Celengan Ayam

Sabtu, 17 April 2021

 

Gambar drai sini

Pagi itu aku masih sibuk ngubek-ngubek pasar untuk mencari sayuran untuk masak dua hari ke depan.  Sebetulnya aku masih harus mencari daun kemangi tapi dari kios-kios yang sudah kudatangi daun kemanginya sudah habis. Kakiku sudah pegal dan aku beristirahat di sebuah kios yang menjual barang-barang dari tanah liat. Aku terpaku dengan celengan ayam. Model celengan dari tanah liat ini sudah tidak jaman saat ini , sudah tergantikan dengan model dari kaleng dan keramik. Aku memegang celengan ayam itu

            “Beli nok,” sapa penjualnya yang sudah tua, kutatap nenek tua itu. Aku menganggukan kepala, tanpa menawar aku setuju saja harga yang disebutkannya. Aku masih meluruskan kakiku sambil memandang celengan ayam yang kupegang, aku kembali terkenang dengan masa kecilku yang ada hubungannya dengan celengan ayam .

 

            Waktu ibu pulang dari pasar, aku dan Ardy adikku dipanggil . wah , aku sudah senang biasanya ibu kalau pulang dari pasar pasti membawa oleh-oleh.

            “Ini ibu bawakan celengan, untuk Ardy yang kucing dan Sisy yang ayam.” Ibu menyodorkan celengan itu padaku dan Ardy.

            “Mulai saat ini kalian harus rajin menyisihkan uang jajan kalian, kalau sudah terkumpul banyak kalian bisa membeli apa yang kalian inginkan,” saran ibu, “ dan lagi menabung itu baik, agar kalian tidak boros dan bisa menghargai uang.”  Aku memegang celengan ayam. Aku sudah janji pada diriku akan menyisihkan uang jajanku karena aku ingin sekali punya sepatu adidas seperti teman-temanku pakai. Waktu aku minta pada ayah, ayah tak mengabulkan karena memang harga sepatu merk itu mahal dan ayah tak sanggup untuk membelikanku.

 

            Setiap hari aku masukkan uang logam di celengan ayam dan aku taruh di atas lemari bajuku. Setiap aku masuk kamar, celengan itu selalu terlihat dan menjadi penyemangatku untuk selalu  rajin memasukan uang ke celengan itu. Hari demi hari aku selalu berdebar-debar menunggu celengan ayamku bisa penuh, setiap kali aku memasukkan uang aku selalu mengoyang-goyangkan celengan keras-keras tapi bunyinya masih keras artinya celenganku belum penuh.

            “Ibu, lama sekali celengannya gak penuh-penuh,” kataku sebal.

            “Nah, itulah untuk mendapatkan sesuatu kamu harus sabar dan berani berkorban.” Ibuku tersenyum padaku. “Banyak pelajaran yang kamu ambil dari kesabaran menanti penuhnya celengan.” Aku masih kecil , mengapa harus selalu disuruh sabar, bukanya sabar itu milik orang dewasa??? Batinku.

 

            Sore itu waktu aku baru bangun tidur siang, aku menyibakan horden kamarku dan kulihat tukang bakso langgananku. Aku menelan ludah karean tadi sisa uang jajan sudah aku masukkan celengan.

            “Mbak Sisy punya uang gak?” tanya Ardy

            “Gak, memangnya buat apa,’ aku menatap tajam pada Ardy, apa sih yang diinginkan oleh Ardy.

            “Aku ingin bakso, tapi aku gak punya uang,” kata Ardy. Tiba-tiba Ardy mengambil celengannya dan membawanya ke kamarku dan kulihat Ardy mulai mengambil uang di celengan dengan mengorek-ngorek celengannya.

            “Bisa gak?” tanyaku sambil melihat Ardy mengorek-ngorek celengannya dan aku tergoda untuk melakukan hal yang sama. Ah, gak apa-apa kan hanya sekali ini saja, apalagi aku sudah lama tidak  makan bakso mang Amat yang terkenal  enak. Aku meraih celengan di atas lemari, kupandangi sekali lagi celenganku, ah gak apa-apa , hanya sekali ini saja , aku janji. Aku juga mulai mengorek-ngorek celenganku.

            “Kalian lagi apa ya?’ tanya ibu yang tiba-tiba masuk kamarku. Aku dan Ardy terkejut saat ibu masuk dan menemukan aku sedang asik mengorek-ngorek celenganku.

            “Emangnya sudah penuh celengan kalian?” tanya ibu sambil duduk di tempat tidurku.

            “Belum bu, aku ingin sekali beli bakso.” Aku hanya bisa menunduk malu, begitu juga Ardy.

            “Memang untuk mendapatkan sesuatu kita harus sabar dan tahan dengan godaan karena godaan akan banyak datang menghampiri kita,” nasihat ibu. Semenjak saat itu aku tak mau lagi mengorek-ngorek celenganku . Aku harus sabar dan tahan godaan.

 

            Tak terasa sudah hampir setahun aku menabung di celengan ayam dan saat ini celengan ayamku sudah semakin berat dan saat kugoyangkan juga sudah tak ada bunyi lagi, itu menandakan celenganku sudah penuh. Tepat kenaikan kelas aku ingin memecahkan celengan karena kuanggap celengan sudah waktunya untuk dibuka.

            “Bu, aku mau celenganku dibuka , coba lihat sudah penuh kan?” tanyaku penuh harap. Ibu memegang celenganku dan tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Aku bersorak , artinya aku dijinkan untuk memecahkan celengan ayamku. Tanpa menunggu lagi aku memceahlan celengan dan uang logamku berceceran di lantai. Aku dibantu ibu mulai menghitung uang logamnya. Melelahkan juga harus menghitung uang logam yang berceceran di lantai dan saat semua uang logam sudah kuhitung , semuanya terkumpul Rp 75 000,-.

            “Bu, padahal sepatu adidas harganya seratus ribu,’ kataku sedih.

            “Ya, karena Sisy naik kelas , ibu tambahkan uangnya agar kamu bisa beli sepatu yang kamu inginkan.” senyum ibu merekah.  Sore itu aku diantar ayah dan ibu pergi ke toko sepatu yang menjual sepatu idamanku. Setelah tawar menawar dengan pelayan toko , akhirnya aku dapatkan sepatu adidas idamanku sejak lama. Tidak tahu kenapa saat aku pegang sepatu adidasku, ada rasa haru, ada rasa bangga ternyata memang benar kata ibu, apa yang didapatkan dari hasil kesabaran akan berbeda perasaan yang ditimbulkan.

 

            “Nok,”panggil pemilik kios. Aku terkejut , ternyata aku sudah lama melamun dari tadi. Masih terbayang aku memegang celengan ayam waktu itu dan memecahkannya. Dibalik celengan ayam banyak cerita dan banyak kenangan yang tak pernah akan aku lupakan. Sampai saat ini aku selalu pandai mengatur uang dalam rumah tanggaku , itu semua berkat pelajaran yang kudapat dari celengan ayamku. Kutinggalkan kios  itu dengan celengan ayam yang masih tergenggam dalam tanganku

2 komentar:

Tanza Erlambang - Sawan Fibriosis Says:
23 April 2021 pukul 15.27

ingat waktu kecil.... rajin menabung biar kaya .... hehehe

nice story .... thank you for sharing

Tira Soekardi Says:
24 April 2021 pukul 12.30

begitu ya mas tanza

Posting Komentar