Sumber gambar di sini
Hujan
bulan Juni, Lebaran bulan Juli, Lala menggumam perlahan. Tak terdengar hanya
gumaman yang tak begitu jelas. Tapi tak lama kemudain Lala mengucapkan lagi
Hujan bulan Juni, lebaran bula Juli. Samar-samar dia membayangkan peristiwa
yang sudah begitu lama, saat Lala masih gadis cantik. Bibirnya sedikit naik ke
atas dan kini tampak mencibir dan kemudian tertawa keras sekali. Beberapa orang
tampak menoleh padannya .Lala tak terpengaruh , dia masih tertawa dan kemudian
terdiam kembali.
“Pulang Lala, sudah senja,”tegur bu
Ana.
“Nanti masih hujan mama,” tukas Lala masih duduk di kafe dan
memandang hujan di luar sana. Mereka berdua masih duduk di kafe untuk berbuka
puasa. Makanan sudah habis disantap, tapi Lala masih belum mau meninggalkan
kafe. Bu Ana memandang sedih . Lala,anaknya
telah kehilangan ingatannya sejak sepuluh tahun yang lalu. Sekali-kali ditatapnya
Lala . Bu Ana tetap setia menunggu di sini, di kafe ini yang selalu ingin
dikunjungi Lala setiap tahunnya. Tapi kali
ini begitu istimewa bagi Lala, karena di bulan Juni sudah mulai turun hujan.
Sungguh aneh dan sebulan kemudian lebaran akan tiba. Sama seperti dulu, sama seperti
saat Lala merasa dikhianati oleh kekasihnya. Bu Ana tahu betul. Bu Ana tahu apa
yang dirasakan putrinya. Kini dia hanya bermain dengan dunianya saja. Tak ada
orang lain baginya , hanya ilusi yang menguasai alam pikirannya. Dan tatapan
matanya hanya kosong dan kadang berbinar-binar saat dia merasa kekasihnya akan
datang. Bu Ana menghela nafas beart. Masih dipandanginya Lala.
“Aku masih mau di sini, mam.
Kali-kali mas Indra datang untukku. Ini sudah bulan Juni yang hujan, sebentar
lagi lebaran bu,”tukasnya. Bu Ana mengangguk dan tak sadar bulir air matanya
turun perlahan.
“Mengapa mama menangis?” Lala memandang
bu Ana heran. Bu Ana cepat menghapus air matanya dan tersenyum pada Lala .
Dulu sekali saat Lala berusia 25
tahun. Saat kebahagiaan yang ada di hatinya. Begitu juga dengan hati bu Ana. Siapa
tak bahagia saat putrinay yang sudah sarjana akan dilamar oleh pria tampan dan
anak pejabat terkenal waktu itu. Apalah dirinya yang hanya seorang janda yang
membesarkan Lala sendiri dan berhasil menuntaskan Lala menjadi sarjana dan mendapatkan
calon menantu dari orang terpandang.
Tapi bahagia itu lenyap saat Indra menemui Lala di kafe bersama dengan gadis yang
ternyata sudah dihamilinya. Saat itu bu Ana masih ingat, Lala pulang di hujan
bulan Juni , deras . basah kuyup, hanya tangis kecil yang keluar dari mulutnya.
Tapi ternyata sakit hatinya begitu kuat tak sebanding dengan air mata yag
keluar. Lala menjadi sibuk dengan dunianya, dunia yang membuat dirinya menjadi
suka dengan kesunyian. Lala sudah punya
dunianya sendiri yang berbeda dengan dunia ibunya. Bu Ana hanya bisa menangis.
Rintihan , tangis dan doanya belum bisa mengembalikan Lala dari dunianya Ah,
itu sudah sepuluh tahun yang lalu.
“Pulang, La,”tegur bu Ana. Lala
menatap pintu kafe dan terkesiap . Bu Ana membalikan tubuhnya.
“Itu mas Indra , mam,”lenguh Lala.
Bu Ana hanya bisa menahan nafasnya, karena yang dilihat Lala, adalah benar Indra.
Masih gagah seperi dulu, walau tampak agak kurus tubuhnya.
“Apakah dia akan melamarku mam,?” Bu
Ana hanya diam. Ditariknya lengan Lala.
“Pulang, hujan sudah berhenti hanya
tinggal gerimis,”ujarnya. Lala hanya menatap Indra. Bu Ana tak mau bertemu
dengan laki-laki itu, dia yang menyebabkan Lala seperti ini. Bu Ana tak sudi bertemu
dengannya lagi. Tak akan pernah!!!
“Mam, jangan pulang, mas Indra mau
melamarku,”keluhnya. Bu Ana tetap menarik lengan Lala. Didorongnya Lala masuk
ke dalam mobilnya. Cepat melaju di jalan menuju rumah sakit. Tiba-tiba Lala
berteriak keras dan menangis keras-keras.
“Mama jahat, mama jahat. Mas Indra
datang melamarku, mengapa mama bawa aku pergi?” Lala mulai meraung-raung keras-keras.
Bu Ana tak mempedulikannya , dia harus membawa Lala kembali ke rumah sakit jiwa
tempat tingalnya sekarang. Hujan memang datang di bulan Juni, tapi Lala masih
dengan dunianya, dunia sepi .... Hujan bulan juni, lebaran bulan juli akanlah
tetap sama bagi Lala. Tetap dengan dunianya tak akan pernah berubah....
6 komentar:
9 Juli 2015 pukul 20.08
Getirnya terasa seperti hujan di bulan juni itu...semoga menang ya bu
10 Juli 2015 pukul 01.28
Lala,,,,, semoga dilain kesempatan mendapatkan kebahagiaan yang abadi :)
10 Juli 2015 pukul 12.51
makasih bu Lela.
10 Juli 2015 pukul 12.52
ya, mudah2an begitu mas Irfan
10 Juli 2015 pukul 18.18
cerpen yang indah.....
11 Juli 2015 pukul 12.58
berbagi gagasan, makasih
Posting Komentar