Gambar dari sini
Tak aku sangka hari ini aku bertemu kembali dengan temanku Garin
setelah sekian tahun tak pernah berjumpa . Setelah lulus kuliah tak pernah lagi
bersua. Aku merantau ke kota Jakarta. Ah aku memandangnya sedikit iri. Garin
tampak berbusana jas yang aku tahu berapa haga yang harus Garin keluarkan untuk
jas itu.
“Hai,
sapaku,” sambil menjabat keras tangannya. Tangan Garin begitu kuat meremas
tanganku. Rasa percaya dirinya tampak dari genggaman tangannya. Dari tampilannya
aku tahu mungkin dia pasti jabatan tinggi di perusahaannya atau bisa jadi
pemilik perusahaan.
“Halo,
Rangga ya,” tegurnya . Aku mengangguk kecil.
“Sudah lama
ya tak berjumpa. Kerja dimana?”
“Itu di PT
Agung Purnama,” tukasku cepat sambil menunjuk ke arah kantorku. Garin
mengangguk .
“Ok, kapan-kapan
kita ketemuan ya. Hari ini aku sibuk. Bisa minta nomer teleponmu? “ Aku
menganguk dan memberikan nomer ponselku. Aku berlalu dari hadapannya. Ririn
mengejarku dan berjalan di sisiku.
“Kamu kenal
dengan pak Garin?”
“Iya dia teman kuliahku.” Aku memandang Ririn
dengan pandangan heran . Mengapa dia menanyakan tentang Garin padaku.
“Ganteng
ya. Sudah ganteng , dia pemilik PT Global Angkasa.” Aku hanya manggut-manggut saja. Ternyata
dugaanku benar. Dari pakaian saja sudah bisa dilihat posisi seseorang di
perusahaan.
Ponselku
bergetar , tampak nomer yang tak aku kenal tampak di layar. Agak ragu untuk
menerimanya.
“Halo.”
“Aku , Garin.
Makan siang yuk. Aku tarktir ya. Di kafe depan kantor saja .” Aku mengiyakan
saja. Toh tak ada salahnya bertemu dengan teman yang sudah lama tak ketemu.
Sekalian silaturahmi. Aku ingat dulu sekali Garin adalah teman yang sangat
sederhana. Dia dari kampung di gunung kidul. Hidupnya susah. Untuk kuliahpun
dia bekerja serabutan. Pokoknya dia sosok pekerja keras. Walau Garin mendapat
beasiswa tapi itu tak mencukupi, karena Garin perlu makan, bayar kosan. Apalagi
hidup di kota Bandung yang memerlukan biaya yang tak sedikit. Ternyata sekarang
dia bisa menjadi orang yang sukses. Pemilik perusahaan. Sungguh beruntung!!!!
Aku??? Dari sejak kuliah hanya bisa menjadi karyawan. Karyawan kontrak. Setiap
tahun harus berdebar-debar kalau-kalau saja tak diperpanjang kontraknya , masih
harus berjuang mencari pekerjaan lainnnya.
Rumah BTN sederhana yang masih harus nyicil setiap bulannya. Hidupnya masih
susah. Hampir setiap hari Rina, istrinya
mengeluh dengan harga-harag di pasar yang terus merangkak naik sedangkan
gajinya tetap saja tak merangkak naik. Begitu juga dengan jabatannya. Kalau
saja Rina tak membantunya mencari uang, mungkin uang gajinya tak cukup untuk
hidup. Ah, mungkin sudah nasib hidupku seperti ini. Mengapa harus aku
keluhkan,semua sudah punya takdirnya masing-masing.
“Sudah
lama? Maaf terlambat, masih banyak yang harus aku tandatangani.” Garin duduk di
hadapanku.
“Gak
apa-apa. Jelaslah kamu direktur tugasnya pastilah banyak,”tukasku. Garin menyuruhku
untuk memesan makanan. Aku melihat menu makan siang di kafe ini. Biasa makan di
warteg belakang kantor, membuat aku bingung memlilih menu yang semuanya asing
bagiku. Garin memberikan pesanan pada pelayan di sana.
“Betah kamu
kerja di sana?” Ah, bagiku mau betah atau tidak tak aku pedulikan, yang penting
aku bisa mendapatkan uang. Garin
menyuruhku untuk melamar saja di kantornya. Masih butuh tenaga komputer di sana.
Aku hanya mengagguk saja. Tak lama Garin menceritakan semua hal tentang
dirinya. Termasuk mengapa dia bisa menjadi pemilik PT Global Angkasa. Ternyata
Garin menikah dengan anak pemilik PT Global Angkasa. Dan kini bisa menjadi
miliknya seutuhnya.
“Sungguh
beruntung ya . Dapat anaknya juga dapat perusahaannya,” tukasku. Tapi aku
melihat raut Garin berubah.
“Kamu salah
, Rangga. Apa yang dilihat , kadang tak sama apa yang dirasakan.” Garin terdiam
lama.Aku menunggunya berbicara lagi. Lama Garin diam, sebelum dia melanjutkan
ceritanya. Ternyata Garin mendekati Dina istrinya sekarang, juga punya maksud
tertentu, agar dia bisa menajdi bagian dari perusahaan besar ayahnya. Aku
sedikit terkejut , karena tak menyangka sikap Garin seperti itu.
“Kamu
terkejut ya?” aku tersenyum. Garin tak mau hidup susah lagi. Sudah cukup selama
hidupnya dia harus mengais rejeki dengan pkerejaan kasar. Dia ingin mengubah
hiudpnya tapi lewat jalan pintas.
“Tapi tak
semulus seperti yang aku harapakan,”selanya. Ternyata memang hidupnya berubah .
Semua yang dulu ia tak miliki, sekarang bisa dia genggam . Tapi untuk itu
ternyata diperlukan pengorbaan yang cukup besar. Pengorbana perasaan. Mertuanya
tak mau kalau orang lain tahu dia punya besan orang miskin dari gunung kidul.
Akibatnya sejak menikah Garin memutuskan silahturahmi dengan keluarga besarnya.
“Jadi ,kamu
tak pernah menengok atau apalah pada keluargamu?” tanyaku heran. Garin menggeleng
lemah. Tampak air mata mengenangi bola matanya. Garin memalingkan wajahnya
untuk menutpi air matanya. Aku terdiam lama.
Setelah lama terdiam, Garin melanjutkan lagi ceritanya. Bukan itu saja
Garin harus menuruti semau perintah dari ayah mertuanya untuk menjalankan
perusahaannya. Termasuk tak pernah membayar pajak seratus persen. Garin disuruh
untuk kongkalikong dengan pegawai pajak
agar perusahaannya bisa bebas tak mebayar pajak seluruhnya. Aku
terhenyak. Ini bukan sifat Garin. Dulu dia amat jujur dan santun. Semua bisa
berubah .
“Kenapa?”tanyaku
heran.
“Entahlah.
Mungkin aku ingin cepat merubah nasibku. Tapi mungkin ini jalan yang salah.
Tapi ini sudah telat aku berbalik arah.” Garin kembali terdiam lama.
“Dan kamu
tahu Rang. Sekarang aku lagi punya masalah besar. Karena aku sudah ketahuan tak
bayar pajak dan ketahuan menyuap pegawi pajak.
Dan aku sudah suap lagi ternyata
kasus tetap dilanjutkan. Aku takut sekali,” tukasnya lemah.
“Tinggal
tunggu waktu. Aku bakal di penjara.”
“Oh, aku
tak tahu Garin. Aku baru tahu.” Bagaimana aku tahu. Mana sempat aku membaca
koran. Aku sudah sibuk untuk mencari uang agar dapurku ngebul. Garin memegangi
kepalanya. Aku tak tahu apa yang harus aku katakan.
“Aku turut
prihatin.” Hanya itu yang bisa aku ucapkan padanya. Cerita siang ini banyak
mengubah cara pandang aku pada hidup ini. Semua yang terlihat indah di mata
kita belum tentu sama seperti yang kita bayangkan. Intinya kita harus bersyukur
dengan apa yang sudah kita punya.
Sudah
seminggu setelah pertemuan dengan Garin, aku mendengar ceriat dari Ririn kalau
Garin ditangkap KPK tadi malam. Aku terduduk lemas. Akhirnya Garin harus berakhir di jeruji besi. Aku menceritakan
tentang Garin pada Rina. Rina terdiam lama .
“Kita memang tak hidup mewah. Tapi
kita patut bersyukur. Kita gak pernah kekurangan. Belum tentu apa yang kita
lihat bagus, bagus untuk hidup kita,”tukasku. Rina mengangguk menyeujui perkataanku.
Cerita Garin membuat aku tersadar, untuk selalu hidup sesuai dengan tuntunan
Allah Bukan hanya mengejar duniawi tapi kehidupan kelak juga harus kita kejar.
Aku bersyukur dengan hidupku, jauh lebih bersyukur daripada sebelumnya
8 komentar:
19 Maret 2018 pukul 16.36
Kasihan ya Garin, mengalami tekanan batin karena putus hubungan dengan keluarga, lalu akhirnya masuk penjara. Maka, hidup lurus, meski sederhana, tentunya sangat membahagiakan. Sebab, bahagia itu rasa, dan ini tentu soal hati, bukan soal benda. Begitu ya, Bu Tira.
20 Maret 2018 pukul 12.20
iya pak, hidup harus selalu bersyukur ya
21 Maret 2018 pukul 04.56
Setiap pilihan memang memiliki konsekuensi yang harus kita pikul ya
21 Maret 2018 pukul 12.21
betul mbak evylia
26 Maret 2018 pukul 06.26
Awal yang pasti memiliki akhir
26 Maret 2018 pukul 12.53
betul mbak lunar
26 Maret 2018 pukul 15.41
teman lama yang memberikan inspirasi
27 Maret 2018 pukul 12.23
betul cinemax21
Posting Komentar