Supir Truknya Tampan

Sabtu, 20 Maret 2021

 

Gambar dari sini

Ramadhan pertama sesaat setelah aku menikah memberikan banyak kesan yang begitu mengharu biru. Mengapa? Karena di bulan ramadhan ini aku melahirkan anak pertamaku. Begitu rasa gembira di hatiku saat aku mengetahui kalau aku sedang hamil. Walaupun aku hamil aku tetap berusaha untuk puasa, apalagi saat itu aku sedang tak bekerja. Aktivitas yang tak terlau berat membuatku memutuskan untuk ikut berpuasa. Dan saat memasuki bulan ramadhan aku sedang hamil tua. Ada rasa sedih juga karena aku tak bisa pulang kampung berlebaran dengan orang tua, tapi kegembiraan akan lahir anak pertamaku membuatku menghilangkan rasa rindu yang besar pada orang tua.

            “Mbak Tara, lihat tanda-tanda akan melahirkan ya, kalau sudah terlihat tanda segera datang ke rumah sakit,”tukas Risa, bidan yang menanganiku dan dia adalah teman sekolahku dulu. Aku mengangguk.

            “Anak-anaknya baik-baik saja kok, semua sehat,”tukasnya sambil memberikan stestokopnya padaku untuk ikut mendengarkan denyut jantungnya. Ada perasaan yang begitu meluap saat aku mendengar suara denyut jantungnya. Seperti nyanyian tersendiri di telingaku, seperti anakku bernyanyi untukku. Ah, rasanya sudah tak sabar menunggu dirimu keluar dari perutku. Seperti apakah anakku kelak? Seperti papanya yang tampan atau seperti ibunya yang ceriwis.

            “Oh, ya, semoga semua baik-baik saja ya mbak.” Aku mengangguk dan hari itu pemeriksaan terakhir di bidan. Mungkin dalam beberapa hari ini aku melahirkan.

            “Jangan lupa sering jalan-jalan,”tukas Risa.

            “Makasih ya,”aku berpamitan dan pulang dengan perasaan tak sabar.

 

            Melahirkan merupakan pengalaman baru bagiku.  Ya, ini yang pertama dan aku begitu merindukan ibuku. Ingin beliau ada di sisiku, tapi aku tak mungkin merepotkannya. Aku tahu ibuku repot mengurus adik-adikku, aku tak boleh egois.  Entah mengapa sudah beberapa hari ini aku mulai merasakan mulas tapi sebentar kemudian hilang. Ada ketakutan dan ragu-ragu karen aku tak begitu jelas , seperti apa kalau emang sudah waktunya. Hanya tahu dari membaca tapi tentu itu semua tak mungkin sama.. Benar saja sore itu saat aku sedang menyiapkan menu  untuk buka puasa, aku merasakan perutku bertambah mulas. Apakah ini yang namanya mau melahirkan? Aku tak tahu.

            “Aku rasanya sudah mulas,,”tukasku menatap suamiku. Suamiku melihat jam , baru jam lima sore.

            “Sudah kamu gak usah masak  saja. Berbaringlah dulu, Aku mencari kendaraan dulu. Untuk ke rumah sakit,”tukasnya sambil berlalu. Perutku mulai terasa mulas tapi sebentar kemudian hilang kembali Aku begitu ketakutan. Ingin sekali aku berteriak untuk memanggil ibuku tapi bibirku terasa kelu sekali. Hanya suara lenguhan yang seram terdengar di telingaku. Terasa lama suamiku mencari kendaraan. Ah, memang aku tinggal di desa yang kalau malam hari sudah tak ada kendaraan umum lagi. Hampir sebagian besar penduduknya hidup dengan bertani.. Aku meringis kesakitan saat pintu rumah terbuka dan suamiku bilang kalau dia sudah dapat kendaraan untuk ke rumah sakit.

            “Ke rumah sakit saja ya. Jadi kalau ada apa-apa mudah minta tolongnya,”tukas suamiku. Aku setuju saja..

 

            Aku dipapah  menuju kendaraan yang dipinjam suamiku. Aku terbelalak setelah melihat sebuah truk susu yang parkir depan gang.

            “Jadi naik truk susu ini?” Suamiku tersenyum lebar.

            “Habis yang ada di kantor hanya  truk ini, tak ada mobil yang lain, semua dipakai.” Aku pasrah .Karena truk tinggi mau gak mau untuk mendudukan aku di jok truk, aku digendong hampir tiga orang agar bisa duduk dengan nyaman.

            “Hati-hati nyupirnya pak dokter. Sing selamat ibu dan anaknya,”tukas uwa Usman. Aku tersipu malu. Ada rasa malu, lucu , takut semua bercampur jadi satu.

            “Ngomong-ngomong bisa nyupirin truk susu?”tanyaku. Suamiku hanya mengangkat  bahunya sambil mulai menstarter . Terdengar suara truk menyala dan perlahan mulai berjalan. Aku begitu takut kalau suamiku gak bisa mengendalikan truk, apalagi  jalan begitu menurun untuk menuju rumah sakit.. Ah, ternyata aku menyangsikan kemampuan suamiku. Truknya berjalan mulus. Aku memandangnya dengan perasaan kagum. Ah, begitu tampannya dia. Tampak gagah mengendarai truk susu. Sungguh beruntung aku bisa berkendaraan truk dengan supir yang tampan sekali. Aku menyenderkan kepalaku di bahunya.  Ah, rasa takut sedikt demi sedikit mulai hilang....

 

            Esok harinya dengan perjuangan berat,aku melahirkan anak laki-laki pertamaku. Semua rasa sakit hilang dengan anak yang sekarang ada dalam pelukannku. Kupeluk erat dengan rasa bahagia. Dia datang dalam bahagiaku di bulan ramadhan. Ramadhan yang benar-benar penuh rahmat. Kebahagiaan yang begitu membuncah dalam dada yang tak pernah terbayarkan dengan apapun. Perjuangan ke rumah sakit dengan truk susu memberikan pengalaman tersendiri yang tak pernah aku lupakan seumur hidupku. Dan supir tampan yang akan selalu mendampingiku untuk berbagi suka dan duka dalam mengarungi kehidupan. Selamat untuk supir truk tampan  yang  membuatku  selalu bahagia.

 

4 komentar:

Ulfah Aulia Says:
22 Maret 2021 pukul 19.58

Penuh haru tapi jadi ada kenangan tersendirinya mah, hehehe

Tira Soekardi Says:
23 Maret 2021 pukul 12.17

betul mbak ulfah tak pernah terlupakan

Tanza Erlambang - Sawan Fibriosis Says:
25 Maret 2021 pukul 01.52

cerita dengan ending bahagia dan haru dengan bulan Ramadhan ....

Thank you for sharing....

# I am following you

Tira Soekardi Says:
25 Maret 2021 pukul 12.10

sangat dikenang sampai sekarang

Posting Komentar