Gambar dari sini
Malam itu aku masih rebahan di kamarku yang sempit. Masih terbayang
wajah Irma dalam benakku. Tak kenal maka tak sayang begitulah pepatah yang ada,
memang begitu kenyataannya. Pertama
kulihat Irma, anak bos CV Aneka yang juga bekerja di perusahaan itu, angkuh
dengan dagunya sering terangkat ketika
wajahnya menatap lurus ke depan, tapi semua itu berubah saat aku dan Irma harus
lebih banyak bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan. Penilaianku salah
besar, Irma adalah wanita pintar yang tutur katanya sopan dan lembut, wajahnya
yang manis menambah kesan positif padanya.Mungkin memang cara berjalan dan dagu
yang terangkatnyalah yang membuat kesan Irma angkuh. Makin hari hatiku semakin
tertambat , dan debar jantungku selalu bertambah cepat saat-saat aku harus
berdekatan dengannya. Beberapa kali aku diajak makan siang bersamanya dan
obrolanpun mengalir begitu saja , sehingga waktu-waktu santai ini menghanyutkan
perasaanku yang paling terdalam. Aku tersenyum membayangkan saat-saat berdua
dengannya, selalu banyak kesan yang mendalam dalam hatiku.
Terdengar
ketukan di pintu kamarku. Aku beranjak dengan malas dan kubuka pintuku ternyata
ayah. Ayah masuk kamarku dan duduk di tempat tidurku.
“Bagaimana
dengan pekerjaanmu,” kata ayah.
“Baik-baik
saja,”kataku malas. Aku tahu apa yang akan dibicarakan lagi oleh ayah.
“Ingat
Sandy, kamu bekerja di sana untuk membalaskan dendam ayah, ingat itu,” kata
ayah lagi sambil menekankan pada kata dendam.
“Iya ayah,
aku tahu,” kataku sambil mengangguk lemah. Ayah berlalu dari kamarku.
Dendam ayah
ternyata masih selalu ada di hatinya. Aku tahu perusahaan yang ayah bangun
mulai dari kecil sampai besar dan selalu mendapatkan orderan ratusan juta
rupiah membuatnya menjadi pemilik perusahaan terbesar di kota Bandung. Siapa
tak kenal dengan direktur utama Bapak Prasetyo pemilik perusahaan PT Adi
Tunggal yang bergerak di bidang properti, belum lagi anak perusahaan yang ada
di beberapa kota. Untungnya aku dan adikku di didik dengan didikan yang baik,
sehingga aku dan adikku bukan tipe anak manja dan sombong, tapi aku dan adikku tetap rendah hati dan mau bemain
dengan siapa saja. Malah ibu selalu mengajarkan aku dan adikku untuk berbagi
dengan orang-orang yang kurang beruntung. Sampai suatu saat ada rekan bisnis
ayah yang menelikung ayah dari belakang sampai ayah bangkrut dan habislah
riwayat kesuksesan ayah. Keluargaku harus pindah ke rumah yang kecil di pinggir
kota. Ayah sehari-hari membuka toko
kelontong di rumahnya. Beruntung ayah dan ibu adalah sosok yang kuat ,
bangkrutnya perusahaan tidak membuat mereka hancur tapi mereka tetap berusaha
menyekolahkan aku dan Nia sampai sarjana. Tapi satu yang tersisa di hati ayah
adalah dendam yang tidak pernah hilang dari hatinya. Aku sebetulnya sangat
prihatin, karena harusnya di masa tuanya, diisi dengan banyak amalan. Apalagi
aku dan Nia sudah bekerja dan tidak pernah lagi menyusahkan ayah lagi. Aku dan
Nia tidak pernah mempermasalahkan kalau tidak hidup dengan harta yang banyak,
yang penting kedamaian di hati . Dan dendamnya akan dibalasnya melalui
tanganku. Aku disuruh ayah untuk bekerja di CV Aneka yang dimilki Pak Broto.
Sebetulnya aku malas bekerja di sini karena akan mengingatkanku akan peristiwa
yang lalu. Tapi ayahku begitu mendesakku, akhirnya aku tak mau mengecewakan
ayah, akhirnya kuterima saja pekerjaan di perusahaan milik pak Broto. Aku sangat
yakin ayah akan membalaskan dendamnya melalui tanganku tapi sampai sekarang aku
masih belum tahu apa yang akan dilakukan ayah. Sebetulnya aku takut sekali
dengan rencana diam-diam ayah.
Aku masih
berkutat dengan komputerku dan tak terasa sudah waktu istirahat siang. Waktu
aku sudah hendak beranjak pegi makan siang, kulihat Irma menghampiriku dan
mengajakku makan siang bersamanya. Mengobrol dengannya begitu mengasikan dan
tak terasa waktu makan siang hampir habis. Aku tidak menyangka saat aku tadi mengajak
Irma nonton malam minggu nanti dan ajakan aku diiyakan oleh Irma. Hatiku
bersorak senang. Tidak menyangka Irma mau diajak pergi denganku karena setahuku
banyak pemuda yang mendekatinya. Waktu malam minggu aku jemput Irma dengan
motorku , Irma tetap mau naik motorku. Dan dadaku semakin kencang debarannya
saat Irma melingkarkan lengannya di pinggangku. Film yang kutonon tak kusimak
karena hanya Irma yang terpikirkan dalam bayangan otakku dan waktu pulang
kembali ke rumah hanya bayang-bayang indah bersama dengan Irma dan tak tersadar
seringkali aku tersenyum sendiri kala teringat kebersamaan aku dengan Irma.
Tiba-tiba Nia masuk kamarku dan melihatku sedang melamun dan senyum-senyum
sendiri.
“Wih , mas
Sandy pasti lagi jatuh cinta ya,” kata Nia menggodaku.
“Sut,
jangan ribut ,”kataku berbisik.
“Emangnya
kenapa?,” tanya Nia. Aku menceritakan kalau Irma yang kutaksir adalah anaknya
pak Broto. Nia terkejut dan tak satu patah katapun terucap dari mulutnya. Aku
dan Nia terdiam dalam pikiran masing-masing. Nia mendekatiku dan merangkulku ,
aku hanya terdiam dalam kelu, entah apa yang akan terjadi kalau ayah tahu.
Saat-saat
balas dendam ternyata sudah tiba, ayah suatu malam berbicara saat makan malam
dan membuat rencana besar untuk kulakukan. Aku hanya terdiam mendengar semua
perkataan ayah, tak ada satupun kata-kata ayah yang masuk telingaku , aku cuma
dibayangi rasa takut .
“Sandy, kau
dengar ayah tidak, dari tadi ayah lihat kamu hanya bengong saja”, kata ayah
kesal.
“Iya , yah,
aku dengar,” kataku kesal. Ternyata ayah sudah demikian detail untuk
membalaskan dendamnya. Ayah sudah mencari banyak informasi tentang klien-klien
dari CV Aneka. Ayah menyuruhku mencari file-file penawaran buat klien-kliennya
untuk di foto aku . “Awas, jangan
tidak kau lakukan, hati-hati kalau bertindak,” ancam ayah. Kutatap mata ayah ,
penuh dendam. Oh ayah, mengapa dendam masih saja menguasaimu???
“Sandy, kau dengar kan?,” tanya ayah
lagi. Aku hanya mengangguk.
“Ayah, tapi aku tidak bisa buru-buru,
harus lihat peluang untuk bisa masuk ke ruang arsip”, kataku.
“Ayah, apakah ayah tahu aku dan Nia
tidak pernah mengharapkan untuk bisa seperti dulu lagi, aku sudah bersyukur
dengan hidup saat ini,” kataku takut-takut.
“Dengar ya, kamu tidak tahu bagaimana
perasaan ayah dihancurkan oleh sahabat sendiri, kamu tidak tahu Sandy,” bentak
ayah sambil menggebrak meja. Aku terdiam seketika, kulihat ibu dan Nia juga hanya
bisa menunduk , tidak bisa menghalangi niat ayah untuk balas dendam. Waktu ayah
masuk kamarnya, ibu menghampiriku.
“Ibu tahu, kamu tak bisa melakukan itu
Sandy,” kata ibu lembut, “ibu juga tahu kalau kamu menyukai Irma .” Ibu terdiam
lama.
“Ibu juga tidak bisa menghentikan
ayahmu, sudah berulang kali ibu bicara dengan ayah, tapi rasa sakit hatinya
mengalahkan semuanya,” kata ibu lagi. Aku meletakan kepalaku di dada ibu, ibu
mengelus kepalaku lembut. Semua terdiam dalam bisu di malam itu.
Hari-hariku selanjutnya seperti neraka,
beberapa kali aku sering melakukan kesalahan , sampai aku sering ditegur pak
Syamsu atasanku. Aku mulai mengamati ruang arsip , kapan saat aku bsia masuk dengan leluasa ke dalamnya,
karena aku tak punya wewenang untuk masuk ke ruang arsip. Waktu makan siang
tiba kulihat ruang arsip tidak terkunci. Aku harus pura-pura keluar dulu dan
masuk kembali untuk masuk ke ruang arsip, tapi tiba-tiba Irma mengajakku makan
siang. Ku suruh Irma pergi dahulu, aku pura-pura hendak ke toilet terlebih
dahulu. Saat sudah sepi dengan tubuh yang bergetar semua, aku perlahan masuk ke
ruang arsip. Kulihat arsip-arsip klien-klien CV Aneka di lemari pojok di bagian
tengah. Sekali lagi kuamati sekeliling ruang dan setelah kulihat tidak ada
orang yang masuk, aku membuka laci dan mengambil arsip-arsip dan segera kufoto
secepatnya. Cepat kukembalikan pada laci tadi.
Aku buru-buru keluar sambil melihat sekelilingku takut ada yang
mengamati aku. Aku segera keluar
menyusul Irma. Ternyata Irma sudah selesai makan.
“Kemana saja Sandy, kok lama sekali?,”
tanya Irma.
“Iya, aku lagi sakit perut, dari tadi
pagi diare terus,” kataku berbohong. Irma menatapku, aku gelagapan ditatap
sedemikian rupa oleh Irma.
‘Ada ada Sandy, kok kamu gugup sekali,”
kata Irma.
‘Gak ada apa-apa kok, ya sudah selesai
istirahatnya, mari masuk kembali,” kataku mengajaknya kembali ke kantor.
Malam itu
aku serahkan hasil fotoku pada ayah, ayah mengamatinya dan tampaknya ayah
sangat menyukainya.
“Bagus
Sandy, ayah bisa balaskan dendam ayah untuk pak Broto”, kata ayah sambil
menepuk pundakku. Malam itu aku sulit
untuk memejamkan mataku, aku tak bsia membayangkan kalau pak Broto bangkrut dan
bagaimana nasib keluarganya , juga Irma. Aku sudah merasakan pahitnya bangkrut,
banyak dulu yang mengaku teman meninggalkan keluargaku dan tak mau kenal lagi.
Belum lagi harus melanjutkan hidup dengan uang seadanya. Aku tak bisa membayangkan Irma harus
menghadapi ini, apakah dia akan kuat? Di ujung malam kutumpahkan kedukaanku di
hadapan Allah, ku mohon ampunanNya . Malam ini aku hanya bisa duduk temenung,
mataku sulit kupejamkan Hari-hariku
kujalani dengan setengah hati. Aku mulai menghindar dari Irma. Aku tak mau
melihat kehancuran keluarga Irma,aku tak mau. Aku seperti orang jahat yang
menghancurkan kehidupan orang lain. Aku sudah menjadi orang jahat. Mengapa aku
harus mengikuti saran ayah, toh aku masih punya pilihan untuk tidak
melakukannya.
“Sandy, aku
mau bicara denganmu,” kata Irma tiba-tiba.
“Oh, ya
boleh, kapan,” kataku tanpa menatap wajahnya.
“Bagaimana
sepulang kantor”, kata Irma Aku hanya menganggukan kepala dan meneruskan
pekerjaanku.
Sore itu
aku dan Irma duduk di sebuah cafe di Dago Pakar. Dari sini dapat kulihat kota
Bandung. Udara sore itu sejuk dan hembusan angin mulai terasa dingin di
tubuhku. Masih dalam diam aku tatap matanya yang semakin sendu. Aku tak sanggup
melihat kesedihan yang tampak di wajahnya. Aku harus menyudahi semuanya sebelum
Irma tahu semuanya.
“Sandy, ada
apa, aku tak mengerti mengapa kamu menghindar dariku, apa salahku?,”tanya Irma.
“Engkau tak
salah apa-apa, hanya aku saja yang
salah,” kataku. Aku hanya bilang pada Irma bahwa aku harus pergi darinya, aku
bukan orang baik untuknya. Irma menggeleng-gelengkan kepalanya dan kulihat air
matanya mulai mengalir , kuraih Irma dalam pelukanku. Kuusap lembut rambutnya ,
aroma wangi tercium dari rambutnya. Kulepaskan pelukanku dan kugenggam
tangannya.
“Aku
mencintaimu, tapi cinta itu tidak harus memiliki kan?,”tanyaku,” “aku harus
pergi dan ku tak akan kembali,”
“Mengapa?,”
tanya Irma, masih terisak “jangan pegi ,”
‘Kamu tak
mungkin mengerti Ir, tapi aku harus pergi”, kataku lagi. Sore itu ada sebagian
hatiku yang hilang, rasanya sakit sekali.
Sudah dua
bulan aku pindah kerja di kota Bogor. Aku tahu ayah masih menunggu waktu yang
tepat untuk melakukan dendamnya. Aku disuruhnya pindah kerja agar ketika ayah
melakukannya aku akan aman. Semua sudah diperhitungkan dengan cermat oleh
ayahku. Dan bulan kelima setelah kepindahanku, aku mendengar dari Nia, kalau
usaha pak Broto benar-beanr sudah bangkrut. Aku gelisah , ingin rasanya aku
pegi ke Bandung untuk melihat keadaan
Irma, apa dia baik-baik saja. Tapi aku tak pantas buat Irma, ayah telah
menghancurkan hidup Irma, apakah aku masih pantas untuk menjadi lelaki
pilihannya???. Sabtu pulang kerja, aku
menyempatkan diri pulang ke Bandung. Aku melihat ada kepuasan di mata ayah, ayah
telah membalaskan rasa sakit hatinya
pada pak Broto. Aku menanyakan pada Nia dimana keluarga Irma tinggal .Menurut
Nia, keluarga Irma pindah ke pinggiran kota di perumahan Antapani. Dari kejauhan aku melihat rumahnya., tampak Irma
sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya. Kupandang sekali lagi wajah yang
sangat kukenal itu. Dia masih terselip di sebagian hatiku. Kutinggalkan cintaku
di hatinya . Tak mungkin cinta ini bisa menyatukan hati , ada dendam di
antaranya. Kubalikan tubuhku dan kulangkahkan kakiku menjauh dari cinta yang
dulu pernah ada dan akan selalu ada di sanubariku.
4 komentar:
6 November 2018 pukul 20.57
"Dendam" selalu menarik utk diselipkan dalam berbagai kisah cinta.. Bagus ceritanya :)
7 November 2018 pukul 11.35
makasih mas irsyad
9 November 2018 pukul 18.08
ya ampuuun kasihan Sandy dan Irma.
Bagus ceritanya Mbak..
Semoga Sandy segera menemukan cinta barunya.
Atau dilanjutkan saja, mereka berdua ketemu lagi ?
10 November 2018 pukul 11.30
wah entahlah kalau jodoh mungkin kali ya mbak dian
Posting Komentar