Dendam VS Cinta

Senin, 05 November 2018


Gambar dari sini


Malam itu aku masih rebahan di kamarku yang sempit. Masih terbayang wajah Irma dalam benakku. Tak kenal maka tak sayang begitulah pepatah yang ada, memang begitu kenyataannya.  Pertama kulihat Irma, anak bos CV Aneka yang juga bekerja di perusahaan itu, angkuh dengan dagunya  sering terangkat ketika wajahnya menatap lurus ke depan, tapi semua itu berubah saat aku dan Irma harus lebih banyak bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan. Penilaianku salah besar, Irma adalah wanita pintar yang tutur katanya sopan dan lembut, wajahnya yang manis menambah kesan positif padanya.Mungkin memang cara berjalan dan dagu yang terangkatnyalah yang membuat kesan Irma angkuh. Makin hari hatiku semakin tertambat , dan debar jantungku selalu bertambah cepat saat-saat aku harus berdekatan dengannya. Beberapa kali aku diajak makan siang bersamanya dan obrolanpun mengalir begitu saja , sehingga waktu-waktu santai ini menghanyutkan perasaanku yang paling terdalam. Aku tersenyum membayangkan saat-saat berdua dengannya, selalu banyak kesan yang mendalam dalam hatiku.
            Terdengar ketukan di pintu kamarku. Aku beranjak dengan malas dan kubuka pintuku ternyata ayah. Ayah masuk kamarku dan duduk di tempat tidurku.
            “Bagaimana dengan pekerjaanmu,” kata ayah.
            “Baik-baik saja,”kataku malas. Aku tahu apa yang akan dibicarakan lagi oleh ayah.
            “Ingat Sandy, kamu bekerja di sana untuk membalaskan dendam ayah, ingat itu,” kata ayah lagi sambil menekankan pada kata dendam.
            “Iya ayah, aku tahu,” kataku sambil mengangguk lemah. Ayah berlalu dari kamarku.


            Dendam ayah ternyata masih selalu ada di hatinya. Aku tahu perusahaan yang ayah bangun mulai dari kecil sampai besar dan selalu mendapatkan orderan ratusan juta rupiah membuatnya menjadi pemilik perusahaan terbesar di kota Bandung. Siapa tak kenal dengan direktur utama Bapak Prasetyo pemilik perusahaan PT Adi Tunggal yang bergerak di bidang properti, belum lagi anak perusahaan yang ada di beberapa kota. Untungnya aku dan adikku di didik dengan didikan yang baik, sehingga aku dan adikku bukan tipe anak manja dan sombong, tapi aku  dan adikku tetap rendah hati dan mau bemain dengan siapa saja. Malah ibu selalu mengajarkan aku dan adikku untuk berbagi dengan orang-orang yang kurang beruntung. Sampai suatu saat ada rekan bisnis ayah yang menelikung ayah dari belakang sampai ayah bangkrut dan habislah riwayat kesuksesan ayah. Keluargaku harus pindah ke rumah yang kecil di pinggir kota.  Ayah sehari-hari membuka toko kelontong di rumahnya. Beruntung ayah dan ibu adalah sosok yang kuat , bangkrutnya perusahaan tidak membuat mereka hancur tapi mereka tetap berusaha menyekolahkan aku dan Nia sampai sarjana. Tapi satu yang tersisa di hati ayah adalah dendam yang tidak pernah hilang dari hatinya. Aku sebetulnya sangat prihatin, karena harusnya di masa tuanya, diisi dengan banyak amalan. Apalagi aku dan Nia sudah bekerja dan tidak pernah lagi menyusahkan ayah lagi. Aku dan Nia tidak pernah mempermasalahkan kalau tidak hidup dengan harta yang banyak, yang penting kedamaian di hati . Dan dendamnya akan dibalasnya melalui tanganku. Aku disuruh ayah untuk bekerja di CV Aneka yang dimilki Pak Broto. Sebetulnya aku malas bekerja di sini karena akan mengingatkanku akan peristiwa yang lalu. Tapi ayahku begitu mendesakku, akhirnya aku tak mau mengecewakan ayah, akhirnya kuterima saja pekerjaan di perusahaan milik pak Broto. Aku sangat yakin ayah akan membalaskan dendamnya melalui tanganku tapi sampai sekarang aku masih belum tahu apa yang akan dilakukan ayah. Sebetulnya aku takut sekali dengan rencana diam-diam ayah.


            Aku masih berkutat dengan komputerku dan tak terasa sudah waktu istirahat siang. Waktu aku sudah hendak beranjak pegi makan siang, kulihat Irma menghampiriku dan mengajakku makan siang bersamanya. Mengobrol dengannya begitu mengasikan dan tak terasa waktu makan siang hampir habis. Aku tidak menyangka saat aku tadi mengajak Irma nonton malam minggu nanti dan ajakan aku diiyakan oleh Irma. Hatiku bersorak senang. Tidak menyangka Irma mau diajak pergi denganku karena setahuku banyak pemuda yang mendekatinya. Waktu malam minggu aku jemput Irma dengan motorku , Irma tetap mau naik motorku. Dan dadaku semakin kencang debarannya saat Irma melingkarkan lengannya di pinggangku. Film yang kutonon tak kusimak karena hanya Irma yang terpikirkan dalam bayangan otakku dan waktu pulang kembali ke rumah hanya bayang-bayang indah bersama dengan Irma dan tak tersadar seringkali aku tersenyum sendiri kala teringat kebersamaan aku dengan Irma. Tiba-tiba Nia masuk kamarku dan melihatku sedang melamun dan senyum-senyum sendiri.
            “Wih , mas Sandy pasti lagi jatuh cinta ya,” kata Nia menggodaku.
            “Sut, jangan ribut ,”kataku berbisik.
            “Emangnya kenapa?,” tanya Nia. Aku menceritakan kalau Irma yang kutaksir adalah anaknya pak Broto. Nia terkejut dan tak satu patah katapun terucap dari mulutnya. Aku dan Nia terdiam dalam pikiran masing-masing. Nia mendekatiku dan merangkulku , aku hanya terdiam dalam kelu, entah apa yang akan terjadi kalau ayah tahu.


            Saat-saat balas dendam ternyata sudah tiba, ayah suatu malam berbicara saat makan malam dan membuat rencana besar untuk kulakukan. Aku hanya terdiam mendengar semua perkataan ayah, tak ada satupun kata-kata ayah yang masuk telingaku , aku cuma dibayangi rasa takut .
            “Sandy, kau dengar ayah tidak, dari tadi ayah lihat kamu hanya bengong saja”, kata ayah kesal.
            “Iya , yah, aku dengar,” kataku kesal. Ternyata ayah sudah demikian detail untuk membalaskan dendamnya. Ayah sudah mencari banyak informasi tentang klien-klien dari CV Aneka. Ayah menyuruhku mencari file-file penawaran buat klien-kliennya untuk di foto aku .       “Awas, jangan tidak kau lakukan, hati-hati kalau bertindak,” ancam ayah. Kutatap mata ayah , penuh dendam. Oh ayah, mengapa dendam masih saja menguasaimu???
“Sandy, kau dengar kan?,” tanya ayah lagi. Aku hanya mengangguk.
“Ayah, tapi aku tidak bisa buru-buru, harus lihat peluang untuk bisa masuk ke ruang arsip”, kataku.
“Ayah, apakah ayah tahu aku dan Nia tidak pernah mengharapkan untuk bisa seperti dulu lagi, aku sudah bersyukur dengan hidup saat ini,” kataku takut-takut.
“Dengar ya, kamu tidak tahu bagaimana perasaan ayah dihancurkan oleh sahabat sendiri, kamu tidak tahu Sandy,” bentak ayah sambil menggebrak meja. Aku terdiam seketika, kulihat ibu dan Nia juga hanya bisa menunduk , tidak bisa menghalangi niat ayah untuk balas dendam. Waktu ayah masuk kamarnya, ibu menghampiriku.
“Ibu tahu, kamu tak bisa melakukan itu Sandy,” kata ibu lembut, “ibu juga tahu kalau kamu menyukai Irma .” Ibu terdiam lama.
“Ibu juga tidak bisa menghentikan ayahmu, sudah berulang kali ibu bicara dengan ayah, tapi rasa sakit hatinya mengalahkan semuanya,” kata ibu lagi. Aku meletakan kepalaku di dada ibu, ibu mengelus kepalaku lembut. Semua terdiam dalam bisu di malam itu.


Hari-hariku selanjutnya seperti neraka, beberapa kali aku sering melakukan kesalahan , sampai aku sering ditegur pak Syamsu atasanku. Aku mulai mengamati ruang arsip , kapan saat  aku bsia masuk dengan leluasa ke dalamnya, karena aku tak punya wewenang untuk masuk ke ruang arsip. Waktu makan siang tiba kulihat ruang arsip tidak terkunci. Aku harus pura-pura keluar dulu dan masuk kembali untuk masuk ke ruang arsip, tapi tiba-tiba Irma mengajakku makan siang. Ku suruh Irma pergi dahulu, aku pura-pura hendak ke toilet terlebih dahulu. Saat sudah sepi dengan tubuh yang bergetar semua, aku perlahan masuk ke ruang arsip. Kulihat arsip-arsip klien-klien CV Aneka di lemari pojok di bagian tengah. Sekali lagi kuamati sekeliling ruang dan setelah kulihat tidak ada orang yang masuk, aku membuka laci dan mengambil arsip-arsip dan segera kufoto secepatnya. Cepat kukembalikan pada laci tadi.  Aku buru-buru keluar sambil melihat sekelilingku takut ada yang mengamati aku.  Aku segera keluar menyusul Irma. Ternyata Irma sudah selesai makan.
“Kemana saja Sandy, kok lama sekali?,” tanya Irma.
“Iya, aku lagi sakit perut, dari tadi pagi diare terus,” kataku berbohong. Irma menatapku, aku gelagapan ditatap sedemikian rupa oleh Irma.
‘Ada ada Sandy, kok kamu gugup sekali,” kata Irma.
‘Gak ada apa-apa kok, ya sudah selesai istirahatnya, mari masuk kembali,” kataku mengajaknya kembali ke kantor.


            Malam itu aku serahkan hasil fotoku pada ayah, ayah mengamatinya dan tampaknya ayah sangat menyukainya.
            “Bagus Sandy, ayah bisa balaskan dendam ayah untuk pak Broto”, kata ayah sambil menepuk pundakku.  Malam itu aku sulit untuk memejamkan mataku, aku tak bsia membayangkan kalau pak Broto bangkrut dan bagaimana nasib keluarganya , juga Irma. Aku sudah merasakan pahitnya bangkrut, banyak dulu yang mengaku teman meninggalkan keluargaku dan tak mau kenal lagi. Belum lagi harus melanjutkan hidup dengan uang seadanya.  Aku tak bisa membayangkan Irma harus menghadapi ini, apakah dia akan kuat? Di ujung malam kutumpahkan kedukaanku di hadapan Allah, ku mohon ampunanNya . Malam ini aku hanya bisa duduk temenung, mataku sulit kupejamkan  Hari-hariku kujalani dengan setengah hati. Aku mulai menghindar dari Irma. Aku tak mau melihat kehancuran keluarga Irma,aku tak mau. Aku seperti orang jahat yang menghancurkan kehidupan orang lain. Aku sudah menjadi orang jahat. Mengapa aku harus mengikuti saran ayah, toh aku masih punya pilihan untuk tidak melakukannya.
            “Sandy, aku mau bicara denganmu,” kata Irma tiba-tiba.
            “Oh, ya boleh, kapan,” kataku tanpa menatap wajahnya.
            “Bagaimana sepulang kantor”, kata Irma Aku hanya menganggukan kepala dan meneruskan pekerjaanku.

            Sore itu aku dan Irma duduk di sebuah cafe di Dago Pakar. Dari sini dapat kulihat kota Bandung. Udara sore itu sejuk dan hembusan angin mulai terasa dingin di tubuhku. Masih dalam diam aku tatap matanya yang semakin sendu. Aku tak sanggup melihat kesedihan yang tampak di wajahnya. Aku harus menyudahi semuanya sebelum Irma tahu semuanya.
            “Sandy, ada apa, aku tak mengerti mengapa kamu menghindar dariku, apa salahku?,”tanya Irma.
            “Engkau tak salah apa-apa, hanya aku saja  yang salah,” kataku. Aku hanya bilang pada Irma bahwa aku harus pergi darinya, aku bukan orang baik untuknya. Irma menggeleng-gelengkan kepalanya dan kulihat air matanya mulai mengalir , kuraih Irma dalam pelukanku. Kuusap lembut rambutnya , aroma wangi tercium dari rambutnya. Kulepaskan pelukanku dan kugenggam tangannya.
            “Aku mencintaimu, tapi cinta itu tidak harus memiliki kan?,”tanyaku,” “aku harus pergi dan ku tak akan kembali,”
            “Mengapa?,” tanya Irma, masih terisak “jangan pegi ,”
            ‘Kamu tak mungkin mengerti Ir, tapi aku harus pergi”, kataku lagi. Sore itu ada sebagian hatiku yang hilang, rasanya sakit sekali.


            Sudah dua bulan aku pindah kerja di kota Bogor. Aku tahu ayah masih menunggu waktu yang tepat untuk melakukan dendamnya. Aku disuruhnya pindah kerja agar ketika ayah melakukannya aku akan aman. Semua sudah diperhitungkan dengan cermat oleh ayahku. Dan bulan kelima setelah kepindahanku, aku mendengar dari Nia, kalau usaha pak Broto benar-beanr sudah bangkrut. Aku gelisah , ingin rasanya aku pegi  ke Bandung untuk melihat keadaan Irma, apa dia baik-baik saja. Tapi aku tak pantas buat Irma, ayah telah menghancurkan hidup Irma, apakah aku masih pantas untuk menjadi lelaki pilihannya???.  Sabtu pulang kerja, aku menyempatkan diri pulang ke Bandung.   Aku melihat ada kepuasan di mata ayah, ayah telah  membalaskan rasa sakit hatinya pada pak Broto. Aku menanyakan pada Nia dimana keluarga Irma tinggal .Menurut Nia, keluarga Irma pindah ke pinggiran kota di perumahan Antapani. Dari  kejauhan aku melihat rumahnya., tampak Irma sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya. Kupandang sekali lagi wajah yang sangat kukenal itu. Dia masih terselip di sebagian hatiku. Kutinggalkan cintaku di hatinya . Tak mungkin cinta ini bisa menyatukan hati , ada dendam di antaranya. Kubalikan tubuhku dan kulangkahkan kakiku menjauh dari cinta yang dulu pernah ada dan akan selalu ada di sanubariku.

4 komentar:

Irsyad Muhammad Says:
6 November 2018 pukul 20.57

"Dendam" selalu menarik utk diselipkan dalam berbagai kisah cinta.. Bagus ceritanya :)

Tira Soekardi Says:
7 November 2018 pukul 11.35

makasih mas irsyad

Dian Restu Agustina Says:
9 November 2018 pukul 18.08

ya ampuuun kasihan Sandy dan Irma.
Bagus ceritanya Mbak..
Semoga Sandy segera menemukan cinta barunya.
Atau dilanjutkan saja, mereka berdua ketemu lagi ?

Tira Soekardi Says:
10 November 2018 pukul 11.30

wah entahlah kalau jodoh mungkin kali ya mbak dian

Posting Komentar