Dunia Lala

Selasa, 07 Juli 2015



Sumber gambar di sini


Hujan bulan Juni, Lebaran bulan Juli, Lala menggumam perlahan. Tak terdengar hanya gumaman yang tak begitu jelas. Tapi tak lama kemudain Lala mengucapkan lagi Hujan bulan Juni, lebaran bula Juli. Samar-samar dia membayangkan peristiwa yang sudah begitu lama, saat Lala masih gadis cantik. Bibirnya sedikit naik ke atas dan kini tampak mencibir dan kemudian tertawa keras sekali. Beberapa orang tampak menoleh padannya .Lala tak terpengaruh , dia masih tertawa dan kemudian terdiam kembali.
            “Pulang Lala, sudah senja,”tegur bu Ana.
            “Nanti masih hujan  mama,” tukas Lala masih duduk di kafe dan memandang hujan di luar sana. Mereka berdua masih duduk di kafe untuk berbuka puasa. Makanan sudah habis disantap, tapi Lala masih belum mau meninggalkan kafe. Bu Ana memandang sedih .  Lala,anaknya telah kehilangan ingatannya sejak sepuluh tahun yang lalu. Sekali-kali ditatapnya Lala . Bu Ana tetap setia menunggu di sini, di kafe ini yang selalu ingin dikunjungi Lala setiap tahunnya.  Tapi kali ini begitu istimewa bagi Lala, karena di bulan Juni sudah mulai turun hujan. Sungguh aneh dan sebulan kemudian lebaran akan tiba. Sama seperti dulu, sama seperti saat Lala merasa dikhianati oleh kekasihnya. Bu Ana tahu betul. Bu Ana tahu apa yang dirasakan putrinya. Kini dia hanya bermain dengan dunianya saja. Tak ada orang lain baginya , hanya ilusi yang menguasai alam pikirannya. Dan tatapan matanya hanya kosong dan kadang berbinar-binar saat dia merasa kekasihnya akan datang. Bu Ana menghela nafas beart. Masih dipandanginya Lala.
            “Aku masih mau di sini, mam. Kali-kali mas Indra datang untukku. Ini sudah bulan Juni yang hujan, sebentar lagi lebaran bu,”tukasnya. Bu Ana mengangguk dan tak sadar bulir air matanya turun perlahan.
            “Mengapa mama menangis?” Lala memandang bu Ana heran. Bu Ana cepat menghapus air matanya dan tersenyum pada Lala .

            Dulu sekali saat Lala berusia 25 tahun. Saat kebahagiaan yang ada di hatinya. Begitu juga dengan hati bu Ana. Siapa tak bahagia saat putrinay yang sudah sarjana akan dilamar oleh pria tampan dan anak pejabat terkenal waktu itu. Apalah dirinya yang hanya seorang janda yang membesarkan Lala sendiri dan berhasil menuntaskan Lala menjadi sarjana dan mendapatkan calon  menantu dari orang terpandang. Tapi bahagia itu lenyap saat Indra menemui Lala di kafe bersama dengan gadis yang ternyata sudah dihamilinya. Saat itu bu Ana masih ingat, Lala pulang di hujan bulan Juni , deras . basah kuyup, hanya tangis kecil yang keluar dari mulutnya. Tapi ternyata sakit hatinya begitu kuat tak sebanding dengan air mata yag keluar. Lala menjadi sibuk dengan dunianya, dunia yang membuat dirinya menjadi suka dengan kesunyian.  Lala sudah punya dunianya sendiri yang berbeda dengan dunia ibunya. Bu Ana hanya bisa menangis. Rintihan , tangis dan doanya belum bisa mengembalikan Lala dari dunianya Ah, itu sudah sepuluh tahun yang lalu.
            “Pulang, La,”tegur bu Ana. Lala menatap pintu kafe dan terkesiap . Bu Ana membalikan tubuhnya.
            “Itu mas Indra , mam,”lenguh Lala. Bu Ana hanya bisa menahan nafasnya, karena yang dilihat Lala, adalah benar Indra. Masih gagah seperi dulu, walau tampak agak kurus tubuhnya.
            “Apakah dia akan melamarku mam,?” Bu Ana hanya diam. Ditariknya lengan Lala.
            “Pulang, hujan sudah berhenti hanya tinggal gerimis,”ujarnya. Lala hanya menatap Indra. Bu Ana tak mau bertemu dengan laki-laki itu, dia yang menyebabkan Lala seperti ini. Bu Ana tak sudi bertemu dengannya lagi. Tak akan pernah!!!
            “Mam, jangan pulang, mas Indra mau melamarku,”keluhnya. Bu Ana tetap menarik lengan Lala. Didorongnya Lala masuk ke dalam mobilnya. Cepat melaju di jalan menuju rumah sakit. Tiba-tiba Lala berteriak keras dan menangis keras-keras.
            “Mama jahat, mama jahat. Mas Indra datang melamarku, mengapa mama bawa aku pergi?” Lala mulai meraung-raung keras-keras. Bu Ana tak mempedulikannya , dia harus membawa Lala kembali ke rumah sakit jiwa tempat tingalnya sekarang. Hujan memang datang di bulan Juni, tapi Lala masih dengan dunianya, dunia sepi .... Hujan bulan juni, lebaran bulan juli akanlah tetap sama bagi Lala. Tetap dengan dunianya tak akan pernah berubah....


6 komentar:

mamanya3adnan Says:
9 Juli 2015 pukul 20.08

Getirnya terasa seperti hujan di bulan juni itu...semoga menang ya bu

Catatan Harian Irfan Says:
10 Juli 2015 pukul 01.28

Lala,,,,, semoga dilain kesempatan mendapatkan kebahagiaan yang abadi :)

Tira Soekardi Says:
10 Juli 2015 pukul 12.51

makasih bu Lela.

Tira Soekardi Says:
10 Juli 2015 pukul 12.52

ya, mudah2an begitu mas Irfan

berbagigagasan Says:
10 Juli 2015 pukul 18.18

cerpen yang indah.....

Tira Soekardi Says:
11 Juli 2015 pukul 12.58

berbagi gagasan, makasih

Posting Komentar