Akal-Akalan

Kamis, 18 Mei 2017



 Gambar dari sini


Pagi itu terasa sepi di lorong kelas, anak-anak sedang sibuk dengan pelajaran yang diberikan guru-guru di sekolah swasta Harapan . Entah mengapa pagi ini aku agak merasa ada yang bakal terjadi , dan tak biasanya ada perasaan gelisah di hatiku. Menyapa murid-muridku yang sudah menantiku di kelas, rasanya juga tak ada semangat untuk mengajar. Sampai saat aku sedang melihat hasil latihan anak-anak ada sekelebat bayang-bayang yang melesat di koridor kelas dan bayang-bayang itu semakin jelas , bayang-bayang manusia. Aku berdebar kencang tapi untungnya wajah bayang-bayang itu bukan wajah yang mengerikan sehingga aku tetap bisa bersikap tenang. Aku tak boleh menjerit atau ketakutan , ada anak-anak yang sedang belajarr. Walau mereka anak SMA tapi jiwa mereka masih labil.
            “Bu, ada apa?” tanya Lili. Aku menoleh pada Lili dan aku usahakan tersenyum padanya.
            “Gak ada apa-apa, kepala ibu agak pusing,” tukasku.
            “Duduk dulu saja bu, biar aku ambilkan teh manis hangat ,”tukas Lili dan Lili akan beranjak dari kursinya, tapi aku melarangnya.
            “Gak usah Li, ibu baik-baik saja.” Aku melanjutkan memeriksa latihan anak-anak di bangkunya masing-masing anak. Aku tak pernah duduk saja di meja guru tapi sering berada dekat anak-anak, agar mereka kalau bertanya tidak sungkan lagi. Entah darimana asalnya tiba-tiba terdengar suara jeritan dari kelas mana, tapi jeritan itu menakutkan dan tak berapa lama banyak anak-anak yang menjerit bersamaan. Aku bergegas ke luar dan beberapa guru sudah menggotong anak-anak yang histeris ke luar kelas dan menidurkan di ruang angklung di dekat kantin. Semakin siang semakin banyak anak yang menjerit-jerit. Aku segera masuk kelas dan mulai menenangkan anak-anak untuk tidak terpengaruh dan aku menyuruh mereka untuk berdoa dalam hati agar tak terjadi sesuatu pada mereka. Aku mulai menguatkan mereka dan aku melihat mereka kuat dan tetap duduk di kelas . Saat itu kepala sekolah menginstruksikan agar anak-anak dipulangkan saja. Setelah anak-anak pulang dan memeriksa kelas demi kelas jangan sampai ada anak yang masih berkeluyuran di kelas, aku mendatangi ruang angklung tempat anak-anak yang histeris diletakkan. Banyak teman-teamn guru yang membantu membacakan doa-doa. Bagi yang muslim dibacakan ayat-ayat Al Quran dan bagi yang Kristen didoakan dengan cara mereka sendiri. Saat itu suasana begitu menegangkan. Tapi , saat aku pegang salah satu kaki anak yang histeris , teratsa hangat , tidak dingin dan aku juga melihat wajahnya tak tampak seperti orang kesurupan. Tapi aku sebagai guru tak boleh berprasangka buruk dulu sebelum ada bukti nyata. Setelah mereka tenang , mereka dipulangkan setelah orang tua mereka dipangggil ke sekolah.

            Esoknya kembali anak-anak belajar , dimulai dengan doa dan memotivasi mereka kalau hal yang terjadi kemarin tak mungkin terjadi jika anak-anak kuat imannya dan banyak berdoa. Beberapa aku melihat ada sedikit kegelisahan di hati mereka dan beberapa acuh- acuh tak acuh. Anak-anak yang kemarin kesurupan juga akan didampingi guru kelas agar mereka tetap dalam keadaan tenang. Aku melihat anak-anak yang kemarin sempat aku curiga pada mereka kalau mereka hanya ikut-ikutan saja, tampak tenang-tenang saja. Setelah diberi nasehat , anak-anak kembali ke kelas masing-masing. Saat aku berjalan di lorong kelas , aku kembali kaget dengan bayang-bayang orang yang sama , melesat di sampingku dan tepat berada di hadapanku. Aku berhenti sejenak dan aku sibuk komat-kamit baca doa agar makhluk halus itu tidak mengganggu diriku.
            “Pergilah , jangan ganggu kami. Kami tak pernah mengganggu kamu,”tukasku perlahan.
            “Aku tak akan ganggu kalian , tapi ada yang memaksaku untuk keluar, sebetulnya aku tak mau,” tukasnya dengan pandangan sedih. Aku terlonjak kaget saat bayang-bayang itu membisikan kata-kata yang aku sendiri tak menyangka akan mendapatkan jawaban darinya. Aku melangkah mundur beberapa langkah.
            “Ada apa bu?” tanya pak Bery. Aku menoleh ke belakang pak Bery sedang menatapku heran.
            “Oh, gak apa-apa, mungkin hari ini aku agak gak enak badan, jadi seperti melayang,”tukasku berbohong.  Tidak berapa lama kemudian kembali terulang lagi kejadian seperti kemarin, aku menatap bayang-bayang itu yang tampak sedih, aku berlalu tak mengindahkannya. Banyak anak-anak yang menjerit histeris. Semua guru kerepotan menggendong anak-anak yang histeris ke ruang angklung bahkan ruang itupun tak muat lagi sehingga beberapa anak ditidurkan di lorong ruang angklung. Guru-guru kewalahan karena semakin banyak anak yang histeris. Aku mulai mengamati dan aku melihat ada beberapa anak-anak yang terlihat pura-pura histeris, tapi aku belum berani bertindak . Aku selalu mengacuhkan anak-anak yang tampak hiteris dan aku anggap mereka pura-pura, dan aku melihat setelah tak ada yang memperhatikan mereka , mereka tenang  dengan sendirinya. Beberapa guru juga berpendapat sama denganku ada beberapa anak yang pura-pura kesurupan. Situasi menjaidi lebih runyam dan kepala sekolah memutuskan untuk meliburkan anak-anak selama tiga hari berturut-turut untuk menenangkan apalagi banyak orang tua yang mulai mempertanyakan , mengapa ini bisa terjadi dan belum lagi orang tua yang mulai was-was keselamatan anak-anak mereka.

            Saat anak-anak libur guru-guru tetap hadir. Kepala sekolah mendatangkan orang pintar untuk melihat ada apa di kelas-kelas dan  lingkungan sekitar sekolah. Menurutnya memang ada makhluk halus di kelas-kelas dan sekitarnya. Jelaslah , sekolah ini adalah peninggalan Belanda dan bangunannya beberapa masih bangunan peninggalan Belanda. Dan tak dipungkiri kalau ada makhluk halus yang menempati ruang-ruang di sekolah ini. Masalahnya selama ini tak pernah ada yang kesurupan dan baru kali ini saja. Ada apa????  Aku duduk di depan kelas , memikirkan perkataan roh halus yang kemarin datang padaku. Kalau memang ada yang memaksa roh halus itu keluar dan menampakan diri. Siapa yang melakukannya dan untuk apa???? Aku berpikir keras dan tanpa sadar sudah ada bu Neni di sebelahku.
            “Melamun?” Aku menatap bu Neni,dan aku mulai menceritakan kejadian kemarin, aku percaya bu Neni tak akan mentertawakan aku karena dia memang sahabatku di sekolah.
            “Masa Allah, bu Retno, benarkah adanya? Lalu siapa yang memaksanya keluar? Dan untuk apa?”tanyanya bertubi-tubi. Aku hanya mengangkat bahuku dan kembali terdiam lama.
            “Dan herannya situasi ini diperkeruh dengan anak-anak yang pura-pura kesurupan, “ aku memandang bu Neni. Bu Neni menganggukan kepalanya tanda setuju dengan ucapanku.
            “Dikiranya hanya aku saja yang menganggap ada beberapa anak-anak yang pura-pura histeris,” tukasnya. Ada sekelebat pikiran di otaku tapi aku belum berani mengungkapkannya bahkan pada bu Neni sekalipun karena resikonya besar kalau pemikiranku sampai terungkap keluar. Saat kepala sekolah keluar bersama orang pintar yang dipanggil, aku sedikit mendengar pembicaraan mereka. Orang pintar itu bilang kalau roh halus itu dipaksa keluar untuk menakut-nakuti anak-anak.
            “Apa orang dalam yang melakukannya,” kudengar suara kepala sekolah.
            “Mungkins aja ,”tukas orang pinatr itu terdengar perlahan. Aku mendekat ke dinding untuk lebih mendengar lebih  jelas.
            “Kalau begitu aku mohon bapak tak perlu bilang kalau ada yang menyuruh roh halus ini keluar dan menakut-nakuti anak-anak,”tukas kepala sekolah perlahan. Aku terhenyak kaget, jadi apa yang dikatakan roh halus itu padaku benar adanya, ada yang memaksanya untuk keluar, tapi siapa?????

            Dari pembicaraan kepala sekolah dan orang pintar itu , orang pintar itu sudah mengembalikan roh halus itu ke tempatnya lagi dan orang pintar itu mengunci agar roh halus itu tak keluar lagi. Aku sedikit lega paling tidak anak-anak tidak lagi diganggu makhluk halus . Tapi masih ada yang mengganjal dan membuatku penasaran. Siapa yang memaksa makhluk halus itu keluar dan untuk apa.Itu semua menjadi pertanyaan bagiku .Setelah tiga hari libur anak-anak masuk kembali. Kepala sekolah sudah menyatakan kalau sekolah sudah aman dari roh halus dan guru-guru diharapkan cepat tanggap kalau ada anak yang histeris apa mereka benar-benar kesurupan atau hanya tipuan saja. Waktu aku melangkah ke kelas Ipa, bulu kudukku tiba-tiba merinding, bulu tengkukku seperti ada yang meniup perlahan. Terdengar suara halus di telingaku.
“Terimakasih, aku sudah kembali lagi.” aku mencari sumber suara tapi aku tak melihat sosok makhluk halus seperti kemarin dulu. Sedikit lega atas pengakuan roh halus tersebut, kalau ada yang kesurupan lagi pasti itu tipu daya anak-anak ingin cari perhatian saja. Benar saja, terdengar lagi suara jeritan tapi karena guru-guru sudah sepakat tidak akan memperhatikan mereka .  Guru-guru hanya mengangkat tubuh mereka dan mendudukan di teras kelas dan membiarkannya mereka begitu saja. Ternyata mereka terdiam dengan sendirinya dan kembali belajar. Aku juga tak mengerti apa maksud mereka untuk berpura-pura kesurupan . Mungkin mereka hanya mencari sensasi dan cari perhatian saja, memang aku melihat kebanyakan mereka dari keluarga yang tak memperhatikan anak-anaknya. Ah, anak-anak yang malang hanya untuk mendapatkan perhatian saja mereka harus akal-akalan kesurupan dulu, sungguh kasihan mereka.

Tiga bulan kemudian kepala sekolahku mengundurkan diri dengan alasan dimutasikan ke kota lain. Aku sebetulnya sangat terkejut dengan keputusannya yang mendadak. Aku merasa heran , tak ada apa-apa dan apalagi kepala sekolah masih menjabat selama dua tahun  belum habis masa jabatannya . Aku sedikit curiga.
“Pasti ada sesuatu mengapa bapak pindah kan?” tanyaku memberanikan diri untuk bertanya.
“Mengapa ibu menanyakan itu?” tanyanya. Aku menceritakan pada beliau kecurigaanku tentang adanya gangguan dari makhluk halus karena ada orang yang tak suka beliau menjadi kepala sekolah dan menggunakan makhluk halus untuk membuat rasa tak nyaman di sekolah.. Pak Buhan agak terkejut tapi beliau kembali tenang dan menyuruhku untuk tidak berspekulasi terhadap  masalah ini.
“Aku tak berspekulasi tapi berdasarkan pengamatan dan perasaanku,” tukasku.
“Lebih baik segala hal yang terpikirkan ibu , disimpan dalam hati saja, tak perlu orang lain tahu, agar tidak menjadi suasana makin tegang . Biar sekolah ini kembali nyaman untuk anak-anak belajar, tak ada salahnya aku yang mengalah pindah.” Pak Burhan tersenyum bijak. Aku sendiri merasa kehilangan karena pak Buhanlah yang banyak mendukung kegiatanku selama ini, entah bagaimana kalau beliau pergi. Semua sudah terjadi tak ada yang perlu disesali, kini aku yakin ternyata banyak orang jahat diluar sana yang menggunakan makhluk halus untuk mencapai tujuannya karena merasa iri terhadap kemajuan orang lain. Persitiwa ini memberiku pelajaran betapa rasa iri akan membawa hati manusia menjadi kejam .Apapun akan mereka lakukan demi tujuan mereka. Aku kasihan dengan orang-orang seperti itu. Aku hanya mendoakan agar pak Burhan sukses di sekolah barunya.

6 komentar:

Liswanti Pertiwi (PenaLiswanti) Says:
20 Mei 2017 pukul 09.30

Suka banget sama ceritanya mba

Tira Soekardi Says:
20 Mei 2017 pukul 12.13

ya ii berdasarkan kisah nyata yanga ku modifikasi dikit

Dini Rahmawati Says:
22 Mei 2017 pukul 17.51

merindiing...

Tira Soekardi Says:
23 Mei 2017 pukul 12.18

masa sih? padahal gak serem2 banget

Nisa Says:
17 Juli 2017 pukul 19.58

Saya pernah punya temen yg ayahnya dukun.. dia sering kesurupan di sekolah.. mudah2an dia udah gak begitu lagi.

Tira Soekardi Says:
18 Juli 2017 pukul 12.22

oh jadi beneran itu sih ya, bukan dibuat2

Posting Komentar