Sita
pulang sekolah dengan wajah cemberut. Sita kesal karena Dina selalu bisa
mengalahkannya dalam hal penampilan. Hampir setiap hari Dina selalu memamerkan
asesoris barunya , mulai dari kalung, gelang, jepit bahkan tempat ponselnya
juga selalu berganti. Sita iri pada Dina. Sita tak melihat di depannya ada batu
besar karena dirinya masih kesal pada Dina.
“Bruk. Aduh!!!!” teriak Sita. Sita
terjerembab ke tanah yang penuh lumpur. Rasanya sakit semua. Sita berusaha
berdiri tapi sangat sulit .
“Ah, kamu jatuh ya. Kenapa kamu suka
nyium lumpur sih,”tukas anak yang berusaha membantu Sita. Sita kesal dengan omongan
anak itu. Berhubung dia butuh pertolongan makanya dia diam saja . Anak itu memapahnya ke tepi trotoar.
“Sakit???” Anak itu berusaha membersihkan
lumpur yang menempel di baju Sita. Tiba-tiba Sita menepis tangannya. Anak itu
terkejut dan menatap heran pada Sita.
“Aku bisa sendiri.” Sita berusaha
untuk berjalan tapi hampir saja jatuh kalau anak itu tak memegangnya erat.
“Sini aku bantu, rumahmu dimana? Terpaksa
Sita menyebutkan alamat rumahnya yang tak jauh dari sini. Anak itu memapah Sita sampai rumahnya. Ibu
Sita tampak terkejut melihat Sita dipapah. Cepat ibu Sita memapah Sita masuk ke
adalam rumah.
“Terimakasih ya. Kamu siapa?”
“Aku, Ariel bu. Permisi , aku pamit
dulu.” Ariel berbalik dan mengedipkan matanya pada Sita. Sungguh Sita kesal
sekali. Maunya apa anak ini!!!!!.
Sita berkali-kali merengek sama ayahnya
untuk membelikan asesoris seperti milik Dina, tapi kali ini ayah menolaknya.
Menurut ayah asesoris Sita sudah terlalu banyak dan banyak yang tidak dipakai
lagi. Daripada membeli yang baru lebih baik yang tak pernah dipakai,dipakai
saja. Tapi Sita tak mau kalah saingan dengan Dina. Malu, apa kata teman-temannya
kalau dia tak punya seperti Dina.
“Yah, ayok dong, belikan. Masa aku
kalah dengan Dina .” Hampir setiap hari Sita merengek pada ayahnya. Ayahnya sedikit
menyesal. Hampir setiap permintaan Sita selalu dikabulkan. Sita anak semata
wayangnya. Tapi ayahnya mulai melihat gelagat sifat jelek anaknya. Semua
permintaannya harus dituruti kalau tidak Sita akan ngambek.
“Pokoknya kali ini tidak. Kamu harus
belajar kalau tidak semua pemintaanmu harus dituruti,”tegas ayahnya. Sita
sangat marah. Sita benar-benar malu. Apa kata teman-temanku kalau aku tak
memiliki asesoris terbaru seperti Dina. Pasti mereka akan mengejekku .
Benar saja. Esoknya teman-teman Sita mulai mengejeknya,
karena Sita tak bisa menunjukan asesoris barunya yang sama dengan milik Dina.
“Payah kamu Sita, katanya kamu juga
punya. Mana buktinya.”
“Pasti Sita hanya bohong saja.”
“Jadi Sita kalah keren dong dengan
Dina.” Dina tersenyum penuh kemenangan. Sita tampak kesal dan menatap marah
pada teman-temannya.
“Lihat saja nanti.” Sita berlari
menjauh dari teman-temanya. Sita tahu kali ini dia bakal dijauhi dengan
kelompoknya Dina karena tak punya asesoris yang sama dengan mereka. Pulang sekolah
Sita berjalan kaki dengan perasaan masih kesal. Tiba-tiba Sita melihat Ariel
sedang mengais sampah. Sita jijik melihatnya.
“Ngapain kamu di sini?” Akhirnya
Sita mendekati Ariel karena penasaran. Ariel nyengir . Wajahnya tampak kotor
oleh sampah.
“Emang kamu gak lihat, kalau aku
lagi ambil sampah yang masih bisa dijual.” Ariel menepuk-nepuk tangannya. Sita
mundur takut kena debu kotor . Ariel duduk di tepi jalan dan disusul oleh Sita.
Entah mengapa kali ini Sita sangat penasaran dengan Ariel. Ariel bercerita
kalau dia membantu orangtuanya memulung sampah. Untuk menambah uang jajannya. ibunya
buruh cuci dan ayahnya kuli angkut di pasar.
“Emang kamu gak sekolah?” Ariel menatap Sita dengan cengiran lucunya.
“Sekolah. Ini baru pulang langsung
ambil sampah.” Ariel mengajak Sita ke belakang gang dekat sana. Sita mengikuti
kemana Ariel pergi. Di punggungnya terdapat karung yang sudah sarat dengan
sampah. Ariel menuju tempat dimana dia
menjual hasil mulungnya ke tempat pengumpul sampah.
“Lima ribu rupiah.” Orang itu menyodorkan
uang pada Ariel. Sita tertegun,. Uang jajannya bisa sampai limapuluh ribu
sehari. Untuk biaya sekolah Ariel harus memulung sampah satu karung yang
dihargai hanya lima ribu rupiah. Sita tercekat. Alangkah malang nasib Ariel.
Dirinya yang sudah berkecukupan masih selalu merengek pada ayahnya. Bahkan kalau
tak dipenuhi seringkali ngambek.
“Kenapa diam saja?” Sita hanya
tersenyum. Sita hari ini mendapat banyak pelajaran dari Ariel. Sita ingin
berubah . Sita gak mau boros-boros lagi. Untuk mendapatkan uang ternyata susah.
Buktinya Ariel.
Kini Sita mulai berteman dengan
Ariel. Sita tidak peduli Ariel hanya
pemulunsg sampah. Sita lebih bersyukur akan hidupnya. Sita kagum dengan Ariel.
Saat Sita hendak memberikan uang pada Ariel, dia tak mau.
“Jangan, Sita. Aku diajarkan ayahku
untuk tidak mengemis. Tapi harus bekerja.”
Ah, Sita akhirnya menyadari kalau dulu dia banyak melakukan kesalahan.
Sita ingin berubah menjadi anak yang selalu bersyukur. Sita berterimakasih
dengan Ariel, karena dirinyalah Sita bisa berubah. Sita kini lebih banyak teman
tanpa pilih-pilih dengan siapa akan berteman. Sita lebih disayang oleh
teman-temannya karena kebaikan hatinya.
Sungguh Sita lebih berbahagia sekarang.