Rasa Nano-Nano Buah Duwet

Rabu, 08 Februari 2017




 Gambar dari sini

                Aku memandang keluar jendela bus yang akan menghantarkan aku kembali ke kota Jogja tempatku menuntut ilmu. Libur tiga hari aku kuatkan untuk pulang ke rumah untuk mengawali puasa tahun ini. Menurut adikku, awal puasa harus dengan hidangan istimewa, mana ada di tempat kost hidangan istimewa, yang ada hidangan sesuai tanggal. Sok , banget , belum merasakan jadi anak kost saja, bilang seperti itu, tahu rasa kalau jadi anak kost. Harus pintar-pintar cari makanan jangan sampai uang makan habis belum waktunya, bisa-bisa kelaparan.
            “Maaf, air ada yang netes dari atas tuh, biar gue tutup jendelanya,” tanpa menunggu aku mengiyakan , cowok itu menarik jendela ke atas sehingga air tak menetes lagi. Ternyata dari tadi aku melamun , tetesan air dari atas tak terasa, ternyata bajuku jadi basah.  Memang sedari tadi hujan masih turun walau tak deras tapi cukup memberikan rasa adem di dalam bus yang tak ber ac ini.
            “Makasih ya, “ aku kembali memandang keluar jendela bus tanpa mengindahkan cowok di sampingku.  Entah berapa lama aku tertidur tiba-tiba kurasakan ada yang membangunkanku dari tidur nyenyakku.
            “ Ih, apaan sih lu, enak saja bangunin gue, gue lagi tidur tahu!” aku melotot padanya .
            “Ya , sudah kalau gak mau turun, tuh lihat sudah sampai.” Aku melihat keluar jendela , sudah sampai terminal. Aku hanya mesem saja menatap cowok itu  sambil tersenyum masam, walau dalam hatiku gondok setengah mati, bisa-bisanya cowok itu mentertawakan aku. Aku beranjak dari tempatku duduk .
            “Eh, mbak ada yang ketinggalan nih,” teriak cowok itu. Aku menoleh dan kembali ke tempat dudukku, tapi tak ada barangku yang tertinggal.
            “Mana , enak saja lu pasti bohong , dasar!” aku mulai sewot padanya.
            “Gak boleh marah loh, hari ini kan puasa, ada kok yang ketinggalan , mau tahu atau mau tahu banget?” tanyanya dengan wajah lucu. Boleh juga tampang cowok itu  dengan rambut kriwil , tapi senyumnya manis karena ada lesung pipitnya yang membuatnya tampak ramah.
            “Gue, gak mau tahu,” aku mulai beranjak sebelum cowok itu mulai membual lagi.
            “Hati lu ketingalan di hati gue tahu!” teriaknya. Dasar cowok pasti pintar ngegombal, aku hanya mengacungkan kepalan tanganku padanya. Kulihat sudah hampir menjelang magrib, aku mempecepat langkahku menuju tempat kost dan aku  terpana saat cowok yang tadi duduk di sebelahku sudah berada di depan pagar tempat kostku.
            “Nah, berarti kita jodoh ya, gue mau kost di sini juga,” cowok itu tersenyum dan lesung pipitnya tampak jelas membuatnya enak dipandang. Duh, kok aku jadi memperhatikan itu cowok sih.
            “Gue, Resky. “
            “Gue Ika.” 


            Hari ini aku memutuskan untuk tidak kuliah, hanya satu mata kuliah dan itupun siang hari, rasanya malas untuk ke tempat kuliah.   Hari ini begitu panas, kerongkonganku mulai kering, saat aku ada di meja makan aku melihat ada sepiring buah duwet yang tampak segar.
            “Ini duwet punya siapa?” tanyaku. Tak ada satupun teman yang menjawabnya. Aku meliriknya , segar sekali, siapa yang punya ya, kalau aku ambil beberapa toh tak ada yang tahu,pikirku. Iseng , aku mencomot satu buah duwet, rasanya masam dan segar, memang cocok untuk udara yang panas. Tanpa ragu lagi aku mulai mengambil satu persatu buah duwet sampai Resky datang dan terbelalak melihatku.
            “Emang lu lagi gak puasa ya,?” kulihat Resky sudah ada di sampingku sambil memperlihatkan lesung pipitnya. Aku terlonjak kaget, astaga hari ini kan puasa, mengapa aku enak-enak makan buah duwet.
            “Udah gak apa-apa , elu kan lupa, terusin lagi puasanya ,” aku tersipu malu, mengapa aku bisa khliaf begini, memang sialan ini buah duwet membuatku tergoda.Hari ini benar-benar aku jadi bahan godaan Resky di depan teman-teman yang lain.
            “Ika, kayaknya Resky naksir elu deh,”  aku hanya mengangkat bahuku pura-pura menyiapkan minuman manis untuk buka puasa hari ini.


            Memang aku baru suka duwet saat kost di Jogja karena di belakang rumah kostan ada pohon duwet yang selalu berbuah . Dan sekarang saat tiba bulan puasa buah duwet sedang berbuah dan buahnya yang berwarna keunguan sangat menarik untuk dinikmati. Saat mendekati magrib , aku akan menatap buah duwet dengan rasa ingin menyantapnya, benar-benar godaan puasa kali ini hanya karena  buah duwet. Tadi siang aku sudah tergoda dengan buah duwet, sekarang hatiku kumantapkan tidak akan tergoda lagi dengan buah duwet. Jadi aku hanya duduk di belakang tempat kost sambil menatap duwet dan menunggu waktu berbuka.  Terdengar suara bedug nyaring di telingaku, semua bersorak tanda perut bisa diisi kembali. Segera kuseruput teh manisku sebelum aku naik ke atas pohon duwet untuk memakan duwet langsung dari pohonnya. Aku mulai asik dengan santapan pembuka gratis di atas pohon sebelum aku terkaget-kaget saat Resky sudah ada di belakangku.
            “Ik, sudah boleh elu makan sepuasnya, tapi ingat ya jangan batal lagi!” serunya di dekat telingaku, aku hanya tertawa saja sambil tanganku mencomot buah duwet ke dalam mulutku.
            “Memang segar ya , apalagi cuaca panas,” katanya mengomentari, “pantas saja elu sampai batal.” 


            Ternyata godaan puasa kali ini hanya bersumber dari pohon duwet ini, bukan saja aku yang tergoda , teman-temanku satu kostku juga banyak tergoda dengan rasa nano-nano dari duwet. Mengapa aku sebutkan rasa nano-nano, karena rasanya memang campur aduk, ada asam, manis, kecut jadi satu. Dodi menyarankan agar pohon duwetnya dipotong saja agar tidak tergoda dengan buahnya tapi tentu saja ditolak mentah-mentah oleh yang lainnya. Apalagi berbuah kan selalu tidak tepat pas bulan puasa saja, hanya kali ini saja  berbuah saat bulan puasa tiba. Hari minggu ini aku kebetulan tidak punya acara , makanya kugunakan untuk tidur saja, katanya kalau tidur pada saat puasa banyak pahalanya, sebetulnya sih untuk mengurangi rasa lapar juga. Rasanya aku seperti berjalan di kebun yang kulihat banyak sekali pohon duwet  berjejer dan pemiliknya mengijinkanku untuk mengambil sepuasnya buah duwetnya. Aku sungguh tak percaya dengan kebaikan pemiliknya, tanpa disuruh lagi aku panjat pohon duwetnya dan mulai mencomot satu persatu buah duwetnya. Tak terasa aku kenyang sekali karena perutku penuh dengan duwet. Aku mulai kembali berleha –leha.
            “Ika, bangun, dari tadi elu tidur saja, ada yang nyari tuh,” Dina membangunkanku, waktu aku terburu-buru keluar ternyata tidak ada siapa-siapa dan saat aku berpaling pada teman-teamanku mereka sedang tertawa bersama. Sialan, mereka mempermainkanku, awas saja lain kali gantian aku yang akan mempermainkan kalian. Aku tak boleh marah, pantang nanti puasaku batal, aku beranjak ke belakang rumah, dan tampak kembali buah duwet. Mungkin karena aku belum terbangun sepenuhnya dan tadi aku seperti disuruh makan buah duwet ,  aku malah memanjat pohon duwet dan menikmatinya sendiri. Tanpa sadar aku sudah memakan buah duwet banyak dan aku mulai mengantuk tapi belum aku tertidur lagi aku mendengar suara Resky berteriak.
            ‘Hai, elu gak puasa!” aku tersentak kaget, astaga aku untuk kedua kalinya batal gara-gara buah duwet!!!!! Aku menutup mukaku tak sanggup melihat Resky yang sedang menatapku tajam, mahasiswa kok ya masih bisa-bisanya tergoda untuk makan pada saat puasa!!!! Malu sekali , sehinga seharian aku tak berani keluar kamar apalagi harus bertemu dengan Resky. Hari itu aku jadi bahan candaan yang tak habis-habisnya, dan aku hanya bisa bergelung di tempat tidurku.


            Mendekati akhir puasa aku harus segera membeli tiket dan aku harus berdesak-desakan dengan banyak orang yang mempunyai mimpi yang sama denganku untuk pulang saat lebaran tiba. Rasa haus di kerongkongan semakin kuat dan antrian masih terlalu panjang untuk aku bisa beristirahat sejenak. Aku menelan ludahku saat aku melihat remaja yang sedang minum es jeruk dari resto yang ada di seberang loket. Ingin sekali aku membasahi kerongkonganku yang mulai mengering dan terasa tak enak.
            “Pasti kalau hari gini enaknya naik pohon duwet dan makan sepuasnya,” sela seseorang yang tak lain Resky yang sudah ada di sisiku.
            “Ik, elu istirahat saja di sana , biar gue  yang antri, tapi awas ya , jangan batal lagi,” tukasnya sambil menggantikan aku berdiri. Aku mengangguk lemah, ada perasaan syukur Resky menggantikan aku yang sudah kepayahan antri sejak pagi. Karcis kudapat dan aku bisa menahan diri untuk tidak batal, walau sampai kost-kostan duwet sudah mengintip di sela-sela daun hijaunya. Hore, aku bisa pulang, tunggu aku bunda, aku bakalan habiskan ketupat bikinan bunda. Aku mulai membereskan barangku dan aku masukkan ke dalam ranselku dan besok pagi aku siap mudik ke kota kelahiranku.
            “Ika, tuh ada yang nyari di dekat pohon duwet,” Dina menyuruhku keluar.
            “Elu gak nipu gue kan?” tanyaku sambil bergegas ke belakang dan tampak Resky berdiri di bawah pohon duwet.
            “Ini, buat bekalmu di jalan, elu boleh makan kok , apalagi ini perjalanan yang jauh,” Resky menyodorkan keranjang kecil dengan hiasan pita di atasnya dan sepucuk surat. Saat kubuka keranjang itu berisi duwet dan kubuka surat dan mulai kubaca.

Dear Ika,
Gue suka dengan elu, akan gue berikan rasa cinta gue yang persis buah duwet rasa nano-nano yang bisa mewarnai cinta kita berdua. Jangan tolak gue ya,please!!!!!
Dari Resky.

Aku hanya terdiam dan mulai tertawa bersama Resky, entah apa yang aku tertawakan , tapi duwet akan selalu menjadi kenangan manis untukku. Gara-gara aku tergoda duwet  sampai akhirnya batal saat puasa , aku akhirnya mendapatkan pacar baru.

10 komentar:

Unknown Says:
9 Februari 2017 pukul 23.33

haduuhhh.... sampe bisa lupa gitu ya gegara buah duet, rejeki itu namanya.

ceritanya bagus juga, alurnya, enak bacanya.

hasyeekkk endingnya dapet pacar baru.

Tira Soekardi Says:
11 Februari 2017 pukul 00.46

makasih, ide cerita sih dari pamanku yg batal krn lihat buah duwet di atas meja

Unknown Says:
13 Februari 2017 pukul 19.08

ahaha.. sosweetnya.. lucu ceritanya

April Hamsa Says:
13 Februari 2017 pukul 20.00

Keinget jaman SD sering ada yg jual buah ini, dimakannya dicocol ma garam :D

Naufal Says:
13 Februari 2017 pukul 21.37

wahhh padat dan jelas nih ceritanya... mudah di pahami... di desa aku sini namanya Juwet bukan DUwet... apa setiap daerah punya nama sendiri2 ya..

Tira Soekardi Says:
14 Februari 2017 pukul 11.34

makasih mbak ribka

Tira Soekardi Says:
14 Februari 2017 pukul 11.39

iya mbak april sekarang sudah jarang ada

Tira Soekardi Says:
14 Februari 2017 pukul 11.45

mas naufal ada juga yg menyebutnya jamblang

Unknown Says:
31 Maret 2017 pukul 19.24

Mb itu kapan ya ceritanya th kapan..?? Mb kosnya dmna..?? Skrg msh ada ga ya mb..?? TLg banget kLo msh ada ak mau minta jg mb.. Nanti ak samperin, ak di kLaten, Lg pengen banget buah duwet sama buah pundung.. ToLong ya mb makasih sebeLume..

Tira Soekardi Says:
1 April 2017 pukul 13.04

mbka ratna ini cerita fiksi bukan sebenarnya. aku buat ceriat ini gara2 paamnku baatl puasa gara2 duwet

Posting Komentar