Kepingan Pesawat MH-17

Sabtu, 20 Juni 2020


Gambar dari sini 
 

Ruang itu masih sama seperti 15 tahun yang lalu, saat aku pertama kali datang kemari, tak ada satupun yang berubah. Ruangan yang sejuk, nyaman dan ini memang sengaja dibuat untuk relaksasi bagi orang-orang yang datang kemari.
            “Gimana, sudah lebih rileks?” tanya dokter Mira,aku mengangkat bahuku cuek. Memang aku sudah jarang kemari setelah aku bisa mengontrol kemampuanku dengan baik sehingga kemampuan indera keenamku tak membuatku menjadikan beban yang berat. Dulu awal sekali, saat aku berusia 7 tahun , aku mulai sering mimpi tentang kematian seseorang dan itu semua terbukti, bukan hanya saudara dekat saja bahkan orang lain atau mau ada kecelakaan hebatpun semua aku tahu. Usiaku yang masih muda membuatku ketakutan dan selalu berakhir dengan histeria yang mengakibatkan aku sering berteriak-teriak. Mimpi buruk tentang kematian , kecelakaan selalu berkelebat dalam otakku sampai aku tak mau untuk tidur karena takut bermimpi lagi. Pernah saat malam aku mimpi melihat nenekku ditarik oleh seseorang yang membuat nenekku melayang jauh ke angakasa, aku berusaha menariknya kembali tapi aku tak cukup kuat, tahunya esoknya aku mendapatkan kabar kalau nenekku meninggal. Menurut ibuku aku mendapat kemampuan sepeti ini seperti kakek buyutku yang juga mempunyai kemampuan indera keenam. Ibuku mulai kebingungan dan akhirnya membawaku ke dokter Mira yang psikiater yang menanganiku sampai saat ini. Tetapi yang dokter Mira berikan bukan untuk menghilangkan tapi agar aku bisa menerima dengan hati yang lebih rileks dan nyaman sehingga aku tak akan ketakutan lagi. Sedikit demi sedikit aku mulai bisa mengelola kemampuan tapi itu kalau aku dalam keadaan yang tidak tegang atau tak banyak pikiran tapi kalau lagi stres yang kembali aku tak bisa mengelolanya dan dokter Miralah yang setia membantuku .

            “Zara, aku ditugaskan oleh kantorku untuk belajar  di negera Belanda selama dua tahun,” Bram memberitahukan kalau dia harus pergi ke Belanda.
            “Duh lama banget sih,awas loh jangan naksir bule-bule cantik di sana,”ancamku . Membayangkan berjauhan dengan Bram , sungguh aku sendiri rasanya tak sanggup, sudah hampir dua tahun aku selalu terbiasa dengan Bram dan kali ini aku harus berjauhan dengannya. Rindu pastilah selalu akan menemaniku dan  aku hanya bsia berkhayal dan membayangkan Bram kuliah dengan bule-bule yang konon lebih berani dengan pria. Buseet!!!, bagaimana aku harus mengatasi rasa cemburuku saat aku harus berjauhan dengannya. Banyak orang mengatakan , orang akan lebih memperhatikan orang yang lebih dekat , nah, bagaimana kalau ada yang memberikan perhatian yang lebih untuk Bram , sedangkan aku tinggal berjauhan dengannya. Tak dipungkiri pria akan merasa tersanjung saat ada yang memperhatikannya saat mereka memang lagi membutuhkan perhatian.
            “Hei, kenapa melamun?” aku cemberut dan memalingkan muka ke arah yang lain, aku masih tak ingin melepasnya pergi.
            “Emang gak ada kampus di sini yang bagus untuk kuliah lagi?” protes aku malah ditimpali dengan senyum lebarnya, sungguh aku suka dengan senyummnya, membuatku melayang-layang dibawa cintanya. Bram cuma bilang , aku disuruhnya protes pada perusahaannya, dia hanya disuruh oleh bosnya.
            “Menurut bos, di  Belanda jurusannya paling bagus di dunia, artinya aku orang pintar pilihan bos untuk belajar di sana,” Bram menunjukan dadanya , aku tertawa lebar, sungguh akupun bangga dengan dirinya yang memang pintar.. Kepergiannya membuatku harus menahan airmata agar tak keluar tapi sekuat-kuatnya aku menahan jebollah pertahananku, aku menangis di hadapannya.
            “Zar, sekarang sudah jaman modern , bisa sms, teleponan , skype dan bisa memadangku laama kok, dah jangan nangis , nanti aku semakin berat meninggalkanmu,” Bram menarik tubuhku dalam pelukannya. Kulambaikan tanganku saat Bram masuk dalam ruangan, aku masih menunggu di ruang tunggu sampai kudengar suara yang menyatakan keberangkatan menuju Belanda. Bram, aku akan selalu merindukanmu.

            Hari-hari tanpa Bram kulalui dengan banyak cerita tentang Belanda dari Bram yang setia memberikan kabar untukku. Aku mulai menyibukkan dengan skripsiku , untuk menghilangkan sedikit kerinduanku untuknya. Tapi di saat-saat senggang mulai kerinduan menyeruak dalam dada ini, kadang tangis  dalam diam yang keluar , biarlah aku keluarkan agar rasa rindu terobati dalam  tangisan rindu. Menurut dokter Mira menangis juga bisa  menjadi obat untuk menjadi rileks setelah banyak yang dipikirkan di otak, justru orang yang tak bisa menangis, akan mengalami ketegangan. Hampir dua tahun aku masih menunggu Bram dengan banyak rindu untuknya, aku masih setia menunggunya.. Sudah hampir seminggu ini aku kembali rutin mendatangi dokter Mira, aku mulai kambuh. Entah mengapa aku mulai  sukar mengendalikan kemampuanku , apa karena rasa rindu yang membuatku banyak pikiran sehingga aku tak bisa rileks????
            “Zar, coba rileks lagi hilangkan semuaa yang ada di pikiranmu, kamu pasti bisa,” ajak dokter Mira untuk membuatku rileks. Setiap kupejamkan mataku, kembali bayang-bayang kapal terbang melesat di pikiranku , pesawat itu selalu berputar-putar mengelilingiku dan suara yang begitu menyeramkan bahkan pesawat itu kemudian jatuh berkeping-keping. Aku merasa heran , mengapa pesawat itu terus saja mendatangiku dalam mimpi-mimipiku membuatku takut dan aku mulai tak dapat mengendalikan pikiranku. Dokter Mira menyarankan aku dibawa ke tempat praktek hypnoterapi, untuk membuatku kembali rileks. Ada sesuatu yang aku sendiri tak mengerti mengapa aku sampai tak bisa mengendalikan pikiranku , padahal selama ini aku selalu mampu, walau aku harus diterapi tapi aku masih bisa rileks. Malam itu aku melihat lagi pesawat itu berputar-putar mengelilingiku dan jatuh di hadapanku.. Aku terbagun dan mulai  menjerit dan tiba-tiba aku menangis sejadi-jadinya tanpa bisa aku mengendalikannya
            “Ada apa Zar?’ tanya ibuku.
            “Pesawat jatuh,” tangisku kembali menyeruak di keheningan malam, ibu merangkulku sampai aku kembali jatuh tertidur.

            Mataku sembab , ingin kubaringkan kembali tubuhku untuk tidur tapi aku takut pesawat itu datang lagi , aku menahan kantukku . Segelas susu hangat buatan ibu membuatku lebih rileks saat ini, kusesap perlahan sampai kerongkonganku terasa hangat. Siang itu saat aku dikejutkan berita ada pesawat jatuh di Ukaraina dengan jenis pesawat MH-17 . Oh, pantas aku bermimpi pesawat , mungkin aku sudah melihat akan ada pesawat yang jatuh. Sebentar kemudian aku menerima telepun dari ibunya Bram , kalau Bram termasuk penumpang di pesawat MH 17 itu, aku tak sadarkan diri . Lama aku mulai terbangun , dan aku mulai menangis lagi, Bram sudah pergi bersama pesawat yang membawanya. Sungguh Bram tak pernah memberitahukanku akan pulang , andai saja Bram memberitahu padaku mungkin aku akan melarangnya pulang. Semua sudah terjadi takdir Allah tak bisa yang melawan, aku tak penah bertemu kembali dengan Bram.   Pesawat itu membawa Bram hancur bersamanya, aku hilang ingatan.........

0 komentar:

Posting Komentar