Di Ujung Maut

Rabu, 18 Maret 2015





Sayup-sayup terdengar suara lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Tampak surau kecil dengan lentera sinarnya. Gilang tak peduli dengan rasa lelahnya, tubuhnya terluka berat. Kakinya mulai lunglai. Sedikit lagi, sampai. Belum sampai dekat surau Gilang sudah ambruk di tanah. Tubuhnya tak bergerak.
            “Ada orang terjatuh,” teriak pria yang sedang duduk di teras surau. Mereka berhamburan menuju Gilang yang terjatuh .
            “Angkat saja. Bawa ke surau, “ tukas salah satu pria .  Galih digotong menuju surau. Dia dibaringkan di karpet yang di sana-sini sudah berlubang. Surau sederhana di kampung Cibadak . Beberapa orang mencoba untuk menyadarkan Gilang dengan mendekatkan balsem ke hidungnya.
            “Panggil ustad Amir ,” tukas salah satu pria itu lagi. Tampak Gilang mulai sadar dari siuamannya. Pandangan matanya mulai bisa melihat satu persatu bayang-bayang yang tadinya hanya berupa bayangan yang menghitam.  Ada dua pria yang berada di sisi kirinya.
            “Sudah siuman.” Ustad Amir bergegas ke surau. Ustad Amir terkejut setelah melihat siapa yang tergeletak di karpet.
“Gilang,” tukasnya lembut. Gilang mengalihkan pandangannya pada orang yang datang . Dia tersenyum setelah tahu siapa yang datang.
            “Assalammualaikum ustad.”
            “Walaikumsalam.” Ustad Amir duduk di sisi Gilang. Ada sedikit air mata di sudut mata Gilang. Pria-pria itu saling melirik satu sama lain. Ternyata ustad Amir kenal dengan orang ini . Gilang mencoba tersenyum dan mulai bercerita dengan suara lemah.

            Gilang ingat saat dia pertama kali datang di surau ini. Dia ditolong oleh ustad Amir.Gilang preman di pasar yang hampir saja dibunuh oleh lawannya. Sejak itu Gilang belajar agama dengan ustad Amir.Butuh banyak perjuangan untuk bisa tak kembali lagi ke jalan. Godaan yang terbesar adalah saat dirinya sakau. Kebiasaannya menenggak narkoba membuat tubuhnya selalu bergetar hebat saat dia sakau.Malam-malam Gilang harus merasakan dinginnya air yang mengguyur sekujur tubuhnya untuk menghilangkan sakaunya..Tapi semua itu tak sia-sia , Gilang sembuh total . Sampai akhirnya Gilang memutuskan pergi untuk berdakwah.
            “Doakan aku ustad. Aku berjanji akan datang kembali,” tukas Gilang. Ustad Amir tersenyum mengantarkan Gilang pergi. Dia menatap punggung Gilang menjauh.

            Kini ustad menatap Gilang yang sudah ada dihadapannya. Cukup lama ustad Amir membiarkan Gilang dengan kesendiriannya.
            “Janji aku untuk datang kembali ke sini,”tukas Gilang lemah. Ustad Amir mengangguk. Kepergian Gilang dari sini membawa kakinya melangkah. Dari desa ke desa yang lain. Terus demikian sambil menyiarkan agama bagi orang-orang yang membutuhkan. Sampai dia bertemu  dengan lawannya saat dulu dia  menjadi preman. Galih membantu mempertahankan sebuah pesantren dari preamn-preman yang berusaha untuk mengusir mereka . Tapi di saat itu pula Gilang harus lari dari desa tersebut karena dirinya justru disebut sebagai dalang kejadian itu. Langkah kakinya menuju surau tempat pertama kali dia kenal agama. Gilang semakin melemah, luka di tubuhnya hanya dibebat dengan kain seadanya. Darah menetes dari tubuhnya.Matanya mulai melemah.
            “Bawa ke rumah sakit.” Gilang menggelengkan kepalanya.
            “Aku tak kuat lagi,” tukasnya lemah. Nafasnya mulai tersendat. Ustad Amir membimbingnya untuk mengucapakan dua kalimat sahadat. Mata Gilang tertutup.
            “Dia mati sahid,”tukasnya. Semua orang yang ada di surau saling berpandangan satu sama lain. Gilang pantas menerimanya. Perjuanganya dan pengorbanannya sudah membuktikannya.

Sumber gambar : https://ervakurniawan.wordpress.com/2010/10/24/rasa-sakit-ketika-sakaratul-maut-menjemput/

9 komentar:

Meirida Says:
19 Maret 2015 pukul 20.53

mengharukan mbak..

NUR SHODIQ Says:
20 Maret 2015 pukul 00.08

preman insyaf..... :)
tulisanya keran.

NUR SHODIQ Says:
20 Maret 2015 pukul 00.10

preman insyaf..... :)
tulisanya keran.

cewe alpukat Says:
20 Maret 2015 pukul 02.01

Surau itu apa ya?

Unknown Says:
20 Maret 2015 pukul 16.14

keren mb, :)

Tira Soekardi Says:
20 Maret 2015 pukul 16.44

makasih mbak Merida

Tira Soekardi Says:
20 Maret 2015 pukul 16.45

makasih mas Nur

Tira Soekardi Says:
20 Maret 2015 pukul 16.45

Cewek alpukat, surau itu sama dengan mesjid kecil atau mushola

Tira Soekardi Says:
20 Maret 2015 pukul 16.46

makasih mbak Atin

Posting Komentar