Negeri Tikus

Sabtu, 07 Maret 2020

Gambar dari sini

Aku memandang penuh kagum rumah Ningsih, semua bisa dibolak-balik oleh kenyataan. Dulu Ningsih sering berhutang padaku, kini setelah mas Toyib suaminya diangkat jadi anggota terhormat DPR, semua menjadi lain. Beberapa rumah yang dimilikinya dan mobil yang berjejer di garasinya yang luas. Aku mengamati rumahnya dan ada sedikit kecemburuan di hatiku. Mas Adang hanya mampu membelikan keluargaku rumah yang benar-benar sederhana rumah tipe 21 yang masih mampu melindungi keluargaku.
            “Hai,” sapa Ningsih , tampak Ningsih memakai gaun yang indah dan sungguh pas dengan tubuhnya yang memang sudah ideal.  Rasanya bajuku yang menurutku cukup bagus tak ada apa-apanya dibanding yang dikenakan Ningsih
            “Wah, Ningsih, enak ya sekarang kamu sudah mampan,” ujarku. Ningsih tersenyum padaku dan mengajakku untuk duduk di teras belakang rumahnya yang menghadap ke kolam renang. Aku berdecak kagum melihat rumahnya yang luar biasa besar, hanya dalam waktu dua tahun mas Toyib menjabat jadi anggota DPR , betapa kekayaannya melonjak begitu pesat.

            Sungguh menyakitkan saat aku pulang dari rumah Ningsih dengan tangan hampa, Ningsih tak memberikan  uang pinjaman pada dirinya dengan alasan yang tak masuk akal, padahal aku membutuhkan untuk biaya pengobatan Nina di rumah sakit. Esok Nina sudah diperbolehkan keluar tapi mas Adang belum mendapatkan uangnya , jadi aku memberanikan diri  untuk meminjam uang pada Ningsih. Aku terduduk lemas di bangku rumah sakit, kemana lagi aku harus mencari pinjaman uang. Aku melihat mas Adang tergopoh-gopoh mendekatiku.
            “Alhamdulilah Na, aku sudah dapat uangnya,” tukasnya. Tak terasa air mataku menetes.  Aku begitu disibukan mengurus Nina yang masih butuh perhatian banyak setelah keluar dari ruamh sakit, aku sudah melupakan Ningsih yang waktu itu membuatku sakit hati saat dia tak mau meminjamkan uangnya,padahal dulu saat dia kesusahan akulah yang selalu menolongnya. Bukannya aku ingin dibalas budinya tapi saat dia berlebih dan aku membutuhkan ,Ningsih tak mau membantunya.
            “Sudah Na, jangan kau pikirkan hal itu, kita dulu menolongnya kan ikhlas , jadi jangan pernah menuntut orang untuk membalas kebaikan kita, sudah nanti Allah yang membalasnya,”tukas mas Adang saat aku mengeluh padanya. Aku hanya mengangguk lemah.

            Aku begitu terkejut saat Ningsih datang padaku dengan air mata yang terus mengalir.
            “Ada apa Ningsih? Tenang dulu, ceritakan pelan-pelan apa yang kamu hadapi sekarang,” tukasku sambil membimbingnya duduk . Ningsih bercerita kalau mas Toyib ditangkap karena kepergok menerima uang suap .
            “Mas Toyib punya istri lagi,” pelan suara Ningsih masuk ke dalam telingaku. Ningsih menelangkupkan kepalanya di antara kedua tangannya dan  kembali menangis.
            “Aku bingung dan takut Na.” Aku peluk Ningsih. Tak terbayangkan  lagi semua dibolak-balik oleh kenyataan Ningsih harus dihantam setelah ada di atas kesuksesannya. Segala sesuatu yang kini dimiliki Ningsih akan hilang dalam sekejap saja.Aku menceritakan pada mas Adang apa yang dialami oleh Ningsih .
            “Nah, Na, kamu bisa lihat kan, belum tentu kehidupan yang kaya bisa membuat hati orang akan bahagia. Makanya bersyukurlah pada hidup kita , walau kita tak kaya, tapi paling tidak hidup kita bahagia.”  Enam bulan kemudian terdengar kalau mas Toyib dihukum selama 10 tahun dan banyak hartanya yang disita negara. Aku mendengar kalau Ningsih kembali lagi  ke rumah orang tuanya.

0 komentar:

Posting Komentar