Aku VS ABG

Senin, 19 November 2018


Gambar dari sini 
 

Panas terik kota Cirebon terasa menyengat di kulitku, kepala terasa berdenyut saat teriknya mentari menyusup ke dalam pori-pori kulit dan kepalaku. Masih harus kutunggu angkot yang akan membawaku pulang. Aku melirik di sebelah sana banyak anak baru gede (abg) yang  sedang menunggu angkot juga. Tapi sudah berapa angkot yang melewatiku aku tak berniat naik, dan kutatap para abg itu juga dilewati beberapa angkot .  Tiba-tiba kulihat angkot yang kutunggu datang, astaga para abg itu berebut naik . Waktu sampai tempatku angkot sudah terisi penuh, aku gigit jari dan harus menunggu angkot berikutnya. Dan kulihat para abg itu tertawa seperti mengejekku, dalam hatiku , awas ya lihat besok, kalian yang tak dapat tempat duduk.

            Akhrinya dengan terpaksa aku naik angkot berikutnya. Perasaan dongkol sekali saat tidak bisa naik angkot spesial bagiku.  Angkot yang biasa kunaiki itu angkot yang sangat disukai para abg muda, aneh kan???? Para abg itu suka naik angkot itu karena supirnya ganteng, tapi kalau aku bukan karena kegantengan supirnya tapi kenyamanannya. Mobilnya dilengkapi dengan televisi, selalu ada musik dengan selera tinggi bukan model supir lain yang doyannya lagu dangdut!!!!. Tempat duduknya dilapisi plastik dan dilengkapi dengan tempat sampah kecil. Terakhir kebersihannya terjamin. Coba kalau semua angkot seperti ini , aku rasa penumpang tidak akan pilih-pilih lagi dan satu lagi tak pernah menyupir ugal-ugalan. Mungkin supir ini menjadi idola bagi kaum abg maupun kaum ibu-ibu. Mereka bersaing ketat agar bisa naik angkot yang sama. Herannya para abg tahu kalau supirnya namanya Beni, jadi angkotnya sering disebut dengan “Angkot Beni”.

            “Mam, tadi naik Beni gak?” tanya Diah anakku.
            “Enggak, sudah diserobot anak abg ganjen itu!!!” aku melengos pergi dari hadapannya.
            ‘Aku tadi naik mam,” aku melotot padanya yang tampak nyengir melihatku sewot.
            “Jadi tadi kamu lihat mama gak jadi naik angkot?” tanyaku berang. Diah tertawa keras. Dasar, anakku ternyata sama saja dengan para abg labil yang sukanya menyerobot angkot kesukaanku. Payah!!!! Lihat saja nanti para abg itu tak akan tertawa lagi saat mereka tak dapat naik angkot Beni.

            Esoknya aku sengaja menunggu angkot agak jauh dari biasa anak abg itu menunggu. Aku melihat ada pohon besar, lumayan buat menunggu angkot. Ternyata pikiranku sudah bisa ditebak oleh para abg labil itu, mereka berjalan kaki dan menunggu angkot di sebelahku.
            “Tante, mau nunggu angkotnya Beni ya,” kata salah satu abg norak . Dalam hatiku , enak saja panggil aku tante , emang tantemu apa. Aku pasang wajah manis buat anak abg-abg itu.
            “Kalian juga kan, tapi hari ini pasti aku yang mujur,” aku tersenyum semanis mungkin pada abg-abg itu. Waktu angkot Beni naik, abg itu langsung menyerobot aku yang hendak naik, tapi aku juga tak mau kalah sama anak abg yang badannya letoy semua. Belum sempat kakiku naik, ada suara yang begitu mengembirakan.
            “Bunda, naik di depan saja biar enak tak perlu berdesakan di belakang,” Beni menyapaku dan menyuruhku duduk di depan, Abg yang sudah duduk di depan disuruh duduk di belakang. Kulihat mimik wajahnya kesal, aku hanya tersenyum manis padanya, rasain!!!! Kali ini aku menang melawan abg-abg norak dan labil. Kulihat ke belakang dan aku ternyum penuh kemenangan . Kulihat para Abg melotot padaku.
            “Dasar tante-tante gak tau diri,” sela salah satu abg itu dan yang lain mulai mengiyakannya.
            “Ha, ha, ha, gak usah sirik ya, supirnya sendiri loh yang menawarkan,” aku mulai mengejek mereka. Pasti mereka mencari cara agar aku tak naik angkot Beni lagi, pasti aku yakini karena kulihat mereka menatapku dengan sebal . sepanjang jalan aku bersenandung mengikuti lagu yang terdengar dari angkot. Beni mulai ikut bersenandung bersamaku . Alih-alih membuat para abg cemburu. Aku menatap Beni yang tersenyum dan mulai mengedipkan matanya padaku dan aku mengerti arti kedipan itu.Aku mulai beraksi.
            “Wah, asik ya mas bisa bernyanyi dengan mas, daripada yang duduk di belakang hanya bisa iri saja,” kataku mulai memanas-manasi mereka.
            “Iya, bunda , memang lebih asik nyanyi sama bunda ,” kata Beni sambil terus bersenandung. Aku membalikan tubuhku dan mulai menyeringai pada mereka.
            “Awas saja ya tante, pasti besok tante gak kebagian naik angkot Beni,’ celetuk salah satu abg.
            “Gak apa-apa , aku besok keluar kota,” kataku acuh. Tiba-tiba mereka bersorak girang.
            “Asik, gak ada lagi tante girang yang neyerobot angkot kita!”teriak mereka serempak. Aku dan Beni tertawa bersama sambil geleng-geleng kepala.

            Aku memang harus rapat kerja ke luar kota , sehingga aku mungkin akan lama tak naik angkot Beni. Kuyakini pasti anak abg itu bersorak gembira tahu kalau aku tak menunggu di tempat yang sama. Terbayang seringai mereka. Tapi aku tak akan ketinggalan berita angkot Beni, ada Diah yang akan bercerita tentang angkot Beni yang semakin banyak pengemarnya.  Sudah hampir seminggu aku rapat kerja, kok ada rasa ingin cepat naik angkot Beni. Selalu ada sensasi tersendiri saat melihat para abg berebut naik dan muka bete mereka saat ada orang lain yang diperhatikan oleh supirnya. Anehnya Beni tahu benar kalau aku suka  menggoda mereka, sehingga Beni suka sekali bersengkongkol denganku untuk mengejek mereka. Aku kadang terkekeh-kekeh sendiri membayangkan mereka.
            “Idih mama tuh sukanya godaain orang saja,” Diah mulai bicara.
            “Mam, biarin dong mereka, kasihan kalau tiap hari diejek mama terus,”: katanya membela. Jelas saja Diah membela para abg itu, soalnya dia kan seumuran dengan abg-abg itu. Tapi aku hanya diam saja, sensasi melihat wajah mereka yang bete itulah yang membuatku senang, dasar anak abg, rasanya dulu aku tidak gitu-gitu amat.

            Siang itu aku menunggu angkot Beni lagi, dan kulihat ada keterkejutan dari para abg itu, bahkan ada yang menunjuk-nunjuk aku. Mungkin mereka bilang , tuh lihat ada tante yang suka ganggu kita. Aku melambaikan tanganku pada mereka. Akhirnya angkot Beni datang dan dia mengajakku untuk duduk di depan lagi.
            “Maaf ya, tidak bisa ada yang duduk di samping Beni ,” kataku dengan mimik menggoda. Beni tertawa lepas.
            ‘Wah bun, mereka senang gak ada bunda,”
            “Oh, tentu saja mereka gak ada saingannya untuk duduk di depan,” Beni bercerita saat itu kalau dia mau pergi keluar Jawa untuk mencari peruntungan . Beni mau buka bengkel di kota Palembang, bengkelnya di sini memang sudah banyak pelanggan , tapi dia berharap di kota di luar Jawa , dia akan mendapatkan peruntungan yang lebih banyak. Aku mengangguk dan memberinya semangat.
            “Pasti anak-anak itu kehilangan kamu,” kataku. Beni mengangguk dan kulihat ada harapan di wajahnya agar di kota  perantauan dia dapat lebih sukses. Aku selalu mendoakan untuknya. Dan aku membayangkan para abg itu akan kehilangan supir kesayangan mereka. Kasihan deh lu!


0 komentar:

Posting Komentar