Merintik air mataku turun perlahan
Saat aku merindu dirimu
Sampai kapan aku menanti datangnya cinta berbalas
Kadang rindu menuai perih
Mengalun pelan detik demi detik
Sampai meluruh dalam pelukan rindu
Kini aku merindukanmu dalam diam.
Ini puisi yang sudah kesekian
kalinya aku kirim .Aku lipat amplop merah jambu. Kudekap amplop. Mudah-mudahan
kau membaca puisiku lagi . Betap aku merindukanmu. Mengharpakan dia tahu isi
hatiku. Kalau aku mencintainya dalam diam. Menurut mbak Nia , aku jatuh
cinta diam-diam tanpa bicara hanya puisi yang bermakna. Sudah lama aku
tertarik dengan pria yang aku sendiri tak mengenalnya dengan baik. Hanya
sekilas saat bertemu di suatu acara pembukaan perumahan baru di kotaku. Saat itu aku tak
sengaja menoleh ke samping. Pria itu ada di sisiku .Aku sendiri mengantarkan
kakak yang ingin membeli rumah untuk persiapan berkeluarga nanti . Tiba-tiba saja dadaku berdebar kencang. Aku
seperti melihat pangeran tampan di sampingku.
Ah, gimana caranya aku bisa berkenalan dengannya??? Tapi sebelumm niat
berkenalan, mbak Nia sudah menarik lenganku pergi.
“Duh, mbak Nia mau kemana. Itu kan
belum selesai ”tukasku kesal. Mbak Nia masih ingin melihat maket-maket rumah yang ada
di pameran perumahan di gedung “Arkanta”
“Gak perlu dengerin, malah jadi bingung
lebih enak langsung bertanya di standnya,” tukas mbak Nia. Sebetulnya malas aku
mengikutinya. Tapi tak disangka saat
mbak Nia sedang melihat stand , pria itu juga sudah berdiri di samping mbak Nia
melihat-lihat brosur yang ada di sana. Aku tertegun dan tak mau hilang
kesempatan . Tak disangka pria itu menoleh padaku. Aku tergagap dan tak sempat
aku memalingkan wajahku. Aku merasakan pipiku menghangat.
“Ada yang salah dariku?” tanyanya.
Aku menggeleng keras.
“Gak -gak,”tukasku gugup. Mbak Nia
menoleh padaku .. Ingin aku menarik lengan mbak Nia pergi dari sana. Saat pria
itu memilih tipe rumah yang akan diambil. Aku melangkah ke sisi yang lain dan
mengintip alamat yang dia tuliskan di formulir pemesanan rumah. Ah, Nathan,
namanya.. Tak lupa aku catat alamat rumahnya.
Mulai saat itu aku mulai banyak
berkhayal tentang Nathan. Setiap waktu aku selalu berangan-angan tentang
dirinya. Berangan-angan aku jadi kekasihnya. Memang sih agak memalukan . Tapi
ada hasrat dalam diriku untuk membuat puisi untuk ungkapan isi hatiku dan
kerinduanku padanya Puisi-puisi aku kirimkan pada Nathan. Walau sampai saat ini
belum berbalas tapi aku tak pernah bosan mengirimkan puisi-puisi lagi.
“Sampai kapan kamu kirim pusi-puisi
itu, Lingga? Heran mbak, kenal saja enggak, kok bisa-bisanya kirim puisi cinta.
Duh, kalau kata mbak sih malu-maluin,” ejek mbak Nia. Aku mendelik marah
padanya. Gak apa-apalah, jatuh cinta kan tak ada yang melarang.
“Mbak, gak boleh ribut-ribut. Kalau
aku sampai bisa mendapatkan cowok tampan mbak harus traktir aku ,”tukasku.
“Setuju,”tukas mbak Nia. Aku
mengedipkan mataku padanya. Mbak Nia mendelik marah padaku. Aku tergelak.
“Namanya cinta dalam diam. Itu tag line yang bagus untiuk diriku. Ingat ya
mbak Cinta Dalam Diam.” Aku tertawa keras-keras. .
Diam-diam pula aku pernah mendatangi
alamat Nathan itu. Sepulang kuliah aku kesana ditemani Kania.
“Benar. Ini rumahnya. Nomer 35.” Aku
melihat angka 35 di tembok dekat pagar. Aku melongok ke dalam rumah. Tampak
rumah sepi. Aku melongok lagi, mencari-cari kalau--kalau ada Nathan. Kania
mulai gelisah.
“Pulang Lingga. Nanti kita dicurigai
mau maling rumah.” tukas Kania. Benar saja, tiba-tiba ada pria yang menghampiri mereka berdua.
“Mau ketemu siapa?” tanyanya sambil
mengampiriku. Aku begitu gugup, sehingga yang aku lakukan hanya menarik lengan
Kaniai dan berlari . Pria itu berteriak-teriak memanggil.
“Terus lari saja, “aku tetap menarik
lengan Kania. Kania marah besar denganku.
“Maaf Kania. Aku janji, ini yang terakhir kalinya
aku ajak kamu ke sana.” Aku membuat tanda V dengan tanganku untuk mengajak
Kania berdamai.
Tapi aku juga tak mengerti, magnet
pria itu begitu kuat. Wajahnya yang tampan tak pernah hilang dari ingatanku.
Semua puisi yang aku kirim , aku yakini Nahan pasti membacanya.
“Lingga. Ini ada surat
untukmu,!”teriak mbak Nia. Aku bergegas menarik surat tersebut. Aku berrharap
surat ini dari Nathan. Aku membalik amplop itu dan membaca pengirim surat.
Baskoro. Aku kecewa berat. Terdengar suara ejekan mbak Nia dari dalam kamar.
“Kecele ya bukan dari pacar
bayang-bayang kamu.” Ingin rasanya melempar wajah mbak Nia. Tenang Lingga.. Aku
cepat membuka suratnya.
To
Lingga
Puisi-puisi
yang kamu kirim ke mari aku terima. Puisi-puisi cintanya indah dan
begitu syahdu. Bisakah kita bertemu? Kalau kamu mau datang , aku menunggumu di
kafe Pyxa besok Sabtu jam empat sore. Maaf kalau aku lancang. Terimakasih. Aku
tunggu.
Salam:
Baskoro.
Aku
lipat suratnya. Alamat yang Baskoro tuliskan sama dengan alamat Nathan. Sungguh
aneh. Apa Baskoro itu Nathan?? Atau Baskoro itu saudaranya Nathan??? Tapi aku yakin dengan alamatnya tak mungkin
salah . Aku perlihatkan surat itu pada
mbak Nia.
“Aneh gak mbak. Aku yakin kalau pria
itu namanya Nathan begitu juga alamatnya. Mengapa yang menjawab suratku Baskoro?
“ aku melihat muka mbak Nia tampak sekali terlihat tersenyum menggodaku.
“Gimana kalau Baskoro itu yang
membaca suratmu bukan Nathan. Dan Baskoro itu pria yang jelek banget. Gimana
hayo?” Mbak Nia menatapku dengan pandangan mengejek. Aku raih bantal dekat mbak
Nia dan aku lempar tepat di wajahnya. Mbak Nia mengambil bantalnya dan aku
segera berlari sebelum bantal itu mendarat di wajahku.
“Gak kena ,!’ aku teriak sambil tertawa
mengejek mbak Nia. Kok gak ada suaranya sih. Aku mengintip lagi ke kamar dan tepat aku mengintip ke dalam, sebuah
bantal mendarat di wajahku. Mbak Nia tergelak begitu keras. Sialan!!!!!
Sore itu aku sudah duduk di kafe
Pixa sebelum Baskoro datang. Aku harus mengatur debaran jantung agar saat
Baskoro datang aku bisa menghadapinya. Tiba-tiba ada pria yang mencari-cari
sesorang. Pria itu memandangku dan menghampiriku.
“Lingga?’tanyanya. Aku mengangguk
dan jantungku sudah tak bisa aku kendalikan lagi. Baskoro tampan seperti Nathan juga. Ah, kalau Nathan gak
dapat Baskoro juga lumayan , pikir nakalku.Baskoro memesan steak dan segelas juice jeruk. Aku meneguk
lemon teaku. Masih berdebar perasaanku.
Menunggu Baskoro bercerita, itu sesuatu hal yang membuaku gelisah .
“Sudah kenal berapa lama dengan Nathan?”
aku terdiam . Sungguh malu. Aku tak pernah kenal. Hanya melihat dan suka!!!!.
Baskoro menatapku, dia menunggu jawabanku. Gelisah hati ini, apa yang harus aku
katakan padanya??? Aku mulai menari-narik blusku. Keringat mengalir dan
ketakutan mulai menghinggapi segenap rasa di dada. Baskoro menelengkan
kepalanya menatapku sekali lagi.
“Ada yang salah?” tanyanya.
“Gak. Gak kok,” aku masih berpikir
bagaimana aku menjawabnya. Akhirnya dengan tersendat-sendat aku menceritakan
tentang pertemuanku dengan Nathan. Suatu ketidaksengajaan yang membuatku
tertarik padanya.
“Jadi kamu gak kenal Nathan secara
personal?” tanyanya terkejut. Aku menunduk malu.
“Ah, aku tak menyangka. Betapa puisi-pusimu
begitu indah, begitu jelas menyatakan banyak cinta untuk Nathan,” tukasnya.
Pipiku terasa menghangat.Mungkin pipiku akan terlihat merah.Aku menunduk terus
. Malu rasanya untuk menatap wajah Baskoro.Debar jantungku semakin keras, tapi
Baskoro belum bicara lagi.Aku coba untuk mengangkat wajahku. Aku terhenyak
melihat wajah Baskoro mendung dan tampak dia melamun.
“Ada apa?” aku mencoba memberanikan
diri untuk bertanya padanya. Baskoro tampak gelisah. Sebentar-bentar dia
menghela nafas dan menghembuskan nafas berkali-kali.
“Nathan sudah tiada.” Aku hanya bisa
melonggo. Aku semakin keras memegang ujung blusku. Sepersekian detik aku tak
mampu mengumpulkan lagi pikiranku hanya ilusi yang semakin berterbangan di
pikiranku.
“Kamu baik-baik saja kan?” Aku
tersentak kaget dan menganggukan kepalaku. Aneh, ada rasa kehilangan , padahal
aku tidak mengenalnya, bicarapun tidak. Hanya puisi-puisi cinta yang menjadi
penghubung antara aku dan Nathan. Baskoro mnceritakan kalau adiknya Nathan dari
kecil memang punya kelainan jantung. Nathan tak boleh lelah sehingga dia juga kurang
bisa bergaul dengan teman-temannya. Hanya bukulah hiburan satu-satunya. Dan dia
juga suka membuat puisi. Baskoro terdiam lama.
“Makanya Nathan suka sekali saat kau
mengirim banyak puisi untuknya. Saat
itu Nathan sudah sering kambuh penyakitnya tapi dia kembali bersemangat saat
menerima puisi-puisimu . Nathan begitu
gembira. Wajahnya tampak cerah. Ini yang membuat keluargaku berharap Nathan
bisa kembali bersemangat untuk hidup." tukas Baskoro lagi
“Tapi mengapa dia tak pernah
membalas puisi-puisiku?”
“Dia terlalu malu. Puisi yang
terakhir kamu kirim, itulah puisi yang terakhir Nathan baca. Nathan menutup
matanya setelah membaca puisimu,"tukas Baskoro.. Aku tak bisa berkata-kata lagi.Hanya bisa
terdiam..Seperti mimpi yang aku rasakan!!!
Sumber gambar : https://1t4juwita.wordpress.com/category/diary-instan/page/2/
Sumber gambar : https://1t4juwita.wordpress.com/category/diary-instan/page/2/
8 komentar:
10 April 2015 pukul 19.13
So sad ya.... tp begitulah cinta :)
11 April 2015 pukul 05.14
Manstaf :)
11 April 2015 pukul 12.59
betul mbak Irma, jatuh cinta diam-diam memang menyakitkan
11 April 2015 pukul 13.01
anonim, makasih
17 April 2015 pukul 05.29
ya ampunn, nyesek :(
19 April 2015 pukul 19.00
ya itulah jika kita mencintai seseorang dg diam-diam
25 April 2015 pukul 21.58
mengharukan *hiks*
26 April 2015 pukul 19.13
iya, cinta yang tak berbalas
Posting Komentar