baca doa agar makhluk halus itu
tidak mengganggu diriku.
“Pergilah ,
jangan ganggu kami. Kami tak pernah mengganggu kamu,”tukasku perlahan.
“Aku tak
akan ganggu kalian , tapi ada yang memaksaku untuk keluar, sebetulnya aku tak
mau,” tukasnya dengan pandangan sedih. Aku terlonjak kaget saat bayang-bayang
itu membisikan kata-kata yang aku sendiri tak menyangka akan mendapatkan
jawaban darinya. Aku melangkah mundur beberapa langkah.
“Ada apa
bu?” tanya pak Bery. Aku menoleh ke belakang pak Bery sedang menatapku heran.
“Oh, gak
apa-apa, mungkin hari ini aku agak gak enak badan, jadi seperti melayang,”tukasku
berbohong. Tidak berapa lama kemudian
kembali terulang lagi kejadian seperti kemarin, aku menatap bayang-bayang itu
yang tampak sedih, aku berlalu tak mengindahkannya. Banyak anak-anak yang
menjerit histeris. Semua guru kerepotan menggendong anak-anak yang histeris ke
ruang angklung bahkan ruang itupun tak muat lagi sehingga beberapa anak
ditidurkan di lorong ruang angklung. Guru-guru kewalahan karena semakin banyak
anak yang histeris. Aku mulai mengamati dan aku melihat ada beberapa anak-anak
yang terlihat pura-pura histeris, tapi aku belum berani bertindak . Aku selalu
mengacuhkan anak-anak yang tampak hiteris dan aku anggap mereka pura-pura, dan
aku melihat setelah tak ada yang memperhatikan mereka , mereka tenang dengan sendirinya. Beberapa guru juga
berpendapat sama denganku ada beberapa anak yang pura-pura kesurupan. Situasi
menjaidi lebih runyam dan kepala sekolah memutuskan untuk meliburkan anak-anak
selama tiga hari berturut-turut untuk menenangkan apalagi banyak orang tua yang
mulai mempertanyakan , mengapa ini bisa terjadi dan belum lagi orang tua yang
mulai was-was keselamatan anak-anak mereka.
Saat
anak-anak libur guru-guru tetap hadir. Kepala sekolah mendatangkan orang pintar
untuk melihat ada apa di kelas-kelas dan
lingkungan sekitar sekolah. Menurutnya memang ada makhluk halus di
kelas-kelas dan sekitarnya. Jelaslah , sekolah ini adalah peninggalan Belanda dan
bangunannya beberapa masih bangunan peninggalan Belanda. Dan tak dipungkiri
kalau ada makhluk halus yang menempati ruang-ruang di sekolah ini. Masalahnya
selama ini tak pernah ada yang kesurupan dan baru kali ini saja. Ada apa???? Aku duduk di depan kelas , memikirkan
perkataan roh halus yang kemarin datang padaku. Kalau memang ada yang memaksa
roh halus itu keluar dan menampakan diri. Siapa yang melakukannya dan untuk apa????
Aku berpikir keras dan tanpa sadar sudah ada bu Neni di sebelahku.
“Melamun?”
Aku menatap bu Neni,dan aku mulai menceritakan kejadian kemarin, aku percaya bu
Neni tak akan mentertawakan aku karena dia memang sahabatku di sekolah.
“Masa
Allah, bu Retno, benarkah adanya? Lalu siapa yang memaksanya keluar? Dan untuk
apa?”tanyanya bertubi-tubi. Aku hanya mengangkat bahuku dan kembali terdiam
lama.
“Dan herannya
situasi ini diperkeruh dengan anak-anak yang pura-pura kesurupan, “ aku
memandang bu Neni. Bu Neni menganggukan kepalanya tanda setuju dengan ucapanku.
“Dikiranya
hanya aku saja yang menganggap ada beberapa anak-anak yang pura-pura histeris,”
tukasnya. Ada sekelebat pikiran di otaku tapi aku belum berani mengungkapkannya
bahkan pada bu Neni sekalipun karena resikonya besar kalau pemikiranku sampai
terungkap keluar. Saat kepala sekolah keluar bersama orang pintar yang
dipanggil, aku sedikit mendengar pembicaraan mereka. Orang pintar itu bilang
kalau roh halus itu dipaksa keluar untuk menakut-nakuti anak-anak.
“Apa orang
dalam yang melakukannya,” kudengar suara kepala sekolah.
“Mungkins
aja ,”tukas orang pinatr itu terdengar perlahan. Aku mendekat ke dinding untuk
lebih mendengar lebih jelas.
“Kalau
begitu aku mohon bapak tak perlu bilang kalau ada yang menyuruh roh halus ini
keluar dan menakut-nakuti anak-anak,”tukas kepala sekolah perlahan. Aku
terhenyak kaget, jadi apa yang dikatakan roh halus itu padaku benar adanya, ada
yang memaksanya untuk keluar, tapi siapa?????
Dari
pembicaraan kepala sekolah dan orang pintar itu , orang pintar itu sudah
mengembalikan roh halus itu ke tempatnya lagi dan orang pintar itu mengunci
agar roh halus itu tak keluar lagi. Aku sedikit lega paling tidak anak-anak
tidak lagi diganggu makhluk halus . Tapi masih ada yang mengganjal dan
membuatku penasaran. Siapa yang memaksa makhluk halus itu keluar dan untuk
apa.Itu semua menjadi pertanyaan bagiku .Setelah tiga hari libur anak-anak masuk
kembali. Kepala sekolah sudah menyatakan kalau sekolah sudah aman dari roh halus
dan guru-guru diharapkan cepat tanggap kalau ada anak yang histeris apa mereka
benar-benar kesurupan atau hanya tipuan saja. Waktu aku melangkah ke kelas Ipa,
bulu kudukku tiba-tiba merinding, bulu tengkukku seperti ada yang meniup
perlahan. Terdengar suara halus di telingaku.
“Terimakasih, aku sudah kembali lagi.”
aku mencari sumber suara tapi aku tak melihat sosok makhluk halus seperti kemarin
dulu. Sedikit lega atas pengakuan roh halus tersebut, kalau ada yang kesurupan
lagi pasti itu tipu daya anak-anak ingin cari perhatian saja. Benar saja,
terdengar lagi suara jeritan tapi karena guru-guru sudah sepakat tidak akan
memperhatikan mereka . Guru-guru hanya
mengangkat tubuh mereka dan mendudukan di teras kelas dan membiarkannya mereka
begitu saja. Ternyata mereka terdiam dengan sendirinya dan kembali belajar. Aku
juga tak mengerti apa maksud mereka untuk berpura-pura kesurupan . Mungkin
mereka hanya mencari sensasi dan cari perhatian saja, memang aku melihat
kebanyakan mereka dari keluarga yang tak memperhatikan anak-anaknya. Ah,
anak-anak yang malang hanya untuk mendapatkan perhatian saja mereka harus
akal-akalan kesurupan dulu, sungguh kasihan mereka.
Tiga bulan kemudian kepala sekolahku
mengundurkan diri dengan alasan dimutasikan ke kota lain. Aku sebetulnya sangat
terkejut dengan keputusannya yang mendadak. Aku merasa heran , tak ada apa-apa
dan apalagi kepala sekolah masih menjabat selama dua tahun belum habis masa jabatannya . Aku sedikit
curiga.
“Pasti ada sesuatu mengapa bapak pindah
kan?” tanyaku memberanikan diri untuk bertanya.
“Mengapa ibu menanyakan itu?” tanyanya.
Aku menceritakan pada beliau kecurigaanku tentang adanya gangguan dari makhluk
halus karena ada orang yang tak suka beliau menjadi kepala sekolah dan
menggunakan makhluk halus untuk membuat rasa tak nyaman di sekolah.. Pak Buhan
agak terkejut tapi beliau kembali tenang dan menyuruhku untuk tidak
berspekulasi terhadap masalah ini.
“Aku tak berspekulasi tapi berdasarkan
pengamatan dan perasaanku,” tukasku.
“Lebih baik segala hal yang terpikirkan
ibu , disimpan dalam hati saja, tak perlu orang lain tahu, agar tidak menjadi
suasana makin tegang . Biar sekolah ini kembali nyaman untuk anak-anak belajar,
tak ada salahnya aku yang mengalah pindah.” Pak Burhan tersenyum bijak. Aku sendiri
merasa kehilangan karena pak Buhanlah yang banyak mendukung kegiatanku selama
ini, entah bagaimana kalau beliau pergi. Semua sudah terjadi tak ada yang perlu
disesali, kini aku yakin ternyata banyak orang jahat diluar sana yang menggunakan
makhluk halus untuk mencapai tujuannya karena merasa iri terhadap kemajuan orang
lain. Persitiwa ini memberiku pelajaran betapa rasa iri akan membawa hati
manusia menjadi kejam .Apapun akan mereka lakukan demi tujuan mereka. Aku
kasihan dengan orang-orang seperti itu. Aku hanya mendoakan agar pak Burhan
sukses di sekolah barunya.
6 komentar:
20 Mei 2017 pukul 09.30
Suka banget sama ceritanya mba
20 Mei 2017 pukul 12.13
ya ii berdasarkan kisah nyata yanga ku modifikasi dikit
22 Mei 2017 pukul 17.51
merindiing...
23 Mei 2017 pukul 12.18
masa sih? padahal gak serem2 banget
17 Juli 2017 pukul 19.58
Saya pernah punya temen yg ayahnya dukun.. dia sering kesurupan di sekolah.. mudah2an dia udah gak begitu lagi.
18 Juli 2017 pukul 12.22
oh jadi beneran itu sih ya, bukan dibuat2
Posting Komentar