2 Menanti Harapan

Sabtu, 27 Februari 2021

 

Gambar dari sini

Puing-puing hati masih membekas saat aku tahu kau masih dengan masalahmu

Entah mengapa aku merasakan kepedihanmu

Tapi kau bilang masih sayang

Aku tak bisa berbua apa-apa, hanya punya harapan


Tapi lilin kecil masih berpijar walau kecil

Masih ada asa , walau tak tahu kapan ini berlalu

Bahkan kau rasanya gak peduli lagi dengan hidupmu

Aku hanya bisa menangis melihatmu

 

Diam-diam, aku merutuk kesialanmu

Mengapa harus terjadi pada dirimu

Kadang menanti itu membosankan

Harus samapi kapan menantu sampai ujung, itu menyakitkan


Tapi lilin itu masih berpijar

Masih adakah harapan itu, menanti dengan kesungguhan

Sampai ujung

Entahlan , aku tahu kau masih menanti harapan itu.

 

8 Surat Cinta Untuk Mangrove

Sabtu, 20 Februari 2021

 

Gambar dari sini

Hay !

Apa kabar.  Aku di sini baik-baik saja, bagaimana dengan kamu. Aku masih ingat denganmu, coba ya akan aku tulis apa yang aku ingat darimu. Kamu itu termasuk marga Rhizopora dan sukumu Rhizophoraceae. Tubuhmu tegap membuat kamu terlihat menjulang tinggi dan aku sangat mengagumi kegagahanmu, begitu juga kamu bisa berdiri dengan teguh karena akar tunjangmu yang besar.Pucuk yang tertutup daun penutupmu meruncing di bagian ujungnya serta buah berkecambah serta berakar ketika masih di pohon. Aku begitu mengenal dirimu, sangat . Saat itu aku sering berada dipertemuan antara muara sungai dan air laut dimana kamu selalu  berada di sana.. Akibatnya kamu dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang kamu selalu dikelilingi oleh air garam atau air payau. Tapi untungnya  kamu mempunyai toleransi besar terhadap garam  dan dapat berkembang  di daratan yang bersalinitas tinggi .

 

Sering waktu itu aku berjalan menyusuri hutan mangrove, kamu selalu menyapaku dengan lambaian daunmu itu. Satu yang kukagumi darimu adalah akar-akarmu. Heran aku melihatnya akar-akarmu kompleks sekali dan rapat , lebat dan akibatnya akarmu dapat menangkap sisa bahan organik dan endapan yang terbawa oleh arus air laut dari bagian darat. Akibatnya air laut terjaga kebersihannya dan ini berujung pada keselamtan terumbu karang dan memelihara kehidupan padang lamun (seagrass). Wuih, kamu hebat sekali, dari akarmu saja sudah bisa memberikan manfaat buat yang lainnya. Satu lagi yang kukagumi darimu teman. Kekuatan akar-akarmu juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Aku juga suka sekali melihat daunmu berguguran masuk ke dalam air yang di dalam air akan membusuk oleh mikroorganisme, dan menjadi makanan larva dan hewan kecil air yang mana hewan kecil ini akan menjadi mangsa hewan yang lebih besar lagi sehingga ini merupakan awal dari rantai makanan yang ada  di ekosistim sekitar dirimu.

 

Jalan-jalan saat itu , juga memperlihatkan banyak sekali manfaat darimu yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Jadi aku iri padamu, kamu telah banyak menanam pahala di usia muda sampai kamu harus mati karena usiamu. Kulitmu ternyata bisa dijadikan obat seperti gatal atau peradangan kulit, rematik obat penwar racun gigitan ular. Selain itu bisa sebagai obat sakit perut dan turun panas. Aku kembali menyusuri tempat tinggalmu , udara yang menyapaku juga sejuk karena angin yang terhembus dari dedaunanmu itulah yang membuat kesegaran di sekitarnya. Aku tak pernah bosan untuk bekunjung ke rumahmu yang asri itu, ada kedamaian yang selalu bersemi di hati ini.

 

Tapi, entahlah sudah sekian lama aku tak pernah berkunjung lagi ke rumahmu. Ada rasa kangen dengan suasana di rumahmu. Akhirnya suatu saat ketika aku libur aku menyempatkan diri untuk  berkunjung ke rumahmu, tapi aku sungguh kaget ,mengapa rumahmu terasa panas?. Aku jadi penasaran, aku melangkahkan kakiku menyusuri rumahmu, dan udara panas menyapaku. Kupandang sekelilingku, ternyata aku melihtmu tumbuh tidak sesubur dulu, dan sudah banyak teman-temanmu yang mengalami kerusakan di bagian tubuhnya. Astaga, aku bingung , ini ada apa dengan nasibmu sekarang?. Kulihat di ujung sana banyak teman-temanmu yang ditebang  habis , padahal bila kamu dan teman-temanmu tidak ada apa jadinya dengan kelangsungan hidup mata rantai ekologi di alam ini,  Aku merasakan kesedihan yang mendalam , melihat rumah tempat tinggalmu sudah demikian rusak oleh eksploitasi yang berlebihan oleh ulah tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Sepanjang jalan ini tak terlihat lagi keindahan alam dan kesejukan yang selalu  menyapaku, panas terik yang menyengat kulitku. Tubuhmu sekarang kering kerontang dan tubuhmu mengurus dan banyak yang tergeletak tidak berdaya . Sungguh ironis sekali nasibmu teman, tak ada lagi candamu , tak ada lagi tarian daunmu yang selalu menari-nari tertiup angin, tak ada lagi terlihat tubuhmu yang tegap berdiri di tepi pantai. Aku sungguh kehilangan dirimu yang dulu, aku rindu padamu, kawan. Tak terasa air mataku menetes, merasakan kesedihan yang sama denganmu. Gemetar tubuhku merasakan kesakitan yang kaurasakan, aku terpekur lama di tepi rumahmu , masih dengan segala tanya di hati, apakah hidupmu akan berakhir sampai disini? Sebuah tanya yang tak mungkin kujawab . Tolong angin, sampaikan keluku pada orang-orang di luar sana, apa yang mampu mereka buat untuk temanku?

 

Teman, aku ikut merasakan pilumu , hanya sebuah lantunan  jiwa yang kuberikan untuk dirimu, aku masih membayangkan indahnya kebersamaan kita dulu, yang sekarang hanya tinggal kenangan. Hanya sebait puisi yang bisa kupersembahkan buatmu. Mudah-mudahan bisa mengobati rasa sedihmu, hanya ini yang bisa kuberikan untuk menghibur hatimu yang sedang sekarat.

 

Menyusuri tepian bibir pantai yang membiru di ujung sana

hanya tampak tubuhmu mengerontang

akarmu tergantung menjuntai

kurasakan aroma busuk di antara sela-sela tubuhmu

tapi aku tak mampu menghilangkan dukamu

hanya kutitipkan pesan lewat angin yang berhembus

jangan kau sakiti lagi temanku

hanya akan menggores luka yang akan selalu menganga

jangan lagi kau sakiti....

 

Peluklah dirinya, dekaplah dengan cintamu

agar tumbuh kembali benih-benih

yang akan menghijaukan bibir pantai

agar  kita dapat selalu mencumbu bibir pantai

dengan segala keindahan yang ada

siramlah dengan rasa

lukislah dengan segenggam harapan baginya

agar  benih-benih yang kau semai

bertumbuh ....membesar ... melindungi semua alam....

 

Cirebon, 21 Februari 2021

Peluk dari sahabatmu

 

                                                                                                                                                                                          C


                                               

 

4 Mencintai

Sabtu, 13 Februari 2021

 


Membiarkan rasa cinta mengalir deras dalam aliran darah

Membawa cinta masuk dalam sel-sel hati

Meluapkan dalam rindu akan cinta

Bagaimana memaknai cinta di hari cinta

 

Saat kau kecup keningku

Saat kau pegang pundaku lembut

Saat kau merayu padaku saat aku ngambek

Saat itulah aku tahu kau ada mencintai diriku

 

Sampai aku memuaskan ingatan saat kita bertemu

Sampai kau menyematkan cincin di jemariku

Sampai kita ada buah hati yang menemani kita

Sampai kita mulai menua bersama

 

Terbiasa bersama menjalani hidup

Dan rintik-rintik kesah tak akan melunturkan rasa

Karena cinta

Cinta yang  bertumbuh dan menetap dalam hati selamanya

 

 

2 Tali Cinta

Sabtu, 06 Februari 2021

Gambar dari sini

Tampak Delia sedang memainkan jemarinya di atas tuts piano. Jemarinya begitu lincah menari-nari dia atas tuts. Sekali-kali senyum terukir di bibirnya yang mungil . Wajahnya tampak sumringah. Lagu Romance The Amor begitu apik dimainkan Delia. Penonton tampak menikmati alunan lembut dari tangan-tangan Delia. Kadang lembut mendayu kadang menyentak di tengah .Dan itu membuat getar-getar tersendiri di hati penonton. Aku sendiri tersenyum dan merasakan getar-getar yang mengusik di sudut hatiku. Begitu indah lagu itu dibawakan. Tiba-tiba suara piano diam dan hening sesaat. Saat Delia membungkukan tubuhnya, tepuk tangan riuh menggema di seluruh aula besar yang mewah. Di aula ini sudah biasa diadakan konser piano bahkan pianis-pianis terkenal di dunia pernah bermain di gedung Ahtafira di Bandung. Termasuk pianis kenamaan Richard Clayderman pernah manggung di sini juga. Betapa bahagianya Delia bisa tampil di gedung tempat pianis-pianis terkenal berkonser.Tepuk tangan tak berhenti terus bergema .Penonton melakukan standing applaus yang begitu meriah. Mungkin Delia juga  merasakan betapa suasana yang begitu membuat bulu kuduk merinding. Gemuruh suaranya membuatku begitu terharu. Tak terasa air mata turun di sudut mataku. Aku menghapusnya perlahan-lahan.

 

            Dia anakku. Delia. Dia putri kecilku . Dia malaikat bagiku. Betapa dia harus berjuang keras untuk bisa membuat konser tunggal sebagus ini. Aku bangga dengannya. Dengan keterbatasan Delia yang tunanetra tak membuat peluang untuknya berpretasi hilang. Kekurangan yang dia punya ternyata Allah memberikan kelebihan lain. Sisi seninya yang sangat peka dan halus memudahkan dirinya untuk belajar musik. Mbak Reta yang memperkenalkan Delia dengan piano sejak Delia berumur 6 tahun.Aku harus berterimakasih pada mbak Reta . Dia telah mengubah Delia yang tertutup menjadi pribadi yang lebih ceria dan percaya diri. Delia yang buta sejak lahir membuatnya dirinya punya rasa tak percaya diri. Tapi setelah mengenal piano, hidupnya berubah drastis. Binar-binar keceriaan selalu mengikutinya. Sungguh aku bersyukur dengan banyak perubahan Delia.

            “Mama,” tegur Delia menyentuh lenganku. Aku tatap putri kecilku . Aku peluk dirinya dan kukecup dahinya.

            “Indah sekali Delia. Sangat indah. Pegang pipi mama, mama menangis . Begitu indah kau mainkan jemarimu nak.” Aku pandangi Delia. Ah, sekarang dia sudah hampir berusia 12 tahun.Sudah mulai remaja. Tiba-tiba mas Santo muncul tiba-tiba dan menyerahkan bunga mawar merah pada Delia.

            “Untukmu Delia. Hari ini kamu cantik. Indah sekali permaiannmu,” tukasnya.

            “Terimakasih. Siapa dia mama?” tanyanya. Aku terdiam sesaat. Ada duri yang menusuk hatiku. Perih dan sakit. Nyeri karena masih ada luka yang belum tertutup di hatiku.

            “Mam?” tanyanya lagi. Aku menatap mas Santo  yang terlihat canggung berdiri di hadapanku.

            “Om Santo, Delia,” tukasku. Ada rasa perih yang menyayat hatiku. Sakit sekali. Aku terdiam lama, entah apa yang aku bisa katakan padanya hari ini. Hanya diam . Itu lebih baik daripada luka lama terbuka kembali.

            “Aku pulang dulu Nana. Delia, om pulang dulu. Lain kali om akan nonton konsermu lagi.” Delia mengangguk dengan senyumnya yang mengembang dari bibirnya. Aku mencoba menghentikan sedikit rasa gemuruh di hatiku. Masih adakah cinta untuk dia, mas Santo? Entahlah.

            “Eh, Delia sekarang sesi foto. Sudah ditunggu di depan,” tukas mbak Reta. Aku menggandeng lengan Delia menuju depan . Sesi foto dimulai. Banyak orang , terutama remaja yang mengidolakan Delia yang hendak berfoto dengannya. Hari ini begitu menguras tenaga dan hati Delia. Tapi selebihnya aku bangga dan terharu padanya.

 

            Aku ingat saat pertama aku positif hamil. Aku mengabarkan berita ini pada mas Santo. Betapa bahagia raut wajah mas Santo saat pertama kali tahu aku positif hamil. Begitu banyak angan-angan yang melayang jauh ke angkasa akan harapan mendapatkan buah hati.  Ternyata angan-angan yang tinggi itu hancur saat tahu kalau Delia mengalami kebutaan. Semua hancur begitu saja. Aku ikhlas menerima semuanya sebagai takdir yang harus aku jalani. Tapi bagi mas Santo , tidak. Mas Santo meninggalkan aku dan Delia. Dia tak bisa menerima Delia yang buta.Aku butuh berbulan-bulan untuk menata kembali hidupku . Sampai aku bisa bangkit dan menata hidupku bersama Delia. Aku didik Delia dengan penuh kecintaanku. Walau aku sedikit cemas karena Delia terlalu tertutup dan agak murung. Tapi semenjak mbak Reta mengajaknya bermain piano, sedikit demi sedikit Delia mulai terbuka hatinya. Rasa percaya dirinya tumbuh sejalan dengan kepintarannya bermain piano yang semakin mahir juga. Delia tumbuh menjadi gadis yang menyenangkan. Itu membuatku bahagia. Dan akhirnya itu membuatku sedikit melupakan rasa sakit hatiku saat mas Santo meninggalkanku. Aku tak pernah mendengar kabar dari mas Santo atau memang aku tak mau mendengarnya. Cukup aku dan Delia yang berjuang bersama-sama. Aku cukup bilang pada Delia kalau papanya pergi untuk bekerja. Beberapa kali Delia bertanya mengapa papanya tak pulang-pulang tapi akhirnya Delia tak pernah bertanya lagi tentang papanya. Aku sendiri tak tahu akan perasaannya pada papanya. Apakah dia merindukan papanya atau tidak. Pernah aku menanyakan pada dirinya.

            “Kamu suka rindu dengan papa gak ?” tanyaku suatu saat. Delia terdiam sebentar.

            “Entahlah, mam. Aku lihat mama tenang saja papa gak ada,” tukasnya santai. Aku terdiam dan mulai saat itu aku dan Delia tak pernah lagi berbicara tentang papanya Delia.

 

            Sampai suatu saat aku dikagetkan dengan kedatangan mas Santo di kantorku. Dia ingin bertemu dengan Delia. Aku pandangi wajahnya . Mengapa dia ingin bertemu dengan Delia, sedangkan dulu dia meninggalkan Delia ? Apakah karena dia sekarang tahu Delia sudah menjadi remaja yang pandai bermain piano seperti layaknya orang normal?

            “Untuk apa kamu datang mas. Kamu sudah meninggalkan aku dan Delia belasan tahun yang lalu. Aku sudah bahagia dengan Delia. Jangan ganggu aku lagi. Delia sudah bahagia dengan kehidupan dia sekarang, jangan ditambah lagi kau datang begitu saja pada dirinya.” Bergetar aku mengucapkan beberapa kata padanya. Ingin aku marah padanya tapi ternyata masih ada sisa cinta untuknya tersimpan dalam hatiku.Mas Santo pergi  saat itu dengan wajah menunduk. Terlihat agak pucat dan kurus tubuhnya. Ada perasaan iba di hatiku, tapi rasa sakit hatiku masih membuat parutan luka yang belum mengering. Masih sakit. Tapi di sudut hatiku yang lain ada perasaan bersalah. Ingin aku memperkenalkan mas Santo pada Delia tapi masih ada keraguan di hatiku. Egois memang. Aku memisahkan tali cinta antara anak dan ayahnya.

            “Maafkan dia , Nana. Mungkin perjalanan waktu membuatnya rindu pada darah dagingnya sendiri. Dia tak mungkin mengelak ada darahnya di tubuh Delia,” tukas mbak Reta.

            “Iya, mungkin nanti kalau aku sudah bisa menghilangkan rasa sakit hatiku.” Aku terdiam .

            “Jangan telalu lama Nana. Delia perlu tahu ayahnya.” Aku kembali mengangguk dan berjanji akan memberitahu Delia tentang papanya. Tapi ternyata sulit bagiku. Luka itu masih meninggalkan parut yang susah untuk sembuh. Saat mas Santo datang di konser Delia , aku hanya memperkenalkan sebagai orang yang kagum akan permainannya saja. Ada sedikit keheranan saat mas Santo memeluk Delia dengan segala kerinduannya. Mengecup kening Delia. Agak runtuh hatiku saat itu. Mbak Reta memegang bahuku erat-erat.Mas Santo pulang dengan wajah yang sulit aku terka, hanya raut wajahnya yang tampak pucat dan tirus. Tubuhnya semakin kurus. Itu hanya perkiraan sepintas.

 

            Tiga bulan kemudian , aku dapat surat dari sebuah rumah sakit terkenal di Bandung untuk datang . Agak mengherankan mengapa aku dapat panggilan dari rumah sakit. Mereka tahu alamatku darimana?

            “Bu, ini ada amanat dari pasien di sini. Dia akan mendonorkan matanya untuk anak ibu.” Aku perlu mendengar dokter itu mengulang kembali perkataannya, baru aku mengerti.

            “Siapa orangnya. Boleh aku tahu?” Dokter itu menggelengkan kepala. Pasiennya masih ingin dirahasiakan sampai Delia sudah menerima matanya.

            “Bagaimana bu,?” Mbak Reta menyentuh lenganku. Mbak Reta menganggukan kepalanya padaku.

            “Terima saja mbak. Semua untuk Delia.” Operasi tiba. Delia begitu gugup. Aku mengecupnya dahinya perlahan.

            “Tenang Delia, sebentar lagi kamu bisa melihat.” Aku peluk erat dirinya sebelum Delia dibawa ke depan meja operasi. Perasaan berdebar-debar menunggu hasil operasi. Sungguh harapan yang tertinggi pada diriku agar Delia bisa melihat dunia. Butuh waktu seminggu setelah opearsi untuk membuka perban yang menutup matanya.

            “Mam, kalau aku masih tak bisa melihat bagaimana?” tanya Delia.

            “Kamu sudah terbiasa tak melihat Delia.”

            “Oh, iya mam. Hal yang pertama Delia ingin lihat wajah mama  dan ....papa,” tukasnya. Aku terhenyak mendengar harapan yang dia inginkan. Melihat papanya. Aku terdiam lama sebelum Delia bilang padaku.

            “Gak perlu kawatir mam. Delia hanya ingin melihat foto papa saja,” tukasnya lagi. Ada rasa sakit yang menusuk di dada ini. Betapa secara diam-diam Delia merindukan papanya, tapi dia tak mau membuat diriku sedih. Ah, Delia kamu anak yang manis. Perban di matanya perlahan dibuka. Aku menatapnya tegang. Mata Delia mengerjap-ngerjap perlahan. Tiba-tiba dia tersenyum dan menatapku lama.

            “Mama, aku bisa melihat.” Aku merangkul Delia erat-erat,air mataku tumpah ruah. Begitu bahagia. Kini Delia bisa seperti anak-anak yang lain berkat pertolongan seseorang yang dermawan.

 

            Aku mengajak Delia ke sebuah makam di tengah kota Bandung. Aku melihat nisan yang bertuliskan Santoso .Aku duduk berdoa sebentar dan memegang nisannya.

            “Terimakasih mas untuk matamu. Aku bisa melihat matamu di mata Delia. Terimakasih.” Aku tergugu lama, sesak dadaku. Tak menyangka mas Santo menyumbangkan matanya untuk Delia setelah tahu hidupnya tak akan lama lagi karena kanker yang dideritanya. Setelah mas Santo kambuh dan masuk rumah sakit lagi dan keadaan semakin parah, Mas Santo meminta dokter untuk mengambil matanya untuk didonorkan pada Delia. Delia hanya diam di sisiku.

            “Del, ini makam papamu. Dia yang memberikan matanya untukmu,” aku tersendat-sendat mengucapkannya. Dan aku  terisak kembali. Tak ada yang bisa menghalangiku untuk menangis sepuasnya. Aku melihat air mata mengalir di mata Delia.

            “Papa.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Delia. Terimakasih mas Santo. Mata pemberianmu  akan menjadi bukti cintamu pada Delia. Akhirnya seorang ayah tak mungkin memungkiri anak kandungnya sejelek apapun keadaannya. Ada  tali yang menghubungkan anak dan orangtuanya. Tali cinta.....