Dilema Di Antara Dua Pilihan

Senin, 02 April 2018


  
Gambar dari sini 
 

        Aku masih menemani Dila . Malam itu di rumah sakit terasa sepi sekali, sekali-kali aku mengelus kepala Dila. Kadang aku tak tega melihat penderitaan Dila yang harus berbaring sakit , Selang-selang dipasang di tubuh Dila. Dila tidak bisa seperti anak-anak lainnya yang bisa bebas bergerak. Sudah lama Dila menderita kelainan jantung , tapi baru saat ini baru bisa dioperasi , Berhubung aku baru bisa menyediakan uang untuk operasi, itupun dapat pinjaman dari sana-sini. Entah bagaimana aku bisa mengembalikan uang tersebut tapi demi Dila anakku semata wayang, aku dan suamiku sudah habis-habisan banyak mengeluarkan uang untuk biaya berobat Dila.

            Kulihat  Dila tidur nyenyak, aku memutuskan untuk keluar sebentar untuk mencari udara segar.  Kususuri lorong rumah sakit sambil melamun panjang. Tak terasa aku sudah jauh dari kamar Dila. Kulihat ada seorang ibu terisak-isak di bangku depan kamar rawat.  Aku mendekatinya dan kudengar tangisannya yang membuat hati ini tak tahan untuk ikut pula merasakan kesedihannya..Aku duduk di  sampingnya.
            “Bu, ada apa ?,” tanyaku. Ibu itu menoleh dan menatapku dan kembali menangis. Kutanyakan sekali lagi , apa yang dia tangiskan. Dia menceritakan kalau anaknya terkena kanker yang sudah stadium empat dan harus segera dioperasi.
            “Kanker apa bu?,” tanyaku lagi penasaran
            “Kanker mata,” katanya lagi sambil menuntunku ke kamar anaknya. Aku kaget dan tak sanggup lagi untuk melihat kengerian yang baru saja kulihat. Di bola matanya ada benjolan yang besar sekali dan terus mengeluarkan tetesandarah karena sudah pecah.
            “Kapan dioperasi?,” tanyaku.
            “Ibu tidak tahu karena harus menyediakan uang 50 juta , tapi ibu dapat dari mana uang itu,” kata ibu itu lagi,”mungkin besok akan ibu bawa pulang lagi”. Aku terdiam lama sekali.  Aku berpamitan dengan ibu itu , diam-diam aku melangkahkan kakiku kembali ke kamar Dila.

            Sepanjang malam itu aku tak bisa tidur , aku masih terbayang wajah anak ibu itu yang selalu merintih kesakitan dan bola matanya yang membesar dan meneteskan darah segar. Kupegang amplop berisi uang untuk operasi Dila. Di dadaku berkecamuk antara memberikan uang ini atau tidak. Aku dilanda kebingungan sendiri, tapi bayang-bayang anak itu selalu mengikutiku. Pagi itu kulihat Dila masih belum bangun ,aku bergegas ke kamar ibu itu. Kulihat ibu iu masih duduk di bangku depan kamar anaknya. Kusodorkan uang Dila untuk operasi anaknya. Ibu itu merangkul erat-erat sambil menangis tersedu-sedu. Aku memeluk ibu itu dengan ketulusan membantunya, Dila masih bisa menunggu operasi, tapi anak ibu ini , tidak bisa.

            Kembali ke kamar ,aku mulai menggelar sajadah dan kupanjatkan doa untuk operasi anak ibu itu dalam solat Dhuhaku. Tak terasa air mataku menetes terus, hanya kupanjatkan doa untuknya dan biarlah Allah menggantikan uang untuk Dila opersai di lain waktu. Walau Dila akan selalu tersiksa dengan kelainan jantungnya tapi Dila masih bisa  menunggu. Aku menangis dalam pelukan suamiku sambil menceritakan kejadian yang kualami dan uang operasi Dila yang telah kuberikan buat orang lain.. Aku dan suami menangis bersama.

            Esoknya aku siap-siap untuk pulang ke rumah lagi karena Dila tak jadi operasi. Aku dengar dari ibu Nurmala kalau operasi putrinya berhasil, kankernya sudah dapar di ambil dari bola matanya walau anaknya harus kehilangan satu bola matanya, yang penting anaknya selamat. Kupandang sekali lagi barang-barang sudah ku taruh di tas dan tinggal menunggu taksi menjemputku. Terdengar suara ketukan di pintu kamar dan kubuka kamar, tampak seorang ibu muda yang sama sekali tak kukenal. Aku mempersilahkannya duduk. Ibu Clara menceritakan kalau ayahnya punya nasar kalau ayahnya sembuh dari sakitnya mau memberikan uang kepada pasien di rumah sakit ini. Ibu Clara menyodorkan amplop berisi uang, aku gemetar menerima amplop coklat itu. Aku tak menyangka mendapat kejutan ini, aku mengucapkan banyak terimakasih padanya dan aku mengantarkan Bu Clara sampai depan pintu. Sekali lagi aku mengucapkan rasa terimakasihku padanya. Aku kembali ke kamar dan kurangkul Dila . Saat suamiku masuk dan mengajakku  pulang, aku menyodorkan amplopnya. Aku dan suami menangis bersama penuh rasa syukur. Tak kusangkan ku mendapatkan rejeki yang luar biasa hari ini. Kutengadahkan kedua belah tanganu, kupanjatkan rasa syukurku pada Allah atas kehendakNya . Hanya doa yang bisa kulakukan saat ini, alhamdulilah....

6 komentar:

Ida Raihan Says:
2 April 2018 pukul 18.22

Meskipun nggak logis, terkadang kejadian seperti ini memang ada. Bikin mata berkaca kaca juga Mbak endingnya.

Mechta Says:
3 April 2018 pukul 03.04

Karena berbagi tak akan pernah merugi.. aku percaya sekali akan hal ini.. Kisah yg bagus mba..

Tira Soekardi Says:
3 April 2018 pukul 12.12

mbak ide cerita ini dari pengalaman temanku juga tp dia bukan karena sakit tp dia butuh uang untuk sekolah anaknya tp ada saudaarnya yang lebih butuh uangnya

Tira Soekardi Says:
3 April 2018 pukul 12.13

betul mbak metcha, keajaiban itu ada dari Allah

Akhmad Muhaimin Azzet Says:
4 April 2018 pukul 18.40

Keikhlasan pasti akan diganti dengan sangat membahagiakan, di dunia dan atau di akhirat.

Tira Soekardi Says:
5 April 2018 pukul 12.40

betul pak akhmad

Posting Komentar