Gambar dari sini
Aku
masih menemani Dila . Malam itu di rumah sakit terasa sepi sekali, sekali-kali
aku mengelus kepala Dila. Kadang aku tak tega melihat penderitaan Dila yang
harus berbaring sakit , Selang-selang dipasang di tubuh Dila. Dila tidak bisa
seperti anak-anak lainnya yang bisa bebas bergerak. Sudah lama Dila menderita
kelainan jantung , tapi baru saat ini baru bisa dioperasi , Berhubung aku baru
bisa menyediakan uang untuk operasi, itupun dapat pinjaman dari sana-sini.
Entah bagaimana aku bisa mengembalikan uang tersebut tapi demi Dila anakku
semata wayang, aku dan suamiku sudah habis-habisan banyak mengeluarkan uang
untuk biaya berobat Dila.
Kulihat Dila tidur nyenyak, aku memutuskan untuk
keluar sebentar untuk mencari udara segar. Kususuri lorong rumah sakit sambil melamun
panjang. Tak terasa aku sudah jauh dari kamar Dila. Kulihat ada seorang ibu
terisak-isak di bangku depan kamar rawat.
Aku mendekatinya dan kudengar tangisannya yang membuat hati ini tak
tahan untuk ikut pula merasakan kesedihannya..Aku duduk di sampingnya.
“Bu, ada apa ?,” tanyaku. Ibu itu menoleh
dan menatapku dan kembali menangis. Kutanyakan sekali lagi , apa yang dia
tangiskan. Dia menceritakan kalau anaknya terkena kanker yang sudah stadium
empat dan harus segera dioperasi.
“Kanker apa bu?,” tanyaku lagi
penasaran
“Kanker mata,” katanya lagi sambil
menuntunku ke kamar anaknya. Aku kaget dan tak sanggup lagi untuk melihat
kengerian yang baru saja kulihat. Di bola matanya ada benjolan yang besar
sekali dan terus mengeluarkan tetesandarah karena sudah pecah.
“Kapan dioperasi?,” tanyaku.
“Ibu tidak tahu karena harus
menyediakan uang 50 juta , tapi ibu dapat dari mana uang itu,” kata ibu itu
lagi,”mungkin besok akan ibu bawa pulang lagi”. Aku terdiam lama sekali. Aku berpamitan dengan ibu itu , diam-diam aku
melangkahkan kakiku kembali ke kamar Dila.
Sepanjang malam itu aku tak bisa
tidur , aku masih terbayang wajah anak ibu itu yang selalu merintih kesakitan
dan bola matanya yang membesar dan meneteskan darah segar. Kupegang amplop berisi
uang untuk operasi Dila. Di dadaku berkecamuk antara memberikan uang ini atau
tidak. Aku dilanda kebingungan sendiri, tapi bayang-bayang anak itu selalu
mengikutiku. Pagi itu kulihat Dila masih belum bangun ,aku bergegas ke kamar
ibu itu. Kulihat ibu iu masih duduk di bangku depan kamar anaknya. Kusodorkan
uang Dila untuk operasi anaknya. Ibu itu merangkul erat-erat sambil menangis
tersedu-sedu. Aku memeluk ibu itu dengan ketulusan membantunya, Dila masih bisa
menunggu operasi, tapi anak ibu ini , tidak bisa.
Kembali ke kamar ,aku mulai
menggelar sajadah dan kupanjatkan doa untuk operasi anak ibu itu dalam solat
Dhuhaku. Tak terasa air mataku menetes terus, hanya kupanjatkan doa untuknya
dan biarlah Allah menggantikan uang untuk Dila opersai di lain waktu. Walau
Dila akan selalu tersiksa dengan kelainan jantungnya tapi Dila masih bisa menunggu. Aku menangis dalam pelukan suamiku
sambil menceritakan kejadian yang kualami dan uang operasi Dila yang telah
kuberikan buat orang lain.. Aku dan suami menangis bersama.
Esoknya aku siap-siap untuk pulang
ke rumah lagi karena Dila tak jadi operasi. Aku dengar dari ibu Nurmala kalau
operasi putrinya berhasil, kankernya sudah dapar di ambil dari bola matanya
walau anaknya harus kehilangan satu bola matanya, yang penting anaknya selamat.
Kupandang sekali lagi barang-barang sudah ku taruh di tas dan tinggal menunggu
taksi menjemputku. Terdengar suara ketukan di pintu kamar dan kubuka kamar,
tampak seorang ibu muda yang sama sekali tak kukenal. Aku mempersilahkannya
duduk. Ibu Clara menceritakan kalau ayahnya punya nasar kalau ayahnya sembuh
dari sakitnya mau memberikan uang kepada pasien di rumah sakit ini. Ibu Clara
menyodorkan amplop berisi uang, aku gemetar menerima amplop coklat itu. Aku tak
menyangka mendapat kejutan ini, aku mengucapkan banyak terimakasih padanya dan
aku mengantarkan Bu Clara sampai depan pintu. Sekali lagi aku mengucapkan rasa
terimakasihku padanya. Aku kembali ke kamar dan kurangkul Dila . Saat suamiku
masuk dan mengajakku pulang, aku menyodorkan
amplopnya. Aku dan suami menangis bersama penuh rasa syukur. Tak kusangkan ku
mendapatkan rejeki yang luar biasa hari ini. Kutengadahkan kedua belah tanganu,
kupanjatkan rasa syukurku pada Allah atas kehendakNya . Hanya doa yang bisa
kulakukan saat ini, alhamdulilah....
6 komentar:
2 April 2018 pukul 18.22
Meskipun nggak logis, terkadang kejadian seperti ini memang ada. Bikin mata berkaca kaca juga Mbak endingnya.
3 April 2018 pukul 03.04
Karena berbagi tak akan pernah merugi.. aku percaya sekali akan hal ini.. Kisah yg bagus mba..
3 April 2018 pukul 12.12
mbak ide cerita ini dari pengalaman temanku juga tp dia bukan karena sakit tp dia butuh uang untuk sekolah anaknya tp ada saudaarnya yang lebih butuh uangnya
3 April 2018 pukul 12.13
betul mbak metcha, keajaiban itu ada dari Allah
4 April 2018 pukul 18.40
Keikhlasan pasti akan diganti dengan sangat membahagiakan, di dunia dan atau di akhirat.
5 April 2018 pukul 12.40
betul pak akhmad
Posting Komentar