Keajaiban

Sabtu, 23 Januari 2021

 

Gambar dari sini

Tak terasa sudah dua minggu aku terbangun dari tidur panjangku. Tak menyangka aku mendapatkan pengalaman seperti ini. Antara percaya atau tidak tapi ini semua nyata. Aku seperti terlahir baru, seperti bayi yang baru lahir. Baru melihat dunia yang sebetulnay sudah aku arungi selama 20 tahun. Keajaiban yang begitu menyedot hati ini. Semua merasa bersyukur aku bisa bersama mereka lagi. Orang-orang yang aku sayangi. Aku seperti diingatkan untuk hidup lebih baik lagi. Aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bisa menghirup udara dan sepantasnya aku harus banyak bersyukur. Dan aku harus selalu eling untuk hidup lebih baik lagi. Entah bagaimana kalau keajaiban ini tak ada, mungkin aku sudah menyatu dengan tanah. Dan orang-oarng yang aku sayangi akan menangis di dekat pusaraku. Dan aku akan berpisah dengan mereka. Tapi ini tak terjadi. Mukjijat terjadi tepat di hari ulang tahunku.

 

Sudah sejak lama aku merasa hidupku seperti hancur. Saat aku tahu mas Rangga sudah mulai menjauh dariku. Aku sangat berharap mas Rangga adalah jodohku, tapi takdir berkata lain. Mas Rangga memilih untuk pergi dari kehidupanku.bukan karena tak saling mencintai lagi tapi keadaan yang sulit untuk bisa dilalui. Lebih baik berpisah. Adatlah yang memisahkan . semua gara-gara ibunya Rangga sangat mempercayai adat. Dan aku tak bisa bersatu dengan mas Rangga. Mas Rangga memilih untuk pergi karena dia tak bisa menyakiti perasaan ibunya. Dan aku hanya bisa menangisi kepergiannya. Cintaku hancur. Aku merasa mas Rangga tak mau berjuang demi cinta. Sungguh aku kecewa berat perasaanku menjadi satu antara sakit hati dan kecewa dan semua itu menumpuk jadi satu. Aku jadi pribadi yang diam. Lebih suka mengurung diri di kamar. Mudah emosi. Semua berusaha untuk menghiburku dan membangkitkan semangat hidupku . Tapi semua sia-sia saja. Seperti saat itu mama, merangkul dengan tangisan.

            “Sudahlah Ratih, kembali hidup normal, masih banyak laki-laki di luar sana dan kamu tahu sendiri juga kan, kalau Budi juga menyukaimu,”tukas mama. Aku hanya mneggelengkan kepala. Mama hanya merangkulku lama sekali. Kekuatanku akhrinya runtuh . Aku ditemukan pingsan dalam kamarku. Aku dilarikan ke rumah sakit. Selang-selang banyak menempel di tubuhku. Aku terbaring lemah. Diriku sendiri tak mampu untuk bertahan , sudah hilang harapan.

 

Sampai suatu saat tubuhku terasa lemas sekali dan aku seperti melayang-layang . Aku bisa melihat tubuhku berbaring di kasur rumah sakit. Aku melayang-layang dan sekarang sudah berada di kamar mama. Mama sedang solat , begitu khusu  dan terdengar doanya, doa untuk kesembuahanku. Ada tangis di sela-sela doanya. Aku mendekati mama dan berusaha menenagkannya tapi aku tak bisa menyentuhnya. Tiba-tiba saja aku ditarik seseorang yang aku sendiri tak jelas wajahnya. Aku dibawa ke tempat yang sangat indah sekali. Orang-orang di sana sangat ramah sekali. Aku dibawa ke banyak tempat yang indah, aku mulai merasa betah . Tapi aku melihat mama melambaikan tangannya menyuruhku datang padanya. Mama berteriak-teriak meamnggil diriku. Aku pura-pura tak melihat, aku tak mau menderita lagi. Di sini aku merasa nyaman dan tenang. Tapi lambaian tangan mama terus terlihat, air mata mama seperti berkilau membuat aku trenyuh dan mendekati arah lambaian tangannya.

            “Kemarilah, nak, jangan tinggalkan mama. Mama masih butuh kamu.”

            “Tapi buat apa aku ke sana mama, aku sudah kehilangan cinta. Aku tak mungkin bisa bahagia.” Mama menatapku .

            “Ratih, masih banyak cinta di sini. Bukan hanya dari laki-laki saja. Bagaimana dengan anak-anak didikmu? Mereka begitu sayang padamu. Mereka sering menanyakan dirimu ,Ratih,”tukas  mama.

            “Datanglah pada anak-anak itu. Yakin, mereka rindu padamu,”tukas mama lagi. Aku terdiam. Tapi bayang-bayang anak-anak yang selalu membuatku aku tersenyum, sekelebat muncul. Aku melayang datang di kelas dimana anak-anak sedang belajar. Mereka sedang meributkan dirinya.

            “Kapan bu Ratih sembuh ya, aku sudah rindu.”

            “Iya, bu Ratih selalu sayang pada kita,”tukas salah satu anak-anak. Tak terasa air mataku jatuh. Betapa anak-anak itu merindukan diriku. Mengapa aku tak tahu kalau cinta anak-anak itu tulus padaku. Kenapa aku harus meninggalkan mereka?

 

Aku beralih dari tempat indah itu. Lambaian mama begitu kentara dan aku masuk kembali ke dalam tubuhku. Dan aku membuka mataku. Di depan ada mama yang sedang memegang tanganku.

            “Ratih, kau sadar, alhamdulillah.” Mama memelukku erat dan aku tak kuasa untuk ikut menangis juga. Aku telah diberi kesempatan untuk hidup lagi. Dan aku tak akan menyia-nyiakan hidupku. Dan aku tersadar kalau ini hari ulang tahunku. Ulang tahun , hidup baru.

  

Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi “Ulang Tahun” yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel" 

 


 

4 komentar:

Tanza Erlambang - Sawan Fibriosis Says:
3 Februari 2021 pukul 13.02

mantul....

Tira Soekardi Says:
6 Februari 2021 pukul 12.02

makasih

Uniek Kaswarganti Says:
9 Februari 2021 pukul 16.38

Perjalanan panjang yang akhirnya menemukan makna hidup ya, Mba. Semoga Ratih bisa menikmati bahahianya meskipun tanpa Rangga.

Dewi Rieka Says:
13 Februari 2021 pukul 20.34

Merinding bacanya Mbak..kesempatan kedua harus dipergunakan sebaik-baiknya ya...

Posting Komentar