Bukit Cinta

Senin, 21 Januari 2019


Sumber gambar dari sini 
 

Sore itu masih sama dengan sore-sore terdahalu, aku  berada di atas bukit cinta. Bukit kecil yang letaknya tak jauh dari rumahku di Bandung. Hampir setiap sore aku dan Kenzi selalu duduk di atas bukit untuk melihat senja. Senja di bukit cinta memang indah. Perubahan warna dari kuning, jingga dan perlahan memerah dan sedikit demi sedikit menghitam dan  menggelap. Tiada kata yang bisa terucap dari keindahan saat senja tiba.Keagungan Allah yang tiada duanya.
            “Lihat burung camar yang terbang , sepertinya sangat dekat dengan matahari,”teriak Kenzi. Aku melihat apa yang ditunjuk Kenzi. Burung camar tampak dengan latar belakang matahari yang mulai menjingga.
            “Keren ya.” Kenzi mengangguk setuju. Begitulah aku dan Kenzi tak pernah bosan melihat senja . Mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah tak pernah lupa untuk melihat momen senja di bukit cinta. Berlari-larian, menikmati senja dengan bernyanyi atau tiduran di atas rumput sambil memandang langit. Rasanya hanya kegembiraan milik aku dan Kenzi berdua. Banyak yang bilang aku dan Kenzi pacaran tapi aku selalu menganggapnya hanya sebatas kakak yang berusaha untuk selalu melindungiku. Aku menikmati perhatian yang diberikan Kenzi. Selalu indah dan gembira bersama Kenzi.

            “Akhirnya harus juga meninggalkan bukit cinta ini,”keluhku. Rasanya aku tak mampu untuk meninggalkan bukit cinta ini. Sudah merupakan bagian dari jiwaku. Kenzi  pindah ke Australia mengikuti papanya yang sekolah lagi di sana. Sedangkan akupun  pindah ke Surabaya mengikuti papa yang dipindahkan ke kantor cabang Surabaya.
            “Entah kapan bisa ke mari lagi,”gumam Kenzi perlahan.Hanya sayup terdengar seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Entah mengapa air mata menetes perlahan. Sungguh aku tak mau meninggalkan tempat yang punya banyak kesan . Kenzi memandangku dan terdengar suara helaan nafas yang berat.
            “Kita janjian yuk. Untuk datang 10 tahun lagi di sini. Di bukit cinta,”tukas Kenzi.
            “Untuk apa?” Aku memandang heran padanya. Kenzi mengangkat bahunya . Mulai digeleng-gelengkan kepalanya.
            “Obat kangen kali,”tukasnya  Ada sepasang mata yang begitu merindu untuk tak melepaskanku. Aku tahu itu. Kenzi menyukaiku . Tapi untuk saat ini aku masih suka hanya bersahabat saja. Saat senja terakhir di sana, perasaanku begitu kelu. Saat harus berpisah dengan Kenzi saat langit mulai menjingga. Lambaian tangan Kenzi semakin jauh dan menghilang dari pandangan mataku. Aku hanya  menangis dalam sepiku.Aku melangkahkan kakiku sambil menunduk pilu.
            “Selamat tinggal Kenzi. Suatu waktu mungkin kita akan berjumpa lagi. Suatu saat,”gumamku perlahan.

            Aku menatap bukit cinta. Masih seperti dulu. Masih sama. Masih dengan senja yang indah . Tampak langit mulai berubah warna. Angin masih menyapa pipiku. Aku mulai merapatkan mantelku. Udara Bandung kali ini agak dingin. Sudah hampir 20 tahun  aku meninggalkan tempat ini. Janji 10 tahun untuk bertemu lagi aku lupakan begitu saja. Mungkin Kenzi marah padaku karena aku tak datang. Mungkin dia akan menghilangkan namaku dari persahabatannya. Tapi semenjak itu aku tak pernah bisa lagi menghubungi Kenzi. Dia menghilang bak ditelan bumi. Aku yakin Kenzi marah padaku.
            “Sudah malam. Pulang,” tegur mas Didit merangkul pundakku
            “Iya, tapi lihatlah senja itu selalu mempesona,”tukasku sambil menunjuk langit. Ah, maafkan aku Kenzi. Maafkan aku. Persahabatan yang lama terjalin kini putus sudah. Aku menyesal Sungguh, maafkan aku.......
           

8 komentar:

Fahed Syauqi Says:
21 Januari 2019 pukul 17.12

bukit cinta yang penuh makna.. kisah kedua sahabat yang menarik.. semoga dapat dipertemukan walau jejak masih menghilang..

Aan Sopiyan Says:
21 Januari 2019 pukul 18.57

Berkunjung!

Tira Soekardi Says:
22 Januari 2019 pukul 11.16

amin mas fahed

Tira Soekardi Says:
22 Januari 2019 pukul 11.17

makasih mas aan atas kunjungannya

bundasugi.com Says:
24 Januari 2019 pukul 00.00

ceritanya bikin haru mbak. ayoo cari kenzienya di google, dan minta maaf karena sudah melupakan hehe

Tira Soekardi Says:
24 Januari 2019 pukul 12.04

makasih bunda sugi

RaNuy Says:
29 Januari 2019 pukul 01.44

Duh, aku jadi pengen ke sini. Tempatnya oke nih uat pepotoan

Tira Soekardi Says:
29 Januari 2019 pukul 13.32

betul mbak nurliana

Posting Komentar