Saat Mentari Muncul

Senin, 22 Januari 2018





Tika meraih pundak Nara dengan penuh sayang. Rasa bahagia menyelimuti hati Tika, saat pita itu terbelah menjadi dua saat jemarinya menggunting menjadi dua bagian pita. Ah, rasanya seperti mimpi , Tika bisa mewujudkan impiannya punya show room sendiri untuk usaha kreatifnya ini. Rasa sesak di dadanya berangsur pulih teriring air matanya yang sedikit menetes. Tika cepat menghapusnya, dia tak ingin di momen spesial ini dia terlihat sedih. Semua orang menatapnya kagum tapi mereka tidak tahu semua dia bisa raih ini butuh perjuangan yang berat termasuk harus kehilangan Jo, anak bungsunya. Ah, semua terlihat seperti rol film yang sedang berputar mengisahkan kisah yang begitu mengharu biru, sungguh semua itu seperti keajaiban yang tak pernah terbayangkan oleh Tika.

Setelah menikah Tika memutuskan untuk berhenti bekerja untuk bisa mengurus buah hatinya, Nara. Nara lahir dengan kelainan genetik yang menyebabkan dia menjadi lumpuh. Perjuangan berat baginya untuk bisa mengasuh Nara dan membawanya untuk terapi. Dan itu butuh biaya yang gak sedikit. Penghasilan Deni , suaminya tak memadai untuk melanjutkan terapi bagi Nara. Terpaksa Tika membantu dengan cara berjualan. Mulanya Tika berjualan baju gamis dengan model yang sedang ngetrend. Ditawar-tawarkan ke rumah demi rumah. Hujan , panas terik dengan membawa Nara, Tika terus  menjajakan dagangannya. Sebenarnya Tika sudah dilarang Deni.
            “Sudahlah, ma, kamu di rumah saja, urus Nara, biar aku saja yang mencari uang buat kita. Lihat tubuhmu kurus . Gimana kalau kau sakit? Nara perlu ibunya,”tukas suaminya . Tapi Tika tidak bisa diam saja, dia harus berbuat sesuatu untuk kesembuhan Nara, atau paling tidak Nara bisa mandiri walau dia mengalami cacat.
            “Tak, apa, mas, aku ikhlas . Aku gak mau kau terlalu keras juga mencari uang buat Nara. Kita berjuang bersama untuk Nara.”  Tika menguatkan hatinya agar suaminya tetap teguh . Tapi badai itu masih berlanjut, Tika hamil anak kedua. Dirinya belum siap untuk menerima kelahiran baru sedangkan Nara saja masih butuh perhatiannya. Rasanya Tika ingin marah pada dirinya. Bagiamana ini bisa terjadi??? Rasanya Tika tak ingin bayi yang ada dalam kandungannya. Apa yang harus dia lakukan pada janin ini. Tika memukul-mukul perutnya dengan kesal.
            “Astaga, apa yang kau lakukan, ma? Jangan, dia titipan Allah untuk kita. Jangan lakukan!” Deni merengkuh Tika erat. Deni mengerti perasaan Tika, sangat mengerti. Beban yang harus ditanggung Tika berat dan kehamilannya juga akan menjadi beban bagi dirinya. Ah, Deni sendiri gamang.
            “Maafkan aku,”lirih suara Tika. Deni memeluk erat Tika , ingin rasanya dia menangis, dia belum bisa membahagiakan istrinya. Deni merasa dirinya pria yang tak beguna. Tika merasakan dirinya semakin lelah saat kehamilannya mulai membesar. Sedangkan dia masih harus mengantar Nara terapi, berjualan . Belum lagi Tika harus rajin menagih orang-orang yang beli dengan berhutang. Sungguh beban yang luar biasa.
            “Sudah aku bilang, aku sedang gak punya uang, ngerti gak sih!” teriak bu Asih.
            “Tapi ini sudah terlambat tiga bulan bu, bagaimana aku bisa balik modalnya, kalau ibu tak mau lunasi ,”tukas Tika. Kenyataan seperti ini terus berulang sampai modalnya tinggal sedikit. Tika merasakan hatinya lelah, lelah sekali. Kelelahan yang membuat jiwanya lemah yang merasuk ke dalam sel-sel yang merusak dirinya.

Dan benar saja kelahiran anak keduanya membuat dirinya hancur, karena Jo, begitu panggilannya, anak lelakinya akhirnya harus meregang nyawanya karena terlalu lemah saat dilahirkan. Dunia seakan hancur, semua mata rasanya menuju mata Tika. Semua terasa menyalahkan Tika sebagai ibu yang tak bertanggung jawab.
            “Aku yang salah, aku yang salah, aku membunuhnya,”. Deni hanya bisa merengkuh istrinya dengan perasaan sedih. Ah, dunia ini lagi tak adil bagi keluarganya.
            “Sudah , bukan salahmu, Tika. Allah lebih sayang dengan adik Jo, dia malaikat kecil kita, pasti dia ada di surgaNya.”Deni menghibur Tika .  Tika terpuruk, hampir setiap saat dia menangis sampai suatu saat Tika tercenung mendengar suara Nara.
            “Mama, mengapa mama nangis? Nara sedih, Nara gak ada lagi yang antar ke bu Menik buat terapi. Mama gak sayang sama Nara ya, mama sayang adek jo?” Mata Nara menatapnya. Tika tercenung melihat mata bulat Nara, ada kesedihan di sana,ada kerinduan akan dirinya. Dipeluknya Nara, sungguh Tika merasa kan perihnya hati ini. Dia sudah mencampakan Nara, dia melupakan Nara setelah kesedihan yang menimpa dirinya. Dia gak adil, gak adil bagi Nara. Nara butuh dirnya, Nara gak bisa tanpa dirinya. Mengapa dia harus seperti ini?
            “Maafkan mama, sayang. Mulai besok kita terapi lagi di bu Menik ya, biar Nara bisa jalan seperti anak yang lain,”cetus Tika. Mata Nara langsung berbinar. Dipeluknaya Nara erat. Hampir saja dia kehilangan Nara.

Tika ingat dulu dia suka sekali dengan kerajinan tangan. Tika mulai membuat boneka dari kain perca. Awalnya digunakan untuk Nara. Dan saat terapi beberapa orang tua yang melihat boneka Nara ingin membelinya. Akhirnya dari mulut ke mulut Tika banyak mendapat pesanan boneka kainnya. Keajaiban yang Tuhan berikan memang tak bisa diprediksi oleh manusia. Saat bu Danar membeli bonekanya ternyata dia menawarkan Tika kredit ringan untuk memulai usaha. Bu Danar kerja di bank yang memang banyak membantu orang-orang yang mau berusaha. Dan jadilah show room “Rumah Nara”. Dibei nama Nara karena Nara yang memberikan Tika semangat hidup kembali.

Deni menyentuh pundak Tika. Tika terkejut dan dia melihat sendiri show roomnya . Harapan di tahun baru, mentari tiba . Mentari yang perlahan akan muncul dari haribaan dan terus naik dengan sinarnya yang akan menerangi semuanya. Tika tersenyum. Mudah-mudahan ini harapan baru dari hidupnya. Mentari sudah muncul dan asa muncul di hatiya. Semoga. Tika memandang Nara yang sibuk denagn bonekanya dan senyum mengembang di wajah Tika menunjukan kalau mentari telah bersinar.


10 komentar:

Okapi note Says:
22 Januari 2018 pukul 19.05

Penasaran dengan nasib si nara gmna. Bener2 keluarga yg penuh perjuangan. Ditunggu kelanjutannya mba.

Astin Astanti Says:
23 Januari 2018 pukul 03.32

sedih banget Mbak. Saya paling gak bisa nagih ke orang, apapun bentuknya.

Tira Soekardi Says:
23 Januari 2018 pukul 11.20

mbak daruma, ini cerpen mbak jd ceriatnya sampai di sini saja

Tira Soekardi Says:
23 Januari 2018 pukul 11.24

iya mbak astin, menagih itu sesuatu yang berat , krn kadang yg diutangi lebih galak

Nan Djabar Says:
25 Januari 2018 pukul 04.47

aku juga suka menulis cerpen :)

Tira Soekardi Says:
25 Januari 2018 pukul 11.20

wah berarti sama ya, tp aku sukanya puisi, setiap saat bisa bikin puisi

Darul Azis Says:
27 Januari 2018 pukul 02.45

Cerita yang inspiratif Mbak. Terkadang, ujian dari Allah memang datang bertubi-tubi ya. Tapi habis itu, baru kita naik kelas. Ditunggu cerita2 lainnya. 😊

Tira Soekardi Says:
27 Januari 2018 pukul 11.17

betul mas darul , dari setiap cobaan pasti ada jalan keluarnya

Amallia Sarah Says:
31 Januari 2018 pukul 19.09

Aku sellau senang lihat mentari terbit mba... Indah banget. Apalagi pas ada di puncak yang agak tinggi.. bukan hanya indah, hangatnya pun berasa

Tira Soekardi Says:
1 Februari 2018 pukul 11.19

betul fenomena terbit dan tenggelam matahari itu amazing ya mbak amallia

Posting Komentar