Setangkai Mawar Merah

Senin, 29 April 2019


Gambar dari sini 
 


Masih pagi, aku mulai berangkat menuju ke sekolah. Mentari belum muncul, tapi aku sudah  melangkahkan kakiku menuju tempatku mengajar. Banyak sekali pekerjaan yang harus kukerjakan menjelang ujian akhir nasional. Belum lagi ku lihat banyak anak yang masih belum siap . Entah kenapa aku masih kepikiran dengan Ina, aku tak mengerti mengapa dia sangat tidak suka denganku. Tapi sedikit demi sedikit aku mengerti mengapa Ina tidak suka denganku. Banyak informasi yang tidak benar yang sampai pada telinganya yang disebarkan oleh salah satu guru yang aku tahu sekali kalau dia sangat tidak suka denganku. Tapi , aku memaklumi , karena Ina masih remaja yang belum bisa menelaah segala sesuatu dengan pikiran yang jernih. Tapi yang aku sayangkan , apakah benar seorang guru memberikan info yang tak benar atau menjelek-jelekan guru yang lain kepada siswanya, sedangkan sebagai guru dia tidak punya hak untuk memberikan info semacam itu pada siswanya, sunggguh tak bijaksana.
            “Pagi, bu Mira,” kata Niko.
            “Pagi juga, oh ya Niko, nanti bilang sama yang lain , nanti siang jadi tambahan ya,’ kataku. Niko menganggukan  dan beranjak pergi ke kelas , aku menuju kantor guru.. Di ruang guru masih tampak sepi.

            Benar saja waktu pelajran tambahan untuk kesekian kalinya , Ina tidak membawa kumpulan soal dan buku besar. Sudah berapa kali aku menegurnya tapi Ina sering sekali secara sengaja selalu membuat aku marah. Aku pikir , aku harus cari jalan lain agar Ina bisa belajar dengan baik. Sudah empat kali tryout, hasilnya Ina yang selalu paling rendah dengan nilai yang tak pernah menunjukan kemajuan.
            “OK, Ina, ibu tak akan menghukummu dengan berdiri di depan kelas, tapi ibu akan memberikan pelajaran tambahan setelah anak-anak yang lain belajar, biar kamu bisa pinjam buku temanmu,” kataku tersenyum. Kulihat Ina agak terkejut, tak menyangka bakal dapat hukuman tambahan pelajaran dan tentunya Ina akan pulang lebih sore dibanding teman-teman yang lain. Kutatap matanya tajam sambil tersenyum
            “Gimana, adil kan?”, “ coba kalau kamu di luar kamu gak mungkin menyalin lagi di rumah, tapi sekarang mau tak mau kamu akan belajar,” kataku puas.
            “Iya, bu,” katanya perlahan. Aku bersorak girang, kena !!!!, mudah-mudahan Ina tidak akan mengulang lagi tidak membawa bukunya. Ternyata efeknay lumayan juga , esoknya Ina selalu membawa buku kumpulan soalnya.

            Belum sampai situ saja, saat Ina tak pernah mau belajar dengan sungguh-sungguh, karena dia merasa dia bakal lulus karena ternyata dia menganggap karena dia dulu ketua OSIS pasti dibantu untuk lulus. Waktu aku tanyakan pada guru yang mengampu mata pelajaran yang lain ternyata memang Ina selalu meremehkan pelajaran
“Gimana pak , Ina di pelajaran bapak?” tanyaku pada pak Budi
“Ya, begitulah , malas belajar,” katanya . Sering aku duduk dengan anak-anak saat istirahat tiba, dari sana aku sering banyak mendapatkan informasi yang banyak tentang anak-anak . dari situ , aku tahu kalau Ina lebih suka pacaran dan malas belajar, sering kali menyuruh teman yang lain untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas, kalau bekerja kelompok pasti Ina jarang ikut kerja. Aku sebetulnya sangat prihatin , Ina dulu semasa masih kelas X, termasuk anak yang rajin , tapi setelah Ina banyak dipercaya guru bahkan menjadi ketua OSIS dua periode membuatnya sombong dan meremehkan guru. Padahal hasil try outnya sangat memprihatinkan dibandingkan teman-temannya.

“:Ina, kamu setiap hari tambahan dengan ibu ,” kataku menatapnya. Kulihat Ina terlihat enggan .
“Pokoknya ibu mau kamu ada setiap hari, tunggu ibu di kantin,” kataku.
“Baik bu, “ katanya sambil berlalu. Setiap hari aku melatih Ina secara pribadi memecahkan soal-demi soal sampai Ina benar-benar mengerti. Memang , dibutuhkan kesabaran , karena selama ini , Ina jarang belajar sehingga materi yang ada di otaknya masih sangat sedikit. Kesabaranku benar-benar diuji, di sisi lain ada perasaan sakit hati karena Ina sangat sering mengatakan sesuatu yang tak benar tentang aku, di sisi lain aku tak mau Ina mempunyai nilai yang jelek, apalagi di mata pelajaran kimia. Sungguh aku harus merendahkan hatiku untuk bisa mengajarkan Ina dengan ketulusan hati. Hari demi hari banyak yang kulalui dengan Ina. Aku melihat banyak kemajuan Ina , hasil tryoutnya juga menunjukan kemajuan. Saat itu waktu aku selesai memberikan pelajaran tambahan pada Ina, Ina mendekatiku.
“Bu, terimakasih,” katanya sambil menunduk . Aku tersenyum padanya .
“Sama-sama Ina, ibu suka kamu banyak kemajuan,” kataku tulus. Tak terasa sore itu aku pulang dengan hati yang lebih lega karena aku tahu Ina mulai sadar, bahwa aku tak pernah punya niat jahat terhadapnya.

Saat-saat menunggu ujian nasional, semua siswa giat belajar dan aku melihat banyak anak-anak yang terlihat kelelahan karena otaknya sudah penuh dengan soal-soal yang harus mereka pecahkan. Aku mengajak anak IPA unuk makan bersama , untuk merilekskan pikiran dan menenangkan otak mereka dari kejenuhan belajar.Aku mulai menghitung uang kas yang aku pegang . Dari sisa uang kas, aku belikan beberapa bahan makanan untuk dimasak.
“Leo, kamu yang buat nasi uduknya, Lina membuat sambalnya, Rani, membuat rebusan lalapannya,Flo, goreng tahu ,Andi goreng asin, Regi, gorteng tempe dan Niko goreng kerupuk,’ kataku membagi-bagikan tugas .
“Baik bu, semua bahan akan disiapkan, “teriak anak-anak antusias.  Anak-anak terlihat bersemangat , apalagi esok aku sudah mengumumkan kalau tak ada pelajaran tambahan, dipakai untuk makan bersama. Menu makanan sederhana , hanya tempe, tahu goreng, asin, lalapan dan sambal.
Siang tiba saat bel bunyi pulang sekolah, anak-anak mulai menyiapkan makanan yang telah mereka goreng di rumah. Di lantai kelas , digelar lembaran -;lembaran daun pisang utuh yang sudah bersih. Nasi uduknya di susun di beberapa tempat dan di sisinya ditaruh tempe , tahu, ikan asin, sambal dan lalapan yang tersusun dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya  Anak-anak, aku suruh duduk berhadapan di depan lembaran daun pisang yang sudah ada nasi dengan lauk-pauknya. Nah, cara makannya dengan tangan dan mereka boleh mengambil nasi dan lauknya yang sudah ada di atas lembaran daun pisang. Terasa menyenangkan dan suasana kegembiraan terasa sekali saat mulai makan bersama.
“Bu, enak sekali , coba dari dulu buat seperti ini kan asik,” kata Niko.
“Betul , walau makannya gak pakai lauk yang mahal, tapi rasanya nikmat,” kata Leo
“Setuju!!!!!” teriak serempak anak-anak dengan mulut yang masih penuh dengan nasinya. Aku ikut tertawa bersama mereka. Kebersamaan yang tak pernah tergantikan  dengan hal lainnya yang lebih berharga. Bisa bersama-sama dengan suasana kegembiraan , membuat aku bisa melebur dengan anak-anak. Anak-anak pulang dengan keceriaan dan kepuasan tersendiri, bagiku ini kenangan terakhir bersama mereka , karena anak-anak akan pergi dari sekolah ini saat mereka sudah dinyatakan lulus dari sekolah.
“Terimakasih bu, senang sekali hari ini,” kata Luki.
“Sama-sama , ibu juga merasakan kegembiraan yang sama dengan kalian,” kataku tulus sambil kupandangi mereka satu persatu. Mereka akan pergi dan satu hal yang selalu tak ingin kulalui, saat-saat harus berpisah dengan anak-anak.

Saat-saat untuk berpisah akhirnya datang juga, saat mereka dinyatakan lulus. Pesta perpisahan yang akan diadakan sudah tiba, aku melihat anak-anak , tanpa terasa ada satu hal yang akan hilang , kebersamaan selama tiga tahun bersama anak-anak. Ada perasaan sedih yang menyeruak di ruang hatiku saat detik demi detik acara perpisahan digelar. Saat acara bebas , kulihat Ina naik panggung dan mulai menyanyikan sebuah lagu dan Ina membawa setangkai mawar merah di gengaman tangannya.
“Selamat malam teman-teman, malam ini aku mau memberikan setangkai mawar ini untuk bu Mira. “ Tak perlu banyak kata yang akan kuucapkan, selain terimakasih akan tulusnya cinta ibu buatku,” kata Ina sambil menghampiriku dan menyerahkan setangkai mawar merah. Tak terasa air menggenang di pelupuk mataku, kupegang mawar merah dalam genggaman tanganku, saat kupandang Ina, ada air mata yang menggenang di pelupuk matanya juga. Aku tersenyum padanya. Senyum Ina, mencairkan rasa sakit hatiku padanya.

Sudah setahun terlewati, setangkai mawar merah masih ada di mejaku. Saat kupandang mawar merah itu, ada kenangan tersendiri. Mawar merah tanda persahabatan yang terjalin setelah banyak prasangka yang membuat Ina tidak suka denganku. Banyak kenangan dari setangkai mawar merah yang tak akan pernah kulupakan pada saat akhir sekolah.

2 komentar:

Posting Komentar