Gambar dari sini
Desa Cideng dan desa Kalikoa musuh bebuyutan. Itu gegara
beberapa tahun yang lalu terjadi tawuran gegara salah satu gak terima kalah.
Akhirnya pertandingan bola voli antar desa dihentikan sampai ada keputusan baru
lagi . Dan memang akhirnya perseteruan antara dua desa itu berkurang. Fanatismelah
yang membuat mereka akhirnya bermusuhan. Tidak mau menerima kekalahan. Tapi
baru-baru ini ada usulan kalau pertandingan bola voli untuk diadakan lagi.
Apalagi di desa Cideng sudah memiliki gedung olahraga yang memadai untuk
dijadikan tempat lomba. Dan antusiasme warga begitu besar. Semua gembira
menyambutnya. Perbincangan tentang pertandingan ini selalu dibicarakan di
warung-warung, pos satpam dan dimanapun warga ada mereka membicarakan.
Jadi kepala desa Cideng dan Kalikoa beserta beberapa warga
bertemu untuk membicarakan pertandingan bola voli . Mereka membuat pernjanjian
akan mematuhi semua peraturan pertandingan dan mau menerima kekalahan jika
kalah. Akhirnya kesepakatan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dan
pertandingan akan diadakan satu bulan ke depan. Masing-masing desa mengadakan
latihan apalagi sudah lama mereka tidak bertanding . Juga harus mencari lagi
pemain baru yang andal. Beberapa desa mengetahui akan diadakan lomba voli ikut
antusias juga. Ada yang membela desa Cideng dan ada juga yang membela desa
Kalikoa. Dan kesempatan ini dipakai warga desa masing-masing untuk mencari dukungan
untuk jadi sporter. Spanduk-spanduk
mulai terpasang. Media sosial mulai ramai dengan perang kata-kata. Mereka
membuat kubu. Kubu Cideng dan kubu Kalikoa.
Mendekati perlombaan mulai memanas. Aparat desa mulai mengantispasi
keamanan. Mereka bekerja sama dengan polisi untuk mengamankan warga. Dan warga
diingatkan akan perjanjian yang sudah mereka sepakati. Tapi namanya banyak
warga tentu akan sulit diatasi. Benar saja saat pertandingan, gedung olahraga
begitu penuh sesak dengan penonton dari desa Kalikoa dan Cideng juga warga
pendukung kedua belah pihak. Teriakan-teriakan penonton begitu bergema riuh .
Apalagi saat bola keluar atau tak bisa dipukul lawan akan terdengar suara riuh
menyorakinya. Semakin lama semakin panas karena kedua belah pihak saling
memasuki bola . Angka silih berganti naik dan akhirnya seri. Ada peranjangan
waktu. Keadaan mulai panas.
“Lebih baik
dihentikan,”tukas salah satu polisi yang mengamankan di sana
“Wah, pak
jangan. Ini sudah hampir selesai. Nanti penonton marah,”tukas panitia
“Tapi ini
sudah tak kondusif lagi.” Tapi omongan polisi tak diindahkan panitia. Pertandingan
semakin memanas.
Saat bola jatuh ke lapangan bagian desa Kalikoa , saat itulah penonton riuh dan tanpa diaba-aba
penonton saling melempar botol plastik . Bahkan ada yang adu jotos antar
suporter. Penonton lainnya berdesak-desakan keluar tapi karena pintu keluar
hanya ada satu sehingga banyak yang berjatuhan karena didorng sana sini. Suasana
kacau. Polisi mulai mengeluarkan gas air mata
untuk mengusir keluar penonton. Tapi karena pintu keluar sedikit dan
kecil sehingga banyak jatuh korban. Banyak korban dilarikan ke rumah sakit. Ini
menjadi tragedi paling besar di daerah itu. Panitia diperiksa untuk bertanggung
jawab atas kejadian ini.
Ternyata pertandingan
olahraga yang seharusnya menjunjung tinggi sportifitas akhirnya malah berakhir
tragis. Dan gak akan lagi ada pertandingan di kemudian hari. Siapa yang rugi?