gambar dari sini
Sore itu mesjid At Taqwa masih sepi hanya beberapa orang
yang masih menjalankan solat asar. Aku melangkahkan kakiku menuju ruang
kegiatan remaja mesjid di samping mesjid. Belum ada siapa-siapa, benar juga
orang indonesia itu selalu ngaret , tidak tepat waktu.Padahal sudah jelas , di
islam ada surat demi waktu , yang menyuruh
kita menghargai waktu, tapi kenyataannya masih saja teman-teman yang lain
terlambat datang. Kalau begini terus banyak waktu yang terbuang.
“Asalamualaikum,”
Syfa masuk diikuti dengan Dinar.
“Waalaikumsalam,”
aku menyahuti .Sebentar kemudian anggota nasyid Gita Warna datang silih
berganti.Memang hari ini jadwal latihan rutin.
“Lain kali
jangan telat dong, banyak waktu terbuang , apalagi kita hanya punya waktu satu
jam saja,” selaku dengan nada kesal
melihat teman-teman lainnya sepertinya tak merasa bersalah karena datang
terlambat.
“Slow saja
kali, Nisa, jangan terlalu ketat-ketat sekali, toh selama ini pertunjukkan kita
selalu bagus,”protes Dinar.
“Iya, tapi
kan setiap orang kan punya urusan yang lain selain latihan, kalau telat terus ,
urusan yang lain akan terbelangkai,”aku tak mau kalah untuk protes kembali.
Sapto melerai aku dan Dinar yang sudah mulai mempertahankan argumen
masing-masing dan tak ada satupun yang mau mengalah.
“Benar ,
kata Nisa, selama ini kita selalu telat terus, seperti hari ini aku hanya bisa
sampai jam lima loh, aku harus mengantarkan ibu, artinya latihannya jadi
terhambat, coba dari tadi mungkin sudah selesai,” Sapto menunjukan kebenaran
dari kata-kataku, tapi Dinar masih cemberut saja karena merasa Sapto membelaku
“Kamu jelek
kalau cemberut gitu Dinar,” tukas Toni sambil menepuk pipi Dinar. Sapto
mengajak untuk latihan agar latihan hari ini cepat selesai.
Kelompok
nasyid Gita Warna memang sudah banyak dikenal di kota Cirebon, sering mendapat
banyak undangan bahkan sampai luar kota . Apalagi kelompok kami tak terpaku
dengan ritme yang melankonis saja tapi ada yang digabungkan dengan rep,irama
melayu dan alat musik gamelan. Kelompok nasyid kami ini sifatnya sosial belum
komersil hanya sebagai media dakwah . Mungkin dengan lagu terutama untuk anak
remaja akan lebih cepat dimengerti dibanding dengan ceramah. Dan juga memadukan
dengan alat gamelan untuk melestarikan budaya daerah Cirebon. Kak Aman yang
mulai memperkenalkan dan melatih nasyid kepada remaja islam di mesjid At Taqwa.
Walau personilnya tidak rerlalu banyak tapi cukup bisa melantunkan lagu-lagu
untuk memberikan dakwah lewat lagu. Kelompok kami juga pernah mendapat
penghargaan dari pemerintah kota dan pernah menjuarai lomba nasyid tingkat
nasional. Lebih menarik lagi Seno sering membuatkan lagu dan hampir semua lagu
yang dia ciptakan selalu memberi kesan tersendiri dan punya sentuhan yang
menyentuh dan menggetarkan jiwa. Salah satu lagu yang dia ciptakan lagu “Meluruhkan
Jiwa”, tentang kekuatan seseorang dalam sakitnya karena kekuatan yang diberikan
Allah. Kadang kalau menyanyikannya air mataku sudah tergenang di pelupuk mata
siap mengalir ke pipiku.
Tak
disangka lagu Meluruhkan Jiwa dilirik oleh poduser rekaman dan mereka
menawarkan rekaman . Kak Aman menyanggupi dengan beberapa syarat agar rekaman
ini bukan untuk komersil tapi keuntungannya untuk membangun mesjid-mesjid di
daerah yang masih tertinggal. Mendengar kabar ini , aku dan teman-teman
merasakan kegembiraan yang sangat karena bisa merasakan rasanya memasuki dapur
rekaman.
“Ingat,
kleompok nasyid ini tujuan utamanya dakwah, makanya kalian melakukan semua ini
bukan untuk terkenal tapi untuk menyampaikan pesan untuk umat,” kak Aman
memberikan petuahnya agar kami tak menjadikan masuk dapur rekaman untuk riya.
Tak disangka-sangka ternyata lagu Meluruhkan Jiwa itu jadi laris manis, dan
hampir di setiap rumah terdengar lagu ini . Mau tak mau kelompok Gita Warna
harus banyak tampil di depan umum. Nada –nada lagupun bisa menjadi media dakwah
yang efektif. Sampai suatu hari saat grup kami mengadakan pertunjukkan di
mesjid Agung Kuningan, ada seorang ibu mendatangi kak Aman.
“Maaf, ini
kelompok nasyid Gita Warna?” tanyanya pada kak Aman. Kak Aman menganggukkan
kepalanya.
“Aku bu
Rita,” ibu itu memperkenalkan dirinya
“Ibu boleh
minta tolong pada kalian?” tampak ibu itu ragu-ragu
“Bisa minta
tolong datang ke rumah ibu, anak ibu suka sekali dengan kalian tapi sekarang
dia lagi sakit berat,” tukas bu Rita setengah memohon pada kak Aman. Tampak
jelas wajahnya mengharapkan agar kelompok Gita Warna bisa mengunjungi anaknya.
Kulihat kak Aman ragu-ragu, karena kelompok kami sudah kelelahan karena dari sejak
pagi masih belum bisa istirahat.
“Gak
apa-papa kak Aman, kasihan bu Rita,” tukasku sambil meminta persetujuan
teman-teman yang lain. Mereka semua mengangguk tanda setuju. Dalam perjalanan
ke rumah bu Rita, bu Rita menceritakan kalau Dila anaknya sedang menderita
kanker darah. Sudah hampir lima tahun menjalani pengobatan tapi sampai sekarang
belum bisa sembuh total bahkan kondisinya semakin parah. Setelah mendengar lagu
meluruhkan Jiwa, Dila menjadi lebih semangat hidup kembali walau sebetulnya
Dila tahu sebentar lagi kankernya akan menggerogoti sel-sel tubuhnya sampai dia
sudah tak tahan lagi dan paasrah dengan takdirnya. Aku terdiam lama , mendengar
penuturan bu Rita, membayangkan anak kecil harus mengalami kesakitan yanag luar
biasa. Tiba di rumah Dila, kami
melangkahkan kaki ke kamarnya Dila. Dila trelihat pucat dengan wajah yang sudah
membiru.Dekat tempat tidurnya terlihat Cd rekaman kami. Poster –poster kami
terpajang di dinding kamarnya.
“Kak Nisa,
aku suka kak Nisa,” aku mendekatinya dan merangkulnya erat sekali. Semua
kelompok Gita Warna menyalami dan memeluknya dengan perasaan yang tak pernah
bisa terungkapkan.
“Cepat
sembuh ya Dila, yang kuat seperti lagu Meluruhkan Jiwa,” tukas Dinar sambil
menghapus air matanya yang tiba-tiba saja menetes. Semua diam merasakan
keharuan yang menyelimuti kamar tidur Dila. Wajah Dila tampak bersinar, kegembiraan
dapat berjumpa dengan kelompok kami membuatnya selalu mengembangkan senyumnya
lebar-lebar. Dila memberikan lukisan buatannya untuk kami. Kami semua melihat
lukisan yang dibuat Dila, gambar kelompok Gita Warna sedang tampil.
“Bagus
sekali Dila, kami senang menerimanya,”tukas kak Aman.
Sudah
hampir dua bulan setelah kami datang ke tempatnya Dila tak pernah dengar
kabarnya sampai suatu saat kami mendapat kabar dari bu Rita kalau Dila sudah
dipanggil keharibaan , kembali ke pemilik alam semesta, Allah SWT. Bu Rita
mengharapkan agar kelompok nasyid datang ke rumahnya Ada pesan dari Dila. Tanpa menunggu lagi kami
datang ke rumahnya Dila, disambut oleh bu Rita. Tampak bu Rita masih terlihat sedih
dan matanya sembab. Bu Rita menyodorkan rangkaian puisi yang ditulis di
lembaran kertas putih dan diberi pigura.
“Dila pesan
untuk memberikan puisi ini kalau dia dipanggil Allah, “ jelas bu Rita. Bu Rita
bilang , Dila sudah merasa tak bisa menahan lagi sel kanker yang sudah
menggerogoti sel-sel darahnya, makanya Dila membuat puisi ini untuk diberikan
pada kelompok Gita Warna. Aku membaca puisi itu, tak terasa air mataku tak
dapat kubendung lagi, begitu menyentuh dan menggigil aku membacanya. Kusodorkan
kertas itu pada kak Aman.
“Aku akan
buatkan lagunya dan liriknya gunakan puisi itu, “ tukas aku yang spontan
berbicara demikian padahal aku sendiri belum pernah membuat lagu. Semua
memandangku dengan pandangan heran tapi tak lama kemudian mereka bertepuk
tangan tanda setuju tinggal aku yang agak sangsi dengan kemampuanku.
Dalam
hitungan satu bulan akhirnya aku bisa menyelesaikan lagu , walau aku agak
sangsi apakah lagu ini nantinya bisa diterima oleh masarakat. Kak Aman
mendengarkan lagu yang kubuat sambil
memainkan gitarnya. Selesai lagunya terdengar tepuk tangan teman-teman yang
lain.Tampak mereka suka dengan laguku.
“Keren
Nisa, “ sambut teman-teman yang lain. Jadilah lagu Ketegaran Jiwa , hadiah
untuk Dila. Kami semua pergi ke makamnya Dila dan mulai menyanyikan lagu dengann
lirik yang ditulis oleh Dila sendiri. Semua menitikan air mata , haru menyeruak
dalam ruang hati , tak ada satupun yang mampu menolak rasa sedih yang mendalam
saat lagu itu terdengar lagi. Aku turut terhanyut. Nada-nada lagu untuk Dila
akan selalu menjadi kenangan bagi kelompok nasyid Gita Warna. Selamat tinggal
Dila, semoga kau bahagia di sana!
0 komentar:
Posting Komentar