Mawar Hitam

Kamis, 07 Juli 2016




Gambar dari sini 
 
            Berita di media televisi dan cetak kembali dihebohkan setelah tertangkapnya pengusaha kelas kakap Syamsu Bahar di sebuah hotel yang menyuap anggota DPR dari partai Angrila. Kini dikabarkan pengusaha Syamsu Bahar  juga mengalami kebangkrutan , aset perusahaan semuanya diambil alih oleh perusahaan Gamar Retindo.  Koran laku keras dan berita –berita lalu lalang di media televisi dengan segala rumor yang menyertainya.  Berkali-kali pembawa berita mengabarkan berita –berita yang berkaitan dengan kasus Syamsu, bahkan hampir setiap hari menghiasi beberapa statsiun televisi. Bagas berdiri di depan  televisi dengan wajah puas. “Mampus kamu Syamsu!!!! Kini aku bisa membalaskan dendamku padamu. Kau sekarang bisa merasakan   bagaimana rasanya mengalami kebangkrutan seperti keluargaku yang dulu sekali ayahmulah yang menghancurkannya. Sekarang kau rasakan lebih dari yang aku rasakan”. Bagas tersenyum sendiri, hatinya begitu puas , dendamnya sudah terbalaskan, dia ingin sekali keluarga Syamsu merasakan penderitaan yang dia rasakan , dulu sekali.
            “Mas, kasihan keluarga mas Syamsu ,sudah jatuh  tapi  masih harus menerima kalau perusahaannya bangkrut ,”tukas istrinya yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang tubuh Bagas. Bagas hanya mengangkat bahunya dan sedikit acuh dengan omongan istrinya.
            “Mas, apa gak sebaiknya kita bantu keluarganya, kasihan. Bagaimana juga mereka kan teman baik kita juga.” Terdengar suara istrinya menembus telinganya. Bagas masih diam dalam pososinya menghadap televisi besar di ruang tengahnya. Istrinya menyentuh pundaknya , heran melihat Bagas tak merespon apa yang dia omongkan barusan. Bagas sebetulnya masih ingin berlama-lama sendiri menikmati rasa puas bisa membalaskan dendamnya pada Syamsu tapi istrinya malah mengganggunya . Bagas menoleh pada istrinya dan menatap tajam padanya, Bagas selalu mengerti Imas , istrinya ini mempunyai hati yang lembut dan begitu baik pada setiap orang. Imas selalu disukai di lingkungannya karena kebaikan hatinya dan pandai menempatkan diri. Dia tak sombong dan banyak membantu orang lain. Sungguh berbeda dengan dirinya, Bagas sebetulnya sedikit malu terhadap istrinya,kalau saja Imas tahu apa yang dia lakukan terhadap Syamsu, apakah Imas masih menghormati dirinya sebagai suaminya???? Entahlah Bagas tak mau berspekulasi, dirinya sudah memutuskan kalau rencana untuk menghancurkan Syamsu itu rencana pribadinya yang siapapun tak boleh tahu termasuk istrinya sendiri.
            “Ya, pasti nanti kita bantu,”tukas Bagas agar Imas tak bertanya lagi. Benar saja, Imas berlalu dari hadapannya.

            Ingatan Bagas kembali pada peristiwa belasan tahun yang lalu, saat itu Bagas masih duduk di sekolah menengah atas. Ayahnya harus bangkurt usahanya setelah dijegal oleh saingannya yang bemain licik dalam proses tender. Bagas ingat saat itu ayahnya pulang dalam keadaan lesu dan mukanya pucat dan gemetar sekujur tubuhnya dan malam itu harus dilarikan ke rumah sakit , terkena serangan jantung dan tak lama kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir. Bagas harus kehilangan ayahnya dan semau harta yang habis tak bersisa. Bagas masih mengingat cerita ayahnya kalau tender yang harusnya dimenangkan oleh ayahnya direbut oleh saingannya pak Bahrun , bukan itu saja pak Bahrun juga sudah banyak mengambil aset-aset perusahaan ayahnya dengan licik Dunia seakan berubah bagi dirinya, tak ada lagi teman, saudara yang datang lagi, semua menghilang sekejap dari pandangan Bagas. Semua menghilang bersamaan dengan hilangnya harta yang dia miliki. Kini Bagas tahu, banyak teman-temanya yang tak tulus berteman dengannya. Untunglah ibunya adalah wanita tegar yang tak pernah pantang menyerah, dengan sisa uang yang ada, ibu membuka warung makan di rumahnya. Walau ibunya harus mendengar banyak cibiran tapi dia tetap mengelola warung makannya. Bagas  iba melihat ibunya harus banting tulang untuk anak-anaknya.
“Bu, suatu waktu Bagas akan balas perlakuan pak Bahrun pada kita, pasti itu,”tukas Bagas pada ibunya. Ibunya menatapnya sedih dan menepuk pundak Bagas lembut.
“Gak baik balas dendam seperti itu, Bagas. Ibu ikhlas bekerja demi keluarga ini dan ibu yakin dengan pertolongan Allah dan usaha keras kita, kita pasti bisa berhasil mengatasi  semua ini. Banyak berdoa saja Bagas. Allah selalu akan membantu kita,” tukas  ibunya lembut. Bagas tak mengerti jalan pikiran ibunya yang mau memaafkan kecurangan pak Bahrus dan hidup pas-pasan Perlahan tapi pasti warung makannya mulai dikenal banyak orang dan ibunya mampu membuka cabang rumah makan di daerah lain sampai bisa membuka restoran yang terkenal dengan sajian khas  Jawa. 

Tidak  seperti ibunya yang  mau memaafkan semua kesalahan pak Bahrun apalagi ibunya sudah bisa mengembalikan kehidupannya walau tidak seperti semula tapi paling tidak keluarganya tak pernah kesusahana lagi, di hati Bagas tersimpan dendam untuk membalaskan kematian Ayahnya. Itu seperti bisul yang tumbuh di hati Bagas yang semakin membesar.  Setelah lulus dari kuliahnya di arsitektur, Bagas bekerja di persuahaan perumahan yang membangun real estate. Karena kepiawaiannya Bagas cepat mendapat posisi yang cukup baik di perusahaannya dan dia banyak belajar dari tempatnya  bekeja  sampai akhirnya Bagas mampu mendirikan perusahaan  sendiri. Sedikit demi  sedikit Bagas mampu memajukannya  sampai menjadi perusahaan besar dan diperhitungkan di dunai usaha.  Bagas mempersembahkan dedikasinya untuk  ibunya, senyum yang mengembang di wajah ibunya yang semakin menua membuat hatinya meluruh tapi tanpa setahu ibunya Bagas masih menyimpan dendamnya.
“Nak, benar kata ibu, kamu pasti berhasil ,”ibunya tersenyum dan mengelus kepala anaknya. Ibunya selalu berharap dendam yang dimiliki Bagas akan hilang dengan keberhasilannya dan dengan berjalannya waktu tapi ibunya salah besar!!!!.
            “Jangan lupa terus bedoa agar usahamu selalu lancar,”tukas ibunya bekali-kali  mengingatkan Bagas. Bagas hanya menyunggingkan sedikit senyum untuk ibunya , dia tak mau ibunya tahu kalau di hatinya masih tersimpan duri yang masih menancap dalam di relung hatinya yang paling terdalam.  Tapi di saat ibunya berharap agar Bagas melupakan dendamnya , ternyata diam-diam Bagas sudah mengamati sepak terjang Syamsu putra kesayangan pak Bahrun yang menjadi penerus usaha ayahnya. Bagas mulai mendekati Syamsu . Kedekatan Bagas dengan Syamsu membuat kekhwatiran tersendiri bagi ibunya.
            “Kamu tidak lagi membuat rencana jahat pada Syamsu?” tanya ibunya suatu ketika. Bagas mengernyitkan dahinya dan menatap tajam wajah ibunya yang lembut. Bagas cepat menggelengkan kepalanya.
            “Aku bisa dekat dengannya, karena sama-sama pengusaha dan sering bertemu di pertemuan-pertemuan pengusaha bu, akhirnya kami jadi dekat,”tukas Bagas berbohong.  Bagas mengalihkan wajahnya dari pandangan ibunya , dia tak mau terlihat berbohong di hadapan ibunya, tidak boleh!!!! Kedekatannya dengan Syamsu mempermudah dirinya bertindak .Bagas tahu tentang semua kegiatan Syamsu juga sebagai anggorat DPR. Berkat banyak informasi yang didapat Bagas , ternyata Syamsu juga menerapkan praktek-praktek curang dalam berbisnis. Betul –betul mirip dengan ayahnya, pikir Bagas  Persahabatan Bagas dan Syamu bahkan menjalar sampai  keluarganya, dan ini membuat Bagas harus lebih berhati-hati agar Imas tidak  tahu apa yang akan direncanakan Bagas.

            Awalnya Bagas meneror Syamsu dengan kiriman mawar hitam yang sengaja ia krimkan ke kantor Syamsu dan ternyata  hasilnya luar biasa , Syamsu ketakutan setengah mati...
            “Pak, ini ada kiriman lagi,” tukas pegawainya sambil menyerahkan setangkai mawar hitam yang dibungkus dengan plastik tipis dengan kartu kecil yang dibungkus dengan amplop. Di kartunya tertulis “tinggal satu minggu lagi” Gemetar tubuhnya membaca kartu yang kesekian kali dia terima dengan tulisan yang hampir sama tapi dengan jumlah hari yang semakin berkurang. Apa yang akan terjadi setelah satu minggu lagi? pikir Syamsu yang mulai ketakutan dengan teror yang bertubi-tubi tiap hari datang padanya.
            “Kau tahu, apa arti semua teror yang ditujukan padaku. Apa yang akan terjadi seminggu lagi?” tanya Syamsu sambil memberikan kartu pada Bagas. Bagas tersenyum tipis sambil menyerahkan kembali pada Syamsu.
            “Entahlah, Syam. Apa bukan dari musuhmu?” tanya Bagas. Syamsu menggelengkan kepalanya.
            “Setahuku, aku tak punya musuh.” Bagas tersenyum tipis dan melirik dengan sedikit menoleh pada Syamsu. Musuhmu itu aku, dalam hati  Bagas sambil sedikit mencibir pada Syamsu, tapi Syamsu tampak kebingungan dan tidak melihat cibiran Bagas. Syamsu masih terduduk lemas di meja di resto tempat makan siang mereka berdua. Syamsu mengajak Bagas  makan siang untuk memberitahu teror yang diberikan padanya.  Hari itu Syamsu menerima kembali kartu dengan setangkai mawar hitam dengan tulisan “tinggal enam hari”. Debar jantungnya semakin keras, tubuhnya mulai berkeringat. Waktu pertama kali dia menerima surat ini, dia tak ambil peduli tapi saat ini dia merasa dirinya terancam. Syamsu sebentar-bentar mengusap keringatnya padahal dia berada di ruang yang berpendingin. Sampai pada teror yang datang kembali dengan tulisan , “tunggu esok hari,”. Keringat dinginnya terus mengalir dan malam itu Syamsu tak bisa tidur nyenyak, dia tak tahu  akan ada apa esok hari sesuai dengan yang tertulis di kartu tersebut. Dia masih  saja bertanya, akan ada apa di esok hari?????? Syamsu tak mampu menjawabnya, dia hanya mampu bertanya-tanya dalam hatinya.

            Sementara waktu itu Bagas sudah memasang perangkap untuk Syamsu , mulai  melihat celah dari perushaannya yang bisa dihancurkan dengan cara licik , sampai penjebakan yang sudah dia rencanakan secara rapih. Bagas bertindak hati-hati semua diperhitungkan dengan cermat sampai soal penjebakan yang akan dia lakukan setelah teror yang terakhir dia lakukan pada Syamsu. Dia tahu betul hari itu Syamsu akan memberikan uang pelicin pada anggota DPR di sebuah hotel. Bagas mengontak wartawan  dan memberikan inforamsi ke KPK untuk segera melacak pertemuan yang bakal terjadi sore hari di hotel Menak Jingga. Kini Bagas tersenyum puas, dendamnya sudah bisa terbalaskan dengan ditangkapnya dan hancurnya bisnis Syamsu.
            “Kamu bukannya yang menghancurkan bisnis Syamsu bukan? “tanya Ibunya yang membuat Bagas sedikit tersentak kaget, jantungnya mulai berdebar kencang. Ini adalah rahasia pribadinya , tak mungkin seorangpun tahu begitupun ibunya.
            “Tentunya tidak , aku sudah berjanji pada ibu,” Bagas menjawab cepat agar ibunya tak curiga terhadapnya. Ibunya sedikit terdiam sebelum dia mengucapkan sepatah kata yang sedikit membuat hati Bagas tersentak.
            “Benar? Ibu tak mau kamu menghancukan orang lain ,kamu dulu sudah merasakannya. Kalau kamu sampai  melakukannya , ibu  yakin kamu akan mengalami keterpurukan lebih berat dari sebelumnya,”gumam ibu perlahan tapi semua itu terasa menampar hatinya. Sudah separah itukah nuraniku??? Tanya hati Bagas, padahal selama ini ibunya tak pernah mendidiknya untuk mendendam, ibu selalu mengajarkan kebaikan pada dirinya tapi sekarang dirinya  bak monster yang telah membinasakan musuhnya. Ada apa denganku??? Tanya hati Bagas. Dirinya terlihat memucat setelah melihat keluarga Syamsu digelandang keluar rumahnya yang telah disita. Ingatan Bagas kembali ke belasan tahun yang lalu, dia juga dulu seperti itu. Semua kepuasan yang telah ia dapat setelah dendamnya terbalaskan hilang sirna melihat kesedihan yang tampak  jelas dari keluarga Syamsu.Manusia macam apakah aku ini???? .
            “Mas, makan dulu, dari tadi siang , aku belum melihatmu makan,”tegur Imas. Langkah Bagas terasa berat dan sesekali dia masih menatap layar televisi dengan pandangan kosong,  rasa puas yang baru saja ia rasakan , kini sirna dari hatinya, tinggal penyesalan yang selalu datang terlambat.

            Bagas bersama Imas beruasaha keras  membantu keluarga Syamsu. Bagas melakukan hal ini tulus , penyesalan dalam dirinya  telah membuatnya ingin membantu keluarga Syamsu. Dia tak mau menjadi orang yang jahat untuk kedua kalinya , biarlah ini menjadi rahasia bagi dirinya sendiri, semua tak perlu tahu bahkan ibu dan istrinya sendiri.. Kini yang terpenting bagi dirinya memohon ampun dan membantu sebisa mungkin keluarga Syamsu.
            “Gas, ternyata teror itu benar. Makasih kata Mirna, kalian banyak membantunya. ,”keluhnya saat Bagas menengok Syamsu di tahanan.
            “Gak apa-apa Syam, kamu kan temanku  juga,” tukasku perlahan sambil melirik wajah Syamsu yang lesu,  Bagas menghela nafas   berat. Dalam hati Bagas berjanji membantu Syamsu dan keluarganya. Ternyata perasaan dendam tak membuatnya bahagia, yang ada penyesalan yang teramat dalam. Saat Bagas kembali ke kantornya dari menengok Syamsu, dia terbelalak kaget saat dia menemukan setangkai mawar hitam di meja kerjanya. Tergelatak begitu saja tanpa pengirim dan hanya tertulis dalam kertas yang ada dalam amplop. Kini gilianmu!!! Bagas jatuh tersungkur  dan dia tak pernah bergerak lagi!!!!!!


2 komentar:

Ummi Nadliroh Says:
11 Juli 2016 pukul 17.58

Cerita yg keren, Bunda. Memaafkan lebih membuat hati tenang dan bahagia, ya...

Tira Soekardi Says:
12 Juli 2016 pukul 13.31

iya perasaan dendam bikin hati malah kemrungsung

Posting Komentar