Sayup-sayup
terdengar suara lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Tampak surau kecil dengan
lentera sinarnya. Gilang tak peduli dengan rasa lelahnya, tubuhnya terluka
berat. Kakinya mulai lunglai. Sedikit lagi, sampai. Belum sampai dekat surau
Gilang sudah ambruk di tanah. Tubuhnya tak bergerak.
“Ada orang terjatuh,” teriak pria
yang sedang duduk di teras surau. Mereka berhamburan menuju Gilang yang
terjatuh .
“Angkat saja. Bawa ke surau, “ tukas
salah satu pria . Galih digotong menuju
surau. Dia dibaringkan di karpet yang di sana-sini sudah berlubang. Surau
sederhana di kampung Cibadak . Beberapa orang mencoba untuk menyadarkan Gilang
dengan mendekatkan balsem ke hidungnya.
“Panggil ustad Amir ,” tukas salah satu
pria itu lagi. Tampak Gilang mulai sadar dari siuamannya. Pandangan matanya mulai
bisa melihat satu persatu bayang-bayang yang tadinya hanya berupa bayangan yang
menghitam. Ada dua pria yang berada di
sisi kirinya.
“Sudah siuman.” Ustad Amir bergegas
ke surau. Ustad Amir terkejut setelah melihat siapa yang tergeletak di karpet.
“Gilang,” tukasnya lembut. Gilang mengalihkan pandangannya pada
orang yang datang . Dia tersenyum setelah tahu siapa yang datang.
“Assalammualaikum ustad.”
“Walaikumsalam.” Ustad Amir duduk di
sisi Gilang. Ada sedikit air mata di sudut mata Gilang. Pria-pria itu saling
melirik satu sama lain. Ternyata ustad Amir kenal dengan orang ini . Gilang
mencoba tersenyum dan mulai bercerita dengan suara lemah.
Gilang ingat saat dia pertama kali
datang di surau ini. Dia ditolong oleh ustad Amir.Gilang preman di pasar yang
hampir saja dibunuh oleh lawannya. Sejak itu Gilang belajar agama dengan ustad
Amir.Butuh banyak perjuangan untuk bisa tak kembali lagi ke jalan. Godaan yang
terbesar adalah saat dirinya sakau. Kebiasaannya menenggak narkoba membuat
tubuhnya selalu bergetar hebat saat dia sakau.Malam-malam Gilang harus merasakan
dinginnya air yang mengguyur sekujur tubuhnya untuk menghilangkan sakaunya..Tapi
semua itu tak sia-sia , Gilang sembuh total . Sampai akhirnya Gilang memutuskan
pergi untuk berdakwah.
“Doakan aku ustad. Aku berjanji akan
datang kembali,” tukas Gilang. Ustad Amir tersenyum mengantarkan Gilang pergi.
Dia menatap punggung Gilang menjauh.
Kini ustad menatap Gilang yang sudah
ada dihadapannya. Cukup lama ustad Amir membiarkan Gilang dengan kesendiriannya.
“Janji aku untuk datang kembali ke
sini,”tukas Gilang lemah. Ustad Amir mengangguk. Kepergian Gilang dari sini
membawa kakinya melangkah. Dari desa ke desa yang lain. Terus demikian sambil
menyiarkan agama bagi orang-orang yang membutuhkan. Sampai dia bertemu dengan lawannya saat dulu dia menjadi preman. Galih membantu mempertahankan
sebuah pesantren dari preamn-preman yang berusaha untuk mengusir mereka . Tapi
di saat itu pula Gilang harus lari dari desa tersebut karena dirinya justru disebut
sebagai dalang kejadian itu. Langkah kakinya menuju surau tempat pertama kali
dia kenal agama. Gilang semakin melemah, luka di tubuhnya hanya dibebat dengan
kain seadanya. Darah menetes dari tubuhnya.Matanya mulai melemah.
“Bawa ke rumah sakit.” Gilang
menggelengkan kepalanya.
“Aku tak kuat lagi,” tukasnya lemah.
Nafasnya mulai tersendat. Ustad Amir membimbingnya untuk mengucapakan dua
kalimat sahadat. Mata Gilang tertutup.
“Dia mati sahid,”tukasnya. Semua
orang yang ada di surau saling berpandangan satu sama lain. Gilang pantas
menerimanya. Perjuanganya dan pengorbanannya sudah membuktikannya.
Sumber gambar : https://ervakurniawan.wordpress.com/2010/10/24/rasa-sakit-ketika-sakaratul-maut-menjemput/
Sumber gambar : https://ervakurniawan.wordpress.com/2010/10/24/rasa-sakit-ketika-sakaratul-maut-menjemput/
9 komentar:
19 Maret 2015 pukul 20.53
mengharukan mbak..
20 Maret 2015 pukul 00.08
preman insyaf..... :)
tulisanya keran.
20 Maret 2015 pukul 00.10
preman insyaf..... :)
tulisanya keran.
20 Maret 2015 pukul 02.01
Surau itu apa ya?
20 Maret 2015 pukul 16.14
keren mb, :)
20 Maret 2015 pukul 16.44
makasih mbak Merida
20 Maret 2015 pukul 16.45
makasih mas Nur
20 Maret 2015 pukul 16.45
Cewek alpukat, surau itu sama dengan mesjid kecil atau mushola
20 Maret 2015 pukul 16.46
makasih mbak Atin
Posting Komentar