Gambar dari sini
Aku
sudah siap di depan toko buku ANEKA. Aku sedang menunggu Nancy dan menjemputnya dari SMA
BHAKTI. Masih terbayang saat pertemuan tak sengaja aku dengan Nancy di klub
sepeda. Wajah mungilnya meringis kesakitan saat terjatuh dari sepedanya . Aku
membantu membenarkan sepedanya dan disaat itulah perkenalanku dengan Nancy.
“Gak apa-apa kan?, tanyaku. Dia
hanya mengelengkan kepalanya. Hanya bibirnya saja agak cemberut. Dia berlalu
saja tanpa mengucapkan terimakasih padaku.
“Eh, kamu kok gak mengucapkan
terimakasih sih”,kataku. Dia menoleh dan menyalamiku sambil mengucapkan
terimakasih.
“Lupa”, katanya. Dia berlalu begitu
saja tanpa menoleh sekalipun. Dasar , anak itu, buat hatiku penasaran .
Ternyata mudah sekali menemukan
rumah si mungil. Walau harus bolak-balik kutanyakan teman-temanku di klub
sepeda. Mereka mencurugai aku , karena tiba-tiba menanyakan alamat Nancy. Tapi
tak mengapa, untuk mendapatkannya harus berjuang dulu. Perjuangan belum selesai
sampai sini saja , karena sambutan orang tua Nancy sungguh di luar dugaanku.
Mereka kelihatan sekali ketidaksukaan terhadap kedatnganku.. Tapi tak mengapa,
toh yang kusukai bukan ayahnya tapi anaknya. Pertemuan demi pertemuan membuatku
semakin dekat walau harus sembunyi-sembunyi dari keluarganya. Dan benih-benih
cinta mulai bersemi dalam hatiku, Semua menjadi indah dalam kelabunya sore
hari. Dalam hujan yang lebat yang menbasahi tubuhku dan Nancy. Dalam pelukan
kerinduan yang membuncah dalam dada . Memang benar kata orang ,cinta itu sering
mengaburkan kelam di sana, yang ada semua warna yang selalu mempesona.
Pertemuan-pertemuan rahasiaku dengan
Nancy membuat debaran- debaran tersendiri di hatiku. Seperti sedang bermain
petak umpet. Entah sampai kapan ini harus kulakuan, jerat cinta sudah merasuk
dalam jiwaku, tak mudah kulepaskan .kadang aku malu sendiri harus bermain
belakang dengan orangtuanya,. Minggu itu, aku masih ingat, aku dan Nancy sedang
bersepeda sepanjang jalan . Dari belakang ada yang berteriak menyebut nama
Nancy. Waktu aku menoleh ternyata Mala adik Nancy yang sedang naik mobil
bersama orang tuanya. Aku terdiam, kulirik Nancy, wajahnya pucat sekali.
Kugenggam tangannya erat-erat. Ayahnya turun dari mobil dan menyuruh Nancy
untuk segera pulang .
“Nanti ayah, aku masih sepedaan
dulu”, katanya. Aku hanya terdiam.
“Dah, kamu pulang saja Nan”, kataku
membujuknya .
“Anak muda, nanti sore saya tunggu
kamu di rumah”, katanya sambil menatapku tajam. Nancy memandang dengan
takut-takut, tapi kuyakinkan dia , aku tak apa-apa. Kupandang punggung Nancy
sampai menghilang di ujung jalan. Hatiku bergejolak , tak terasa gemetar
tubuhku. Tak terbayang aku harus menghadap ayahnya.
Aku terhenyak di kamarku, masih saja
kupantaskan pakaianku untuk pergi ke rumah Nancy. Kukuatkan hatiku untuk
berhadapan dengan ayahnya. Kuremas jemariku sampai terdengar suara gemeretak
dari sendi-sendi jariku, tapi tetap saja tidak membuatku tenang.Resah masih
saja mendera hatiku. Kulangkahkan kakiku
menyusuri jalan sampai di muka rumahnya.
“Selamat sore”, kataku. Ayahnya
mengangguk. Kata-kata yang terucap dari mulut ayahnya seperti bom yang siap
meledak di telingaku. Begitu menyakitkan hati ini, terasa sembilu siap menikam
sela-sela hati yang makin lama makin rapuh. Tak kuat lagi aku hanya menundukkan
kepalaku lama sekali, tak berani kutatap wajahnya yang menyiratkan kesangsian
akan hadirku untuk anaknya. Samapai akhirnya aku harus pulang dalam guratan
duka
Setiap hari kuulang lagi kata-kata
yang diucapkan ayahnya. Masih tersisa rasa sakit hatiku yang sulit kuhilangkan
. Tapi wajah mungil itu selalu menari-nari di hadapanku tanpa kusuruh setiap
saat dalam aktivitas sehari-hariku. Beberapa telpon dari Nancy kubiarkan
berbunyi tanpa kuangkat dan kusapa dirinya. Aku masih sakit hati. Sampai
akhirnya aku menyadari bahwa aku belum pantas untuk mencintai Nancy. Aku harus
menyelesaikan kuliahku yang masih tertunda karena kemalasanku. Aku harus
merajut ilmu dan bekal sampai suatu saat aku pantas untuk menjadi kekasih hati
Nancy.
Pertemuan
rahasiaku yang terakhir dengannya, menyisakan sejuta rasa yang tak dapat
kuungkapan dengan kata-kata. Kuyakinkan Nancy, untuk menungguku, sampai aku pantas
untuk menjadi kekasih dalam ikatan yang dicintaiNya. Kulihat air matanya mulai
mentes satu persatu . Hanya satu yang kuucapakan padanya bahwa ku mencintainya
sepenuh hati tapi aku lebih mencintai Allah. Biaralah suatu saat aku akan
datang lagi dan menyatukan cinta kita dengan ikatan yang resmi dalam kasihNya.
Kukecup keningnya dan kuhantarkan Nancy sampai ujung jalan rumahnya. Kupandang
sekali lagi wajahnya dan kuyakinkannya untuk percaya padaku , kalau suatu saat
aku akan menjemputnya lagi.
Saat ini terakhir kujemput di sekolahnya , masih
terlihat sembab di matanya. Kuyakinkan sekali lagi, ini bukan perpisahan
selamanya tapi hanya sementara saja. Nanti
yang, tunggu aku, aku pasti kembali.
4 komentar:
28 November 2016 pukul 14.05
Sedih rasanya. Dan, pastinya Nancy akan melalui hari-hari yg berat. Menunggu itu melelahkan :(
29 November 2016 pukul 06.13
Semoga ayahnya Nancy pada akhirnya merestui....
30 November 2016 pukul 11.19
betul mbak ery tapi jika jodoh itu akan membahagiakan kelak
30 November 2016 pukul 11.22
tentunya mbak april, karena mungkin dia ingin agar pacar anaknya kelak org yang bertanggung jawab
Posting Komentar