0 Mata Tak Pernah Berbohong

Sabtu, 28 November 2020

 

Gambar dari sini

Pendar-pendar mata kadang riuh dalam senyap

Pelengkap rasa cinta yang ada

Karena mata tak pernah bohong

Saat menatap lekat dalam pandangan cinta

Semua karea cinta

Sekali lagi mata tak bisa berbohong

 

Jadi kuajari ya

Saat matamu penuh dengan pendar cinta

Tak bisa kau bohongi hatimu

Karena dari mata terlihat jelas

Tapi hati-hati dengan matamu

Karena matamu akan membunuh hati orang lain

 

Menjaga serpihan-serpihan rasa di hati

Akan membangun rasa yang akan lebih adil

Karena cinta bisa merusak pertemanan

Saat kau tak pernah lelah dengan mata cinta

Tapi singkirkan dengan ketulusan dan keikhlasan

Karena bukan milikmu.

 

Cirebon, 6 Desember 2020

0 Menatap Keindahan Curug Putri

Sabtu, 21 November 2020

 

 
Gambar dari sini

Masih pagi, udara dingin menggigit , membuatku mengigil kedingingan. Gelap menyapa hanya sinar dari senter yang menerangi perjalanan menuju kandang pak Amir. Seperti biasa sudah hampir tiga hari aku beserta sembilan muridku mengadakan penelitian di desa Cisantana Kabupaten Kuningan.Sebagian beranjak ke kandang pak Amir sebagian lagi ke kandang pak Jupri. Satu persatu mereka mengambil sampel susu dari beberapa sapi yang ada di kandang. Aku berdiri di tepi kandang dengan tubuh yang menggigil . Aku eratkan mantel. Saat aku menghembuskan nafas terlihat hidungku mengeluarkan asap .

            “Bu, mampir ke rumah. Ada teh hangat dan singkong goreng,”tukas seseorang yang melewati kandang pak Amir. Di desa sudah biasa mereka selalu menyapa orang yang lewat dekatnya.

            “Maksih bu,”tukasku cepat.  Aku melihat Andika sedang menuliskan label di tabung reaksi agar sampel tak tertukar saat diperiksa di laboratorium kelak. Mereka bekerja sambil sedikit bercakap-cakap. Dan tampaknya mata mereka masih terlihat mengantuk.

            “Sial, semalam aku gak bisa tidur, nyamuk membuat nyanyian sendiri di telingaku,”sembur Leo kesal. Aku menatap mukanya yang memang terlihat sekali kurang tidur. Agak setengah loyo, tapi tetap lincah mengambil sampel susu. Habis inipun mereka tak bisa langsung beristirahat karena mereka harus menguji sampel susu itu di laboratorium yang jaraknya cukup jauh dari kandang. Sampel harus segera diuji ,kalau tidak keburu masam dan rusak. Aku menatap mereka dengan pandangan iba. Mereka sudah hampir tiga hari benar-benar bekerja keras untuk melakukan penelitian ini. Ada sedikit rasa bangga pada mereka.

            “Bu, naik mobil saja ya ke laboratoriumnya. Duh badanya kok lemes sih,”tukas Leo.

            “Tapi harus sabar menunggu, karena mobilnya harus mengambil susu di beberapa kandang lainnya. Mereka semua menatap Leo. Aku tahu yang lainnya ingin segera ke laboratorium tanpa menunggu mobil dan segera bisa beristirahat. Leo menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Tentunya dia harus  mengalah dengan yang lain yang suaranya lebih banyak.

            “Dah , gak apa-apa Le. Nanti kalau sudah selesai ke laboratorium , kamu bisa langsung tidur lagi,”tukasku. Walau agak kesal, Leo mengikuti mereka yang bersuara lebih banyak. Dalam hatiku kecilku , aku memuji semangat mereka bekerja.

 

 

            Siang itu aku mulai memasak untuk makan siang bersama anak-anak. Sambil memotong-motong sayur, aku mengusulkan perlunya sedikit refreshing dengan cara berjalan-jalan ke suatu tempat yang bisa mengurangi rasa lelah setelah begitu banyak hal yang dilakukan untuk penelitian ini. Tampak bola mata mereka begitu memancarkan keriangan dan semangat . Ah, mereka nyatanya memang sudah lelah. Mereka perlu refreshing.

            “Ah, ibu tahu saja,”tukas Tina tersenyum. Terdengar suara berdengung dari anak-anak yang mulai berencana hendak kemana tujuan mereka. Mereka saling menyebutkan tempat yang  ingin mereka kunjungi  yang ada di sekitar desa Cisantana.

            “Mengapa kita gak ke waduk Darma saja?” tanya Ita.

            “Cibulan,” tukas Nico.

            “Enakan ke Sidomba,”Nina menyela .

            “Gak sopan tahu nyela omongan orang,”tukas Nico memarahi Nina. Nina tampak cemberut. Begitu banyak tempat yang ingin mereka kunjungi. Aku menatap satu persatu. Mereka akhirnya terdiam dengan sendirinya. Aku  sempat tersenyum dan membuka amplop berisi uang mereka. Aku menghitung sisa uang yang ada di amplop. Memang, aku menyuruh mereka patungan uang untuk penelitian selama seminggu di desa ini. Uang itu untuk makan sehari-hari dan untuk biaya pemeriksaaan sampel di laboratorium. Saat mereka melihat sisa uang, tiba-tiba mereka terdiam seketika. Hanya tinggal lima puluh ribu rupiah. Mereka tampak lemas tak berdaya. Begitu ingin untuk bepergian tapi uang yang ada hanya bersisa sedikit.

            “Gimana kalau kita ke Hutan Lindung Palutungan saja. Dekat kan? daripada tidak ,”tukasku  memberi usul, walau aku sendiri belum bisa mengetahui apakah dengan uang segitu cukup untuk menyewa mobil dan masuk ke dalam tempat wisatanya. Karena tidak mau mengecewakan siswa-siswaku, kami berunding bagaimana dengan uang yang ada dapat pergi ke daerah Palutungan tersebut.. Untuk makan siang akan bekal dari rumah. Agar tidak mengeluarkan uang, kebetulan ada siswaku , Tina yang tinggal di daerah Cisantana tersebut sehingga  untuk bahan-bahan mentah untuk bekal bisa ambil dari kebun oranngtuanya. Jadi hari sebelum keberangkatan, aku dan anak-anak mengambil sayuran di kebun milik siswaku.. Memetik daun singkong, mengambil waluh , cabe merah di kebun merupakan pengalaman pertama bagi anak-anak sehingga mereka sangat antusias sekali. Jadi dapatlah seikat daun singkong,  waluh , cabe merah, bawang daun, cabe rawit. Sebagian uang dibelikan ikan asin dan kerupuk dan minyak goreng , beras. Untuk bekal sudah bisa diatasi, nah, untuk pergi kesana perlu nyewa angkot pulang pergi. Tina, siswaku yang penduduk sana melobi supir angkot di sana untuk mau mengantarkan ke Palutungan gratis tidak bayar. Mungkin karena tetanggaan akhirnya mau juga, mungkin juga karena tidak enak hati. Satu lagi yang harus dipecahkan adalah bagaimana bisa masuk ke sana tanpa tiket  alias gratis. Menurut Tina kalau penduduk di sekitarnya mau ke Palutungan bisa gratis asal bisa menunjukkan kartu tanda pengenal. Akhirnya orang tua Tina mau membantu kami dengan cara melobi ke pegawai PERHUTANI, yang sebagian dia kenal. Hati kami gembira ketika ayah Tina pulang dengan berita gembira kalau diijinkan masuk tanpa harus bayar sepeserpun. Kami bersorak gembira. Ternyata kesulitan dapat teratasi dengan mudah.

           

 

Objek Wisata Palutungan yag akan dikunjungi  terletak di kaki gunung Ciremai kabupaten Kuningan. Disana terdapat hutan lindung yang sering digunakan sebagai bumi perkemahan. Di sana bisa merasakan udara yang segar dengan pohon pinus yang berjejer rapi dan bergoyang-goyang tertiup angin. Selain pohon pinus juga banyak terdapat pohon-pohon lainnya yang semuanya dilindungi. Disana selain ada permainan outbound juga terdapat curug/air terjun Putri dengan ketinggian 20 meter dan berasal dari mata air di dalam hutan gunung Ciremai. Nama Curug Putri ini berasal dari legenda yang dipercaya masyarakat setempat sebagai tempat mandi dari putri-putri Kahyangan. Bila sedang hujan makanya sering terlihat pelangi dari curug tersebut dan dipercaya pada saat itu bidadari sedang turun ke bumi untuk mandi di sana. Kesan mistis pada curug tersebut sehingga ada yang ke sana bukan untuk wisata tapi ingin minta berkah berupa jodoh, pekerjaan dan kesuksesan dengan cara membasuh muka dengan air terjun tersebut.

Pemandangan yang alami dan udara yang sejuk cukup baik untuk menikmati kesegaran udara di sana.

            Pagi-pagi sekali aku membangunkan anak-anak untuk membantu aku memasak di dapur. Ratih membuat sambal bawang , sambal khas daerah Cisantana.

            “Rat, yang pedes ya. Biar enak,”tukas Tina yang sedang menggoreng ikan asin. Bau ikan asin di pagi itu membuat perut semakin keroncongan minta diisi. Aku membuatkan sarapan nasi goreng buat mereka. Nina merebus daun singkong , waluh untuk lalapannya. Nico membeli kerupuk di warung dekat rumah Tina. Lengkap sudah perbekalan yang akan dibawa. Tampak mereka sarapan dengan lahap dan mulai siap-siap untuk berangkat.

            “Eh, ngomong-ngomong nanti makannya pakai apa, kok gak bawa piring,”tukas Andika. Ah, benar juga ya, sedari tadi tak terpikirkan oleh diriku.

            “Sudah pakai daun pisang saja,”tukas Ratih cepat. Aku menyuruh Leo dan Nico untuk mengambil daun pisang di kebun belakang.

 

 

            Setelah siap , masih menunggu angkot yang dipesan karena angkot tersebut baru mau narik kalau sudah di atas jam sembilan kalau penumpang sudah berkurang (agar tidak rugi karena kami naik secara gratis). Akhirnya datang juga angkot ,duduknya harus berdesakan karena harus diisi sebanyak 10 orang , sehingga ada siswa yang harus jongkok di tengah.. Perjalanan yang tidak lama hanya perlu waktu setengah jam sampai kesana tapi harus melewati tanjakan yang curam. Berhubung angkotnya juga sudah tua sehingga mesinnya juga sudah aus sehingga ketika menanjak mesinnya meraung-raung keras, rasanya ingin ikut dorong agar majunya lancar.. Sampailah pada gerbang masuk dan karena kami sudah punya ijin masuk tanpa membayar dengan menunjukan surat keterangan yang ditulis oleh pegawai PERHUTANI tadi malam. Akhirnya kami dapat masuk ke dunia tumbuhan yang ada di kawasan hutan lindung Palutungan.

            Agar acara wisata ini bisa bermanfaat saya membagi siswa menjadi tiga kelompok , mereka diberi tugas untuk menyalin nama-nama pohon dengan klasifikasinya mulai dari family, genus dan spesiesnya. Jadi mereka secara berkelompok menuju pohon-pohon di sana dimana setiap pohon ada papan yang bertuliskan jenis tanaman beserta keterangan mulai dari family, genus, dan spesiesnya.Selagi mereka mencatat jenis-jenis pohon aku duduk di bangku di bawah pohon pinus sambil memperhatikan pemandangan yang asri dan dimana-mana yang terlihat hijaunya daun dan langit yang biru terang dengan awan yang tipis. Setelah itu mereka bebas berjalan-jalan di sana..Sepanjang masuk ke bagian dalam pohon pinus berjejer dan pada saat itu angin lagi besar sehingga desiran angir terdengar menderu dan pohon pinus melambai-lambai sehingga antara pohon pinus yang satu dengan yang satunya lagi bersentuhan membuat suara berderik, seram juga , karena kadang suara itu membuat kaget.

           

 

Sepanjang pohon pinus ke bagian dalam terdapat jalan setapak yang kecil dan arahnya menuju curug dengan jalan terjal. Harus hati-hati agar tidak terpeleset apalagi mendekati curug tanah agak basah sehingga lebih licin. Dan terkahir setelah air terjun terlihat jalan curam ke bawah. Akhirnya air terjun terlihat jelas dengan suara menderu yang keras karena air jatuh dari ketinggian 20 meter dan cipratan air dibawah sampai terasa beberapa ratus meter dari air terjun. Siswa laki-laki mulai membuka baju atas dan mulai bermain air dan berdiri di bawah air terjun. Waktu kakiku menyentuh air terasa ngilu di tulang karena dinginnya. Tapi airnya jernih sekali dan waktu kucoba meminumnya segar sekali sampai di kerongkongan.

            Di dinding batuan bisa terlihat jenis paku-pakuan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Dan biasa anak remaja tidak kalah dengan anak kecil , bila sudah ketemu dengan air mulai basah-basahan sehingga baju yang mereka simpan di tepian hanyut ke aliran air terjun sehingga basah semua. Padahal mereka tidak membawa baju ganti . Setelah puas bemain dan siang sudah jelas terlihat dari matahari yang berada tepat diatas kepala. Aku dan anak-anak mencari tempat untuk makan siang. Ternyata di sana terlihat ada saung bertingkat terbuat dari kayu. Sesampainya di sana bekal dibuka dan aku mulai membagi-bagikan nasi sama rata agar tidak ada yang mengambil lebih banyak dari yang lainnya. Mungkin karena hawa yang dingin sehingga membuat cepat lapar, makanan yang sangat sederhana itu habis juga, bahkan masih ada yang merasa belum kenyang.

            “Aduh, masih lapar,”keluh Nico, padahal aku melihat tadi dia sudah menambah nasinya.

            “Kebiasaan kamu Nico, perut kamu memang gembul ,”tukas Leo mengejeknya. Semua setuju dengan pendapat Leo. Memang Nico itu paling doyan makan dan selalu makan lebih dari satu piring.

            “Wah, bajunya kering juga ya,” tukas Leo. Sementara tadi makan mereka menjemur pakaian mereka. Makan bertelanjang dada, membuatku geli.

            “Seperti oarang primitif saja ya kalian itu,”tukasku.

            “Emang kenapa bu?” tanya Nico. Aku melirik mereka yang bertelanjang dada. Mereka akhirnya mengerti dan tertawa terbahak-bahak.

            “Eh sudah waktunya pulang,”tukas Tina. Tina lalu  berusaha menelpun supir angkot yang janji akan menjempu jam satuan.

 

            Nah, ini lagi karena gratis , harus menunggu lama sampai tidak banyak penumpang karena pada jam satuan adalah jam pulang sekolah. Walau baju anak-anak sudah kering tapi jemputan belum  datang saja padahal sore nanti masih harus ambil sampel susu di kandang sapi. Semua sudah gelisah apalagi udara mulai mendung dan gelap dan angin mulai membesar sehingga suara angin meraung-raung dan mulai gerimis. Raungan angin semakin keras dan langitpun semakin gelap, aku mulai gelisah .Kulihat anak-anak juga sudah mulai takut dan gelisah. Mereka takut dengan suara angin yang mulai semakin keras

            Detik demi detik berlalu rasanya lama sekali, aku mulai menilpun supir angkot tapi tidak diangkat-angkat terus. Anak-anak mulai mengeluh dan sudah kesal dan kecapaian karena kelelahan tadi bermain-main,tapi angkot yang ditunggu –tunggu tidak datang juga malah gerimisnya makin membesar dan mulai hujan. Kami berteduh di warung yang ada disana , tapi karena warungnya kecil, jelas saja kami kebasahan.

            Akhirnya angkot yang ditunggu datang juga. Anak-anak mulai ngomel panjang lebar bahkan ada yang menggerutu.

            “Mang, kenapa telat sih, hampir satu jam loh telatnya,”tukas Nina kesal.

            “Gratis aja pakai protes,”tukas mamang supir sambil mendelik kejam pada anak-anak. Anak-anak tersipu malu-malu. Aku hanya bisa nyengir melihat tampang mereka yang sudah tampak kelelahan. Merasa sadar diri kalau mereka numpang gratis naik angkot, akhirnya mereka semua serentak tutup mulut tak ada lagi yang  mengeluh. Baju mereka basah bukan karena tadi main air tapi karena kehujanan. Badan mereka mengigil, belum lagi mereka membayangkan masih harus mengambil sampel susu di sore harinya.Sampailah di rumah  dengan pakaian yang basah dan harus mandi dan berganti pakaian dan siap lagi untuk bekerja di kandang sapi untuk melakukan penelitian lagi.

            Walaupun perjalanan ini tidak menginap dan hanya satu hari saja tapi sangat berkesan karena melihat pemandangan yang indah, dengan banyak bantuan yang kami peroleh..Dan begitu banyak ilmu yang didapat anak-anak dengan banyak keaneka ragaman hayati yang mereka temukan di hutan lindung Palutungan. Aku tersnyum bahagia telah memberikan pengalaman yang beharga bagi murid-muridku. Perjalanan singkat yang keren dan berguna.Selain itu makan siang yang sangat sederhana tapi ludes dan harus basah kuyup karena kehujanan , seru dan tak pernah dilupakan. Menanjak sampai ujung  terlihat keindahan alam yang mempesona.........

 

2 Dia Bukan Siapa-Siapa

Jumat, 13 November 2020

 

 
Gambar dari sini

Dia bukan siapa-siapa

Tapi dia merasa jadi siapa

Hanya karena rasa , dia merasa dirinya istimewa

Tapi tetap saja dia bukan siapa-siapa

Biasa pengagum rahasia

 

Sudah tahu dia bukan siapa-siapa

Tetap saja dia selalu menatap lekat

Seperti racun

Nempel dan kadang susah dilepas

Walau ini tidaklah patut

 

Setiap tatapnya setiap nafasnya

Seharusnya tahu , dia bukan siapa-siapa

Hanya syair-syair kesepian dirinya

Yang tak bisa dia ubah

Menjadi bumerang bagi dirinya

 

Jadi kalau bukan siapa-siapa

Tak perlulah mematutkan diri

Karena akan mempermalukan dirimu saja

Tapi jadilah siapa-siapa bagi dirimu sendiri

Karena bahagia itu ada dalam diri sendiri.

 

 

6 Cinta Untuk Anak-Anak

Sabtu, 07 November 2020

 

 
Gambar dari sini

Masih terbayang masa kecilku yang begtu indah. Banyak cerita yang bisa kusampaikan betapa aku sangat beruntung mendapatkan keceriaan anak-anak . Ibukulah yang membuat masa kecilku sangatlah indah untuk dikenang. Setiap malam ibuku akan mendongengkan cerita-cerita yang sampai sekarang masih jelas terrekam dalam alam pikiranku. Pesan-pesan moral yang ada di dongeng itu selalu diulang lagi oleh ibu saat cerita selesai, sebelum ibu menyuruhku tidur malam. Belum lagi keceriaan yang diciptakan ibu dengan cara mengajakku menggambar apa yang kurasa dan kulihat Aku begitu asik menggambar apa yang sedang kurasakan dan ibu akan selalu menempel gambarku di dinding kamarku.Akhirnya dinding kamarku penuh dengan gambar yang mencerminkan suasana hati pada saat itu, sungguh menyenangkan.. Satu yang diajarkan ibuku yang sampai sekarang masih saja menyelimuti pikiranku  adalah untuk berbagi. Setiap minggu aku selalu diajaknya mengunjungi panti asuhan untuk berbagi makanan, membagikan makanan buat abang-abang beca atau pengemis-pengemis. Dan itu membuat goresan lembut di hati ini untuk selalu berbagi. Ibuku selalu mengatakan di setiap kesempatan bahawa aku adalah anak yang beruntung tapi jangan pernah menikmati untuk  diri sendiri karena masih banyak anak atau orang yang kurang beruntung di luar sana.

 

            Aku tumbuh dengan cinta di dalamnya , dan tak terasa waktu demi waktu aku lalui sampailah aku bisa menyandang gelar sarjana . Gelar yang sangat diidamkan orang banyak. Bekerja di suatu perusahan sudah kudapatkan. Mungkin banyak orang yang iri hati padaku dengan kemudahan yang selalu kudapatkan. Siapa sih yang tidak mau punya gaji yang besar di perusahaan yang terkenal. Tapi herannya semakin hari , aku semakin tidak nyaman bekerja di sana, karena aku merasakan ada yang kurang dalam hatiku. Semua yang ada  di perusahaan dihitung dengan uang dan uang lagi, sehingga rasanya membuat ganjalan tersendiri di hati. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti setelah lima tahun bekerja di perusahaan.. Banyak yang protes dengan keputusanku tapi untungnya ibuku tetap memberiku semangat . Ibu tahu bahwa aku tidak bisa bekerja dengan hanya mementingkan diri sendiri. Ibu tahu betul, dan itu membuatku merasa apa yang akan kulakukan sekarang adalah yang terbaik bagiku.

 

            Sudah kuputuskan aku harus bisa banyak berbuat untuk anak-anak. Masih banyak anak-anak yang kurang beruntung di luar sana. Aku ingin anak-anak itu merasakan  keceriaan,mendapatkan  ilmu dan kasih sayang. Dengan modal uang dari menabung saat masih bekerja, aku membuat komunitas For Charity. Menyewa ruang sederhana. Di tempat itulah kubuat taman bacaan anak , kuajak anak-anak di sekitar yang tak mampu untuk mengunjungi taman bacaan . Tak lupa ku selalu mendongengkan mereka dengan dongeng anak-anak dan keceriaan selalu kutanamkan dengan kegiatan menggambar dan membuat ketrampilan. Selain itu aku juga mengumpulkan pakaian bekas yang masih bagus dari orang-orang yang  mau menyumbangkan baju bekasnya yang masih bisa dipakai, untuk dijual kembali dengan harga murah. Uangnya kubelikan peralatan yang dibutuhkan anak-anak di taman bacaanku. Selain itu aku juga tak pernah melupakan kegiatan membagi-bagikan makanan bagi kaum dhuafa seperti ibu mengajarkan padaku.

 

            Dunia anak-anak ternyata sangat menyita perhatianku. Walau kesulitan dalam mendapatkan dana tapi aku tak pernah berhenti, karena ku yakin semua pasti ada jalannya. Dan banyak orang yang mulai tertarik untuk membantu For Charity, mulai dari dana maupun tenaga. Sungguh luar biasa, ternyata kalau dimulai dengan kebaikan , tentunya berakhir dengan kebaikan. Dana mulai sedikit demi sedikit mengalir untuk kegiatan anak-anak.  Tempat yang kusewa akhirnya dapat kubeli sebagai tempat berkumpulnya anak-anak untuk belajar , bergembira dan berkarya bersama.

 

            Sungguh tak kuduga perkembangan For Charity semakin berkembang dan banyak anak-anak yang bisa kurangkul untuk membuat mereka menjadi anak-anak yang beruntung . Kecintaanku pada anak-anak , menjadikan aku guru diberi kesempatan untuk menjadi guru di taman bermain. Dengan begitu aku mempunyai pemasukan uang buat diriku yang sebagian besar juga untuk pengembangan For Charity.Tak terasa aku masih berdiri di sini dan aku hanya bisa mengucapkan rasa syukur padaMu, karena keputusanku untuk berhenti  bekerja adalah keputusan yang benar. Dan perasaanku sangat bahagia saat aku bisa bersama dengan  anak-anak . Tiada yang kusuka selain merajut cinta bersama dengan anak-anak. Hanya doa yang kupanjatkan agar aku masih kuat berdiri di sini bersama dengan anak-anak. Amin