Sumber gambar dari sini
Pagi itu seperti biasa warung bi Dedeh selalu penuh dengan
warga desa Sukaraja Sukabumi. Entah memang kopinya yang katanya enak atau
karena anak perempuan bi Dedeh yang terkenal cantik, tapi yang jelas warung kopi bi Dedeh
tak pernah sepi selalu saja ada orang yang berkunjung. Walau aku bukan penggemar
kopi tapi setiap pagi aku datang ke warung bi Dedeh dengan alasan mengantarkan
Harun . Padahal aku penasaran dengan pria yang selalu duduk di pojok warung.
Wajahnya tampan berbeda dengan pria-pria desa lainnya, aku melihatnya lebih
intelektual dibanding yang lain. Aku dan tiga temanku sedang praktek kerja di
desa ini.
“Bi, kopi
susunya satu, biasa,”tukasku sambil duduk di sebelah Harun. Aku melirik pria
itu sudah duduk di sudut warung sendirian.
“Nih, neng
kopinya.” Bi Dedeh menyodorkan secangkir kopi susu hangat padaku. Aku membawanya
ke dekat pria itu.
“Mau kemana
,”tukas Harun heran. Aku tak menggubris pertanyaannya tapi aku berjalan
mendekati pria itu. Aku mencoba duduk di sampingnya.
“Boleh aku
duduk di sini?” Pria itu tersenyum. Aku mengulurkan tanganku memperkenalkan
diri.
“Ara.” Pria
itu menoleh sekilas dan menatapku beberapa saat dan tangannya terulur padaku.
“Yayat.”
Nama desa benar pria ini , padahal tampangnya gak kalah dengan pria-pria kota,
pikirku saat itu. Tapi pagi itu
pembicaraan aku dan kang Yayat berjalan mulus dan tak terasa aku sudah lama
duduk di warung. Aku melirik jam tanganku, aku harus cepat beranjak dari sini
untuk ke KUD jangan sampai Dodi menegurku karena terlambat datang.
“Kang aku pamit
dulu,” tukasku dan bergegas membayar secangkir kopi dan berlalu dari sana.
Aku mulai
mencari info tentang kang Yayat dan aku semakin mengagumi dirinya. Kang Yayat
mempunyai banyak balong yang berisi ikan tawar yang dikelolanya dengan sistim longyam.
Balong dan ayam. Kandang ayam petelurnya diletakan di atas balong-balong yang
dia miliki sehingga kotoran ayam bisa diguankan sebagi pakan ikannya. Dan hari
itu saat aku menikmati secangkir kopi
susu bersamanya lagi, kang Yayat mengajakku ke tempat peternakan longyamnya.
Aku mengagumi usaha kerasnya sampai dia berhasil.Berjalan disisinya ternyata membuat
perasaanku bergetar dan ada rasa hangat yang menjalar di tubuhku. Aku mulai
tertarik pada dirinya. Biar kang Yayat pria desa tapi wawasannya sangat luas.
Hari demi hari aku serirngkali datang mengunjungi peternakan hanya sekedar untuk ngobrol , tapi sebetulnya ada rindu untuk
beremu dengannya lagi.
“Wah ,
kayaknya ada yang lagi jatuh cinta nih,” tukas Lala. Aku mendelik pada Lala tak
suka. Bukan aku tak mau mengakui tapi aku sendiri belum tahu perasaaan kang
Yayat padaku, kalau berita ini menyebar tentu aku yang malu. Aku mengancam
mereka untuk tak keceplosan ngomong tentang perasaanku.
“Tenang
saja Ra, pasti gak bakal bocor deh rahasianya tapi harus ada uang tutup
mulutnya dong,” tukas Harun menyeringai padaku. Aku timpuk dengan buku yang
kubawa, untungnya tepat sasaran kena di wajah Harun. Harun meringis kesakitan.
Sudah
hampir lima hari aku tak melihat batang hidung kang Yayat di warung bi Dedeh,
ada rasa rindu ingin bertemu dengannya dan menikmati kopi hangat bersamnya. Aku
kehilangan moment bersamanya setiap pagi. Sampai satu minggu lebih aku masih
belum melihat kang Yayat di warung kopi bi Dedeh dan itu membuatku sedikit
gelisah.
“Sudah , kamu
main saja ke rumahnya kang Yayat, daripada kamu uring-uringan terus ,”tukas
Lala. Aku menggeleng keras , bagaimanapun aku tak mau datang ke rumah pria
kalau tak diundang. Rasa dadaku sesak menahan rindu. Sampai pagi itu aku tak
menemukan lagi wajah kang Yayat, aku mencoba bertanya pada bi Dedeh.
“Bi, kenapa
kang Yayat teh gak pernah ngopi lagi di sini? “tanyaku sambil menyeruput kopi susu
hangat.
“ Kang Yayat
teh gak datang kemari lagi karena istrinya sudah datang , sekarang di ruamhnya
sudah ada yang menyediakan lagi kopi buat dirinya,” tukas Bi Dedeh sambil melayani
pembeli. Aku mencoba bersikap biasa walau detak jantungku ingin berhenti
seketika mendengarnya.
“Istri Yayat teh lagi sekolah lagi , sekolah S2 atau
apa ya, gak tau dah,”tukas mang Karta
yang duduk di sebelahku. Aku mengangguk-angguk , ada rasa kecewa di
hatiku, ternyata kang Yayat adalah pria beristri. Harun mengajakku pulang dan
merangkul pundakku.
“Dah Ara
jangan sedih ya, masih banyak pria yang singel kok. Aku juga bisa kok ,”
tukasnya sambil tertawa tergelak. Mau tak mau aku ikut tertawa, aku
berterimakasih pada Harun yang bisa mencairkan suasana hatiku yang sedih.
“Mama, kok
melamun,” tegur mas Soni menatapku yang masih melamun sambil memegang secangkir
kopi susu hangat.. Aku tersentak kaget
dan hampir saja aku menumpahkan kopi susu hangatku.
“Hati-hati
dong sayang,” tegur mas Soni.
“Aku gak
apa-apa kok pah, “ tukasku berbohong , padahal aku sedang membayangkan kejadian
masa silam saat berkenalan dengan kang Yayat melalui kopi susu hangat yang
diminum berdua setiap pagi. Kopi susu hangat selalu mengingatkanku akan cinta
pertamaku yang membekas di hatiku.
0 komentar:
Posting Komentar