Sita, Maafkan Aku

Senin, 30 April 2018


Gambar dari sini 
 

Aku masih tergolek lemah di tempat tidurku di rumah sakit.Kecelakaan di batas kota kemarin masih terbayang , sangat menakutkan.. Memang saat itu aku tidak bisa berkonsentrasi , masih saja terngiang amarah Sita padaku. Aku tak mampu meredam amarahnya sampai akhirnya aku memutuskan pulang, pertengkaranku dengan Sitalah yang membuatku lengah di jalan dan memaksaku untuk berakhir di rumah sakit.
            “Kok, melamun Arleta,” ibu bertanya sambil membenarkan posisi tidurku. Kepalaku masih terasa pusing. Kata ibu aku sampai harus ditransfusi darah karena kehabisan darah.
            “Mama, apa Sita masih marah padaku ya,”aku menatap mama yang duduk di sampingku.
            “Sudah , sekarang jangan kau pikirkan itu dulu, pikirkan kesembuhanmu, banyak istirahat dan jangan banyak pikiran,” ibu mulai menyuapiku. Rasanya sulit untuk menelan buburnya, aku masih saja kepikiran Sita yang tampak marah padaku.

            Aku dan Sita memang sudah bersahabat sejak SMP, walau semasa SMA tidak satu sekolah tapi tidak membuat hubunganku putus dengannya dan di tempat kuliah aku bersama dengan Sita lagi. Memang aku dan Sita mempunya minat yang sama dalam jurnalistik sehingga jurusan komunikasilah yang menjadi pilihanku dan Sita. Semua teman bilang kalau aku dan Sita seperti adik kakak yang selalu besama kemanapun pergi. Memang aneh sih, banyak kesukaan aku dan Sita yang hampir semuanya sama tapi ada beberapa sifat yang agak bertolak belakang walau itu tak membuat aku dan Sita bertengkar, semua bisa diselesaikan dengar rasa persahabatan sejati. Sampai pada peristiwa yang menyebabkan aku kecelakaan,semua berhubungan dengan rasa cinta pada orang yang sama, Linggar.

            “Lihat Linggar, Ar,” aku menoleh dan melihat Linggar berdiri di dekat perpustakaan.
            “Ganteng sekali ya , Sit, apa dia sudah punya pacar ya,” kataku , Sita menarikku dan mengajaknya mendekati Linggar.
            “Hai,” sapa Sita pada Linggar. Itulah awal perkenalanku dengan Linggar mahasiswa tehnik. Entah mengapa aku merasakan debaran jantungku semakin kuat saat aku berdekatan dengan Linggar dan ada rasa malu untuk menatap wajahnya. Sita lebih bisa bercerita dan banyak menanyakan banyak hal dengan Linggar. Aku mulai sering memperhatikan Linggar ada sesuatu yang berbeda dari pria ini, walau termasuk pria populer di kampus tidak membuatnya sombong. Sepertinya aku sedang jatuh cinta. Entah mengapa aku tak pernah menyatakan kalau aku jatuh cinta pada Linggar ke Sita, apa mungkin karena aku tahu Sita juga mengharapkan Linggar. Aku menyimpan rapat-rapat cintaku dalam kotak hatiku.

            Sampai suatu malam Linggar datang ke rumahku. Aku masih ternganga saat kulihat Linggar berdiri di depan pintu.
            “Hai, mengapa bengong, boleh aku masuk?” tanyanya. Aku mempersilahkan Linggar masuk, walau aku masih bingung ,Linggar tahu alamatku dari siapa ya??? Pertemuan-pertemuan selanjutnya sudah bisa ditebak ,akhirnya aku dengan Linggar jadian, tapi aku belum memberitahukan Sita, aku takut dia marah karena aku tahu Sita sangat suka dan sudah berusaha keras untuk mendapatkan perhatiannya.
            “Ar, kamu sudah pernah bicara belum sama Sita kalau kita sudah jadian,?” tanya Linggar, aku hanga menggelengkan kepala.
            “Itu gak benar loh, nanti malah Sita marah besar,” Linggar menatapku.
            “Aku tahu, Ling, tapi aku masih belum tega kalau harus memberitahukannya, tapi pelan-pelan aku akan beritahu kok,” aku hanya bisa menunduk.Linggar mengangkat bahunya.
            “Lambat laun pasti akan ketahuan loh,” “iya,” kataku menyelanya. Aku masih terdiam dalam benakku , aku harus memberitahu Sita secepatnya.

            Malam itu aku pergi menonton film  Cahaya 99 di Langit Eropa dengan Linggar, walau aku agak tidak enak hati pada Sita telah menolaknya tadi siang untuk nonton bersama . Bioskop sudah ramai dan penononton sudah berjubel di loket pembelian karcis, untungnya Linggar mendapatkan karcisnya..
            “Oh, gini ya bilangnya mau mengantarkan mama, tahunya kamu pergi dengan Linggar, ternyata kamu menusukku dari belakang ya,” teriak Sita marah. Aku juga tak kalah kaget setelah melihat amarah Sita padaku. Aku ingin menarik lengan Sita tapi keburu Sita berlari keluar.

            Waktu terasa lama hari demi hari, Sita tak mau lagi bicara denganku, sampai akhirnya aku memutuskan untuk datang ke rumahnya.
            “Sit, dengar dulu penjelasanku, bukan aku mau menikungmu tapi aku harus menunggu saat yang tepat.” Aku mulai merepet bicara pada Sita.
            “Gak perlu penjelasanmu, kamu kan tahu kalau aku suka sekali dengan Linggar,” katanya marah, “kamu sudah mengkhianatiku, aku tak mau melihatmu lagi.” Aku pulang dengan perasaan gundah , cinta memang kadang dapat memutuskan persahabatan tapi aku tak mau, aku sayang dengan Sita.  Gubrak!!!! Akhirnya aku tak ingat apa-apa setelah kejadian kecelakaan itu.

            Aku masih merenung di kamar rumah sakit, andai saja Sita datang kemari, aku ingin berterimakasih karena dialah pendonor darahku . Kulihat Sita masuk ke kamarku.
            “Sit, makasih, aku rela melepaskan Linggar asal aku masih bisa menjadi sahabatmu,” kataku sambil kutarik tangannya. “Aduh”, aku menjerit karena kakiku yang patah tertarik.
            “Gak perlu Arleta, aku maklum kalau cinta tak mungkin dipaksakan, mungkin memang Linggar itu jodohmu bukan aku.” Sita memelukku erat sekali, aku hanya bisa berurai air mata haru.
            “Aduh, hati-hati Sita, kakiku,” aku menjerit saat Sita menyenggol kakiku. Aku merasakan dadaku lega sekali, itulah gunanya sahabat sejati. Sahabat yang selalu ada buat kita saat suka atau duka dan sahabatlah yang akan mengisi kekurangan kita bukan kekosongan itu kata Khalil Gibran, tapi menurutku sahabat adalah kado terindah buat diriku sendiri. Aku tersenyum saat Sita mulai menulis di gips di kakiku dengan tulisan sahabat FOREVER!!!!!!!

8 komentar:

Dina langkar Says:
30 April 2018 pukul 14.46

Perih banget ceritanya yaa mak,jd ingat pengalaman dulu waktu masih bujangan.xixixi


www.dinalangkar.com

Ngayap.com Says:
30 April 2018 pukul 16.49

Happy ending, kirain jadinya kaya lagunya tata Janeta korbanmu

Admin Says:
30 April 2018 pukul 20.15

Kirain sita itu cowo :/ aku kurang fokus

Blogger Surabaya | Rey - reyneraea.com Says:
1 Mei 2018 pukul 05.19

Kereeenn ceritanya, meski ada beberapa yang kurang pas atau kurang lengkap.
*efek keseringan baca cerpen di KBM 😊

Tira Soekardi Says:
1 Mei 2018 pukul 12.22

tapi akhirnya beres kan mbak dina

Tira Soekardi Says:
1 Mei 2018 pukul 12.23

dari cerpen teringat akan lagu, yahud deh mas idris

Tira Soekardi Says:
1 Mei 2018 pukul 12.28

mas panca, sita wanita tulen

Tira Soekardi Says:
1 Mei 2018 pukul 12.31

makasih mbak reyne, namanya cerpen makanya gak semua bisa diceritakan

Posting Komentar