Gambar dari sini
Malam itu kembali aku mengunjungi Sin Chan di kamarnya,
entah mengapa aku selalu rindu padanya. Semenjak aku kebetulan masuk ke
kamarnya melihat wajah orientalnya, aku selalu begitu merindukan wajahnya.
Sampai suatu saat tanpa kuduga Sin-Chan ternyata mempunyai kemampuan indigo
sehingga dia mampu melihatku. Aku sungguh malu karena wajahku rasanya tak
sebanding dengan wajah Sin-Chan yang manis dengan mata sipitnya.
“Kamu siapa
dan mengapa kamu berada di kamarku?” begitu kali pertama dia bertanya padaku.
“Aku,
Robert. Aku setan penunggu kubur di balik kota ini. Aku ingin berkenalan
denganmu, boleh?” tanyaku.
“Boleh. Aku
Sin-Chan.” Ternyata Sin-Chan mempunyai kemampuan indigo dari kakek buyutnya.
Dulu awalnya dia sering ketakutan saat melihat segala makhluk gaib yang ada di
dunia ini, tapi lama kelamaan dia mampu mengatasi rasa takutnya dan kini dia
lebih tak peduli saat dia melihat
makhluk gaib, karena dia akan menganggap
angin lalu saja. Dari sinilah aku selalu datang hampir tiap hari hanya sekedar
melihat atau berbincang , entahlah banyak alasan yang kuberikan padanya agar
aku bisa melihat wajah orientalnya. Sehari saja aku tak mengunjunginya ada
desakan rindu yang menyelimuti hatiku , sampai aku tak mampu menahannya. Pernah
aku datang sudah larut malam saat Sin-Chan sudah tertidur lelap. Aku pandangi
wajahnya sampai rinduku terpuaskan dan beberapa kali aku berusaha untuk
mengecup keningnya tapi sungguh sulit sekali aku menempelkan bibirku di
keningnya. Dua makhluk berbeda dimensi tak dapat saling menyentuh. Rasanya
sesak di dada saat aku ingin memeluknya tapi semua itu tak bisa aku
lakukan. Malam ini aku sudah berada di
kamarnya, aku memandang dari belakang tubuhnya yang sedang menghadap meja
belajarnya.. Aku berusaha untuk tetap diam agar dia tidak tahu kedatanganku,
agar aku bisa melihatnya diam-diam.Akan kupandangi wajahnya yang tampak bersemu
merah.
“Jangan
ngintip saja di belakangku,”tegurnya tiba-tiba, aku terhenyak kaget ternyata
kedatanganku sudah diketahui oleh Sin-Chan.
“Kok bisa
tahu sih?” tanyaku penasaran sambil mendekati dia dan melihat dia sedang
menulis surat.
“Surat apa
itu?”
“Surat
cinta untuk Boy,”ujarnya acuh tak acuh, tapi bagiku itu merupakan pukulan telak
yang keras,ada rasa cemburu yang menggelayut di hatiku. Alangkah aku tak mampu
bersaing dengan manusia. Diam-diam aku memperhatikan sebuah foto laki-laki di
sebelah buku tulisnya. Aku menduga itu yang bermana Boy, aduh tampan dan
atletis sekali tubuhnya, aku semakin digelayuti rasa cemburu yang begitu
menyodok batinku. Diam-diam aku menjauh darinya dengan rasa sakit hati.
Sudah
seminggu aku hanya duduk melamun saja tak ada lagi keinginan untuk bertemu
dengan Sin-Chan walau rindu melanda, tapi kalau tahu dia sudah naksir seseorang
yang bukan aku, aku kembali menyurutkan niatku untuk datang ke tempatnya
Sin-Chan lagi.
“Kenapa
murung bro,”tukas Dina, setan yang selalu gentayangan di jembatan dekat pasar
baru.
“Patah
hati,” tukasku dan aku menceritakan cintaku pada Sin-Chan.
“Astaga, Robert
itu kan tak mungkin tahu, kamu kayak pungguk merindukan bulan. Lebih baik
lupakan saja,” tegur Dina. Aku menggeleng keras.
“Aku tak
bisa ,Din. Aku terlanjur mencintainya, aku tahu aku tolol dan naif tapi entah
mengapa perasaanku begitu kuat padanya,”keluhku. Aku melihat Dina termenung sebentar
dan aku melihat wajahnya tiba-tiba cerah dan tawanya membuatku kaget.
“Aku
tahu,”ujarnya dan Dina menyarankan aku untuk minta bantuan datuk Ali , setan
yang mampu mengubah wajah setan menjadi tampan.
“Kamu bisa
milih wajah apa yang mau kau tiru, kali-kali kamu mau meniru wajah
Afghan,”tukas Dina tertawa. Aku ikut
tertawa bersamanya, aku tahu Dina menyukaiku tapi aku menganggap dirinya hanya adik kecilku yang
selalu aku lindungi , tidak lebih dari itu dan Dina sudah mengerti itu. Aku memutuskan mendatangi datuk Ali untuk meminta bantuan untuk mengubah wajahku
menjadi tampan , kalau perlu lebih tampan dari Boy, pujaan hati Sin-Chan.
“Kamu boleh
mengubah wajahmu tapi dengan satu syarat,” ujar datuk Ali.
“Apa
itu?’tanyaku. Syarat atau pantanagn bagiku adalah tidak boleh makan darah
manusia, karena darah manusia akan meluluhkan wajah tampan kembali ke wajah
semula. Berat sekali syaratnya karena hidupku tergantung darah manusia yang
sudah mati. Tapi tanpa pikir panjang aku menyanggupinya dan aku pikir aku bisa
makan bangkai saja.
Dengan
wajah sumringah aku datangi Sin –Chan malam itu, aku ingin mengajaknya
jalan-jalan.
“Hai,”
sapaku. Sin-Chan berbalik ke arah suaraku dan matnya terbelalak melihat
penampilan baruku.
“Robert?”
tanyanya, aku mengangguk cepat dan tersenyum lebar padanya. Aku melihat
Sin-Chan sedikit terpesona melihat aku dan aku sedikit merasa tersanjung saat
terdengar suara Sin-Chan.
“Ganteng
sekali kamu hari ini Rob,” tegurnya, aku menyeringai padanya, sambil tak lupa
membusungkan dadaku dan aku bisa melihat hidungku kembang kempis akan pujian
terhadapku.
“Gimana
kalau hari ini kau kencan denganku,” ajakku . Sin –Chan tersenyum dan anggukan
kepalanya membuatku bersorak dalam hati. Malam itu aku membawa Sin-Chan
berkeliling kota di udara, aku bawa dengan kekuatanku yang membuat Sin –Chan
juga bisa melayang. Wajahnya begitu gembira dan sekali-kali tawanya bergema di
udara, aku begitu gembira. Waktu melewati jembatan di pasar baru aku melihat
Dina sedang duduk melamun dan saat melihatku sedang terbang bersama Sin-Chan
dia membalikan tubuhnya agar tidak melihatku lagi. Ada perasaan gak enak
terhadap Dina. Malam itu aku pulang dengan kegembiraan karena kencan pertamaku
berhasil. Aku tidur dengan mimpi indah.
Tapi aku
harus menerima kenyataan kalau Sin Chan
lebih memilih Boy daripadaku.
“Mengapa
Sin, mengapa kau tolak cintaku?’ aku begitu memelas memintanya untuk menerima
cintaku.
“Aku tak
mencintaimu, lagipula kamu dari dunia yang berbeda denganku, apa mungkin. Kita
harus realistis,”tukasnya. Aku terdiam dan membenarkan argumen yang diajukan
oleh Sin-Chan tapi tetap saja hati kecilku menolak. Bujuk rayuku tak cukup
mempan untuk membalikan hatinya untukku. Sin-Chan tetap memilih Boy. Sakit hati
yang mendera membuatku marah, amarah yang meletup-letup seperti gunung yang
akan segera meletus. Aku pulang dengan rasa marah dan kecewa dan aku makan
darah bangkai manusia sebanyak mungkin agar aku bisa kembali ke wujud semula,
percuma punya wajah tampan tapi cintaku tetap saja ditolak. Aku begitu terpuruk
dengan cintaku, kerjaannya hanya melamun dari hari ke hari. Rinduku padanya
belum bisa hilang dari hatiku, kadang diam-diam aku masih sering datang ke
rumahnya dan bersembunyi di balik tembok dan menegoknya dalam diam.
“Kamu gak
kenapa-napa kan?’ tanya Dina menatapku dengan prihatin. Aku terduduk dengan
perasaan sedih.kepalaku terkulai lemas , hanya bisa kutundukan kepalaku . Lemas
semua tubuhku, ingin aku menghilang dari bumi ini, percuma saja aku jadi setan
tapi tak mampu mempengaruhi mansuia untuk mencintaiku.
“Kamu harus
ingat Rob, kita ini setan , mana mungkin bisa menyatu dengan manusia. Realistis
sedikitlah Rob. Ada aku yang akan menemanimu setiap saat,”tukasnya. Aku menatap
matanya, ada sedikit cercah cinta di sana, aku tahu itu tapi selalu aku tolak.
Kini aku melihatnya lagi cinta di matanya begitu tulus diberikan untukku.
Sungguh bodoh aku,selama ini ada yang mencintaiku dan akan mampu mendampingiku
selamanya malah aku jatuh cinta pada manusia yang akan membuatku sakit hati.
“Maafkan
aku ,Dina. Mulai sekarang aku mau belajar mencintaimu. Bolehkan?”tanyaku sambil
memandangnya dengan lembut. Sinar dari matanya tampak bersinar terang kembali
setelah meredup saat dia tahu aku lebih menyukai manusia. Air matanya mengalir
, tampak bulir-bulir air matanya terpantul jelas di pipinya, aku hapus bulir
air matanya dan aku dekap dia dalam pelukanku.
“Temani aku
Dina selamanya,” ujarku dan aku tetap memeluknya erat dan tak akan kulepaskan
lagi. Aku tak menyesali perjalanan cintaku, walau aku belum mencintai Dina tapi
aku akan belajar mencintainya seperti Dina mencintaiku. Dan cintaku pada
Sin-Chan berakhir sudah. Menurut Dina aku setan yang sok ganteng, jelas saja
gak diterima oleh Sin-Chan.
“Apa,
sekali lagi kau katakan itu Din?” aku menatapnya. Dina tertawa mengejek.
“Setan sok
ganteng yang patah hati, tahu!”: serunya, dan tak lama kemudian Dina sudah
berlari dari kejaranku
“Awas
Din,!”: seruku dan aku kejar samapai aku dapatkan Dina sudah berada dalam
pelukanku. Aku memeluknya erat dan tak akan pernah kulepaskan lagi. Kadang kita
tak pernah tahu kalau banyak orang didekat kita yang mencintai dengan tulus
sedang kita terobsesi dengan cinta yang lain yang susah terjangkau.
1 komentar:
13 Juli 2020 pukul 18.40
Kisah romantis beda alam seperti ini selalu menarik.. ada angle yang bisa dikulik dari setiap kisahnya.. apakah itu sad ending, atau justru horor sekalian.. mantap 👍
Posting Komentar