Gambar dari sini
Masih pagi, aku mulai berangkat menuju ke sekolah. Mentari belum
muncul, tapi aku sudah melangkahkan
kakiku menuju tempatku mengajar. Banyak sekali pekerjaan yang harus kukerjakan
menjelang ujian akhir nasional. Belum lagi ku lihat banyak anak yang masih
belum siap . Entah kenapa aku masih kepikiran dengan Ina, aku tak mengerti
mengapa dia sangat tidak suka denganku. Tapi sedikit demi sedikit aku mengerti
mengapa Ina tidak suka denganku. Banyak informasi yang tidak benar yang sampai
pada telinganya yang disebarkan oleh salah satu guru yang aku tahu sekali kalau
dia sangat tidak suka denganku. Tapi , aku memaklumi , karena Ina masih remaja
yang belum bisa menelaah segala sesuatu dengan pikiran yang jernih. Tapi yang
aku sayangkan , apakah benar seorang guru memberikan info yang tak benar atau
menjelek-jelekan guru yang lain kepada siswanya, sedangkan sebagai guru dia tidak
punya hak untuk memberikan info semacam itu pada siswanya, sunggguh tak
bijaksana.
“Pagi, bu
Mira,” kata Niko.
“Pagi juga,
oh ya Niko, nanti bilang sama yang lain , nanti siang jadi tambahan ya,’
kataku. Niko menganggukan dan beranjak
pergi ke kelas , aku menuju kantor guru.. Di ruang guru masih tampak sepi.
Benar saja
waktu pelajran tambahan untuk kesekian kalinya , Ina tidak membawa kumpulan
soal dan buku besar. Sudah berapa kali aku menegurnya tapi Ina sering sekali
secara sengaja selalu membuat aku marah. Aku pikir , aku harus cari jalan lain
agar Ina bisa belajar dengan baik. Sudah empat kali tryout, hasilnya Ina yang
selalu paling rendah dengan nilai yang tak pernah menunjukan kemajuan.
“OK, Ina,
ibu tak akan menghukummu dengan berdiri di depan kelas, tapi ibu akan
memberikan pelajaran tambahan setelah anak-anak yang lain belajar, biar kamu
bisa pinjam buku temanmu,” kataku tersenyum. Kulihat Ina agak terkejut, tak
menyangka bakal dapat hukuman tambahan pelajaran dan tentunya Ina akan pulang
lebih sore dibanding teman-teman yang lain. Kutatap matanya tajam sambil
tersenyum
“Gimana,
adil kan?”, “ coba kalau kamu di luar kamu gak mungkin menyalin lagi di rumah,
tapi sekarang mau tak mau kamu akan belajar,” kataku puas.
“Iya, bu,”
katanya perlahan. Aku bersorak girang, kena !!!!, mudah-mudahan Ina tidak akan
mengulang lagi tidak membawa bukunya. Ternyata efeknay lumayan juga , esoknya
Ina selalu membawa buku kumpulan soalnya.
Belum
sampai situ saja, saat Ina tak pernah mau belajar dengan sungguh-sungguh,
karena dia merasa dia bakal lulus karena ternyata dia menganggap karena dia dulu
ketua OSIS pasti dibantu untuk lulus. Waktu aku tanyakan pada guru yang
mengampu mata pelajaran yang lain ternyata memang Ina selalu meremehkan
pelajaran
“Gimana pak , Ina di pelajaran bapak?”
tanyaku pada pak Budi
“Ya, begitulah , malas belajar,”
katanya . Sering aku duduk dengan anak-anak saat istirahat tiba, dari sana aku
sering banyak mendapatkan informasi yang banyak tentang anak-anak . dari situ ,
aku tahu kalau Ina lebih suka pacaran dan malas belajar, sering kali menyuruh
teman yang lain untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas, kalau
bekerja kelompok pasti Ina jarang ikut kerja. Aku sebetulnya sangat prihatin ,
Ina dulu semasa masih kelas X, termasuk anak yang rajin , tapi setelah Ina
banyak dipercaya guru bahkan menjadi ketua OSIS dua periode membuatnya sombong dan
meremehkan guru. Padahal hasil try outnya sangat memprihatinkan dibandingkan
teman-temannya.
“:Ina, kamu setiap hari tambahan dengan
ibu ,” kataku menatapnya. Kulihat Ina terlihat enggan .
“Pokoknya ibu mau kamu ada setiap hari,
tunggu ibu di kantin,” kataku.
“Baik bu, “ katanya sambil berlalu.
Setiap hari aku melatih Ina secara pribadi memecahkan soal-demi soal sampai Ina
benar-benar mengerti. Memang , dibutuhkan kesabaran , karena selama ini , Ina
jarang belajar sehingga materi yang ada di otaknya masih sangat sedikit.
Kesabaranku benar-benar diuji, di sisi lain ada perasaan sakit hati karena Ina
sangat sering mengatakan sesuatu yang tak benar tentang aku, di sisi lain aku
tak mau Ina mempunyai nilai yang jelek, apalagi di mata pelajaran kimia. Sungguh
aku harus merendahkan hatiku untuk bisa mengajarkan Ina dengan ketulusan hati.
Hari demi hari banyak yang kulalui dengan Ina. Aku melihat banyak kemajuan Ina
, hasil tryoutnya juga menunjukan kemajuan. Saat itu waktu aku selesai
memberikan pelajaran tambahan pada Ina, Ina mendekatiku.
“Bu, terimakasih,” katanya sambil
menunduk . Aku tersenyum padanya .
“Sama-sama Ina, ibu suka kamu banyak
kemajuan,” kataku tulus. Tak terasa sore itu aku pulang dengan hati yang lebih
lega karena aku tahu Ina mulai sadar, bahwa aku tak pernah punya niat jahat
terhadapnya.
Saat-saat menunggu ujian nasional,
semua siswa giat belajar dan aku melihat banyak anak-anak yang terlihat
kelelahan karena otaknya sudah penuh dengan soal-soal yang harus mereka
pecahkan. Aku mengajak anak IPA unuk makan bersama , untuk merilekskan pikiran
dan menenangkan otak mereka dari kejenuhan belajar.Aku mulai menghitung uang
kas yang aku pegang . Dari sisa uang kas, aku belikan beberapa bahan makanan
untuk dimasak.
“Leo, kamu yang buat nasi uduknya, Lina
membuat sambalnya, Rani, membuat rebusan lalapannya,Flo, goreng tahu ,Andi
goreng asin, Regi, gorteng tempe dan Niko goreng kerupuk,’ kataku membagi-bagikan
tugas .
“Baik bu, semua bahan akan disiapkan,
“teriak anak-anak antusias. Anak-anak terlihat
bersemangat , apalagi esok aku sudah mengumumkan kalau tak ada pelajaran
tambahan, dipakai untuk makan bersama. Menu makanan sederhana , hanya tempe,
tahu goreng, asin, lalapan dan sambal.
Siang tiba saat bel bunyi pulang
sekolah, anak-anak mulai menyiapkan makanan yang telah mereka goreng di rumah.
Di lantai kelas , digelar lembaran -;lembaran daun pisang utuh yang sudah
bersih. Nasi uduknya di susun di beberapa tempat dan di sisinya ditaruh tempe ,
tahu, ikan asin, sambal dan lalapan yang tersusun dari ujung yang satu ke ujung
yang lainnya Anak-anak, aku suruh duduk
berhadapan di depan lembaran daun pisang yang sudah ada nasi dengan
lauk-pauknya. Nah, cara makannya dengan tangan dan mereka boleh mengambil nasi
dan lauknya yang sudah ada di atas lembaran daun pisang. Terasa menyenangkan
dan suasana kegembiraan terasa sekali saat mulai makan bersama.
“Bu, enak sekali , coba dari dulu buat
seperti ini kan asik,” kata Niko.
“Betul , walau makannya gak pakai lauk
yang mahal, tapi rasanya nikmat,” kata Leo
“Setuju!!!!!” teriak serempak anak-anak
dengan mulut yang masih penuh dengan nasinya. Aku ikut tertawa bersama mereka.
Kebersamaan yang tak pernah tergantikan
dengan hal lainnya yang lebih berharga. Bisa bersama-sama dengan suasana
kegembiraan , membuat aku bisa melebur dengan anak-anak. Anak-anak pulang
dengan keceriaan dan kepuasan tersendiri, bagiku ini kenangan terakhir bersama
mereka , karena anak-anak akan pergi dari sekolah ini saat mereka sudah dinyatakan
lulus dari sekolah.
“Terimakasih bu, senang sekali hari
ini,” kata Luki.
“Sama-sama , ibu juga merasakan kegembiraan
yang sama dengan kalian,” kataku tulus sambil kupandangi mereka satu persatu.
Mereka akan pergi dan satu hal yang selalu tak ingin kulalui, saat-saat harus
berpisah dengan anak-anak.
Saat-saat untuk berpisah akhirnya
datang juga, saat mereka dinyatakan lulus. Pesta perpisahan yang akan diadakan
sudah tiba, aku melihat anak-anak , tanpa terasa ada satu hal yang akan hilang
, kebersamaan selama tiga tahun bersama anak-anak. Ada perasaan sedih yang
menyeruak di ruang hatiku saat detik demi detik acara perpisahan digelar. Saat
acara bebas , kulihat Ina naik panggung dan mulai menyanyikan sebuah lagu dan
Ina membawa setangkai mawar merah di gengaman tangannya.
“Selamat malam teman-teman, malam ini
aku mau memberikan setangkai mawar ini untuk bu Mira. “ Tak perlu banyak kata
yang akan kuucapkan, selain terimakasih akan tulusnya cinta ibu buatku,” kata
Ina sambil menghampiriku dan menyerahkan setangkai mawar merah. Tak terasa air
menggenang di pelupuk mataku, kupegang mawar merah dalam genggaman tanganku,
saat kupandang Ina, ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya juga. Aku
tersenyum padanya. Senyum Ina, mencairkan rasa sakit hatiku padanya.
Sudah setahun terlewati, setangkai
mawar merah masih ada di mejaku. Saat kupandang mawar merah itu, ada kenangan
tersendiri. Mawar merah tanda persahabatan yang terjalin setelah banyak prasangka
yang membuat Ina tidak suka denganku. Banyak kenangan dari setangkai mawar
merah yang tak akan pernah kulupakan pada saat akhir sekolah.
2 komentar:
29 April 2019 pukul 15.29
Good post
30 April 2019 pukul 12.14
makasih
Posting Komentar