Salah Sasaran

Rabu, 22 Februari 2017




 Gambar dari sini

             Pagi ini aku masih bergelung di kamar hotel yang ada di tepi pantai Pangandaran. Aku sendiri heran , mengapa aku mau saja disuruh Berta untuk menjadi dektetif cinta, itu istilah yang diberikan Berta. Aku masih ingat saat Berta datang padaku sambil menangis. Aku sebetulnya paling sebal melihat cewek nangis , kayaknya cengeng betul. Gak ada di kamusku aku mau nangis merengek-rengek seperti Berta apalagi masalah yang menyangkut cowok. Ih, amit-amit deh, pantang buatku !!!!! Aku bukan tipe cewek seperti Berta yang selalu bergantung sama cowok, aku cewek yang mandiri dan aku tak mau diperbudak oleh cinta dan cowok. Aku masih menatap Berta dengan sebal, ini cewek masih saja mengharapkan Rimba tetap bersamanya, sudah tahu cowoknya selingkuh!!!! Apa gak ada lagi cowok yang bisa dipilih selain Rimba???? Betul-betul aneh!!!!!
            “Please Rasha , tolong aku, aku gak mau kehilangan Rimba,” Berta dengan tampang memelasnya. Berta tahu kelemahanku, aku tak penah bisa menolak kalau ada orang yang memintaku dengan tampang memelas, sekalipun pengemis yang pura-pura bertampang memelas , pasti aku akan menyodorkan uang receh buatnya. Aku menatapnya sebal, duh ribet banget berteman dengan cewek satu ini. Memang banyak orang bilang pertemananku dengan Berta ini sungguh aneh kaya bumi dan langit, karena Berta yang feminin dan lemah mau berteman dengan cewek sangar , bermental baja dan tak kenal takut.
            “Lalu, aku harus bagaimana Berta, aku kan tak bisa berbuat apa-apa untuk bisa mengembalikan Rimba padamu,” aku menatap matanya yang sudah penuh dengan air mata.Damn it!!!!!. Mengapa aku harus terlibat dengan urusan cinta, cinta orang lain lagi!!!!
            “Bisa Rasha, kamu bisa menjadi deteftif cinta.” Aku melotot memandangnya.
            “Jadi aku harus memata-matai Rimba !” teriakku. Berta mengangguk.
            “Aku gak mau Berta, aku bakal terlihat konyol tahu,” aku mulai berteriak juga, tapi sesaat aku terdiam melihat wajah Berta yang memelas.
            “Ok, aku mau,” Berta langsung memelukku.
            “Kamu memang sahabat baikku Rasha,” Berta menatapku dengan wajah sumringah, aku gak tahu lagi apa yang harus kuucapkan melihat kegembiraan di wajah Berta.  Berta mulai memberikan rencananya yang harus kulakukan. Astaga ternyata Berta sudah merencanakan secara detail dan ongkos semua ditanggung Berta. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku , sampai segitunya Berta tak mau kehilangan Rimba, kalau aku sudah kudepak dari hadapanku cowok yang suka selingkuh . Jadi tugasku memata-matai Rimba, siapa pacarnya sekarang dan kalau perlu mengajaknya berteman, memang sih aku dulu pernah dikenali Berta dengan Rimba tapi hanya sepintas dan semenjak itu tak pernah bertemu lagi. Berbekal semua info dan foto Rimba aku berada di Pangandaran. Menurut Berta, Rimba sedang bersama klub motornya di pantai ini.

            Pagi itu , aku menyusuri tepi pantai, udara dengan angin semilir menghembuskan rasa dingin pada wajahku.Aku menatap mentari yang muncul di balik awan dan semburat jingga merekah , aku terpukau akan pesona langit yang mulai tampak terang. Tiba-tiba aku terjatuh tersandung batu dan terjerembab di pasir. “Sialan , batu sialan,” umpatku . Aku mencoba berdiri tapi badanku masih oleng tapi ada tangan yang memegang pergelangan tanganku.
            “Makasih ya,” ucapku tulus.
            “Lain kali hati-hati, namaku Rimba,” pria itu menyodorkan tanganku. Astaga, sesaat aku tak dapat mengeluarkan sepatah katapun , hanya terbengong sesaat sebelum alam bawah sadarku  menyuruh untuk cepat menyambut tangannya .
            “Rasha,”  Pantesan Berta gak mau kehilangan Rimba, tubuhnya atletis walau tampang sih gak ganteng-ganteng amat tapi ada sesuatu dari matanya yang aku suka sekali.
            “Mau jalan-jalan, barengan yuk,” Rimba mengajakku dan aku seperti kerbau dicucuk hidungnya ikut melangkahkan kaki bersamanya. Sepanjang jalan aku banyak bercerita dan tak sedikitpun Rimba menceritakan tentang Berta dan Rimba adalah teman yang enak diajak ngobrol dan nyambung bukan tipe laki-laki perayu dan apa yang diucapkan semua itu apa adanya.  Pagi ini kulalui bersama Rimba, hem, hem.... andai Berta tahu, apa yang dipikirkannya????

            Ponselku berbunyi , Berta menelpun,  pertanyaan biasa yang harus kujawab biasa saja. Aku hanya mengatakan kalau sudah melihat Rimba tapi tak bilang kalau aku sudah berjalan-jalan dengannya sepanjang pagi .
            “Ras, jangan lengah ya, lihat kalau Rimba bersama cewek,” aku tutup ponselku. Sepanjang hari kemarin aku tidak pernah melihat Rimba bersama dengan cewek tapi dengan teman-teman cowoknya, mungkin itu teman klub motornya. Aku mendekati Rimba yang bersama –sama dengan temannya menunggu giliran bermain banana boats .
            “Hei, Rasha, yuk bareng-bareng naiknya sama teman-temanku,” ajak Rimba, aku diperkenalkan dengan teman-teman  cowoknya.
            “Cuma segini  temanmu, gak ada ceweknya?” tanyaku sambil mengamati teman-temannya.
            “Gak, ini teman klub motorku.” Kami semua berlima naik banana boats dan lajunya semakin  ke tengah semakin cepat dan memang sengaja agar penumpang jatuh dan itu yang membuat sensasi tersendiri bagi yang naik banana boats. Terdengar jeritan dan tawa yang lepas , begitulah pemainan banana boats. Entah mengapa setelah acara naik banana boats itu Rimba sering mengajakku berdua menyusuri pantai dan mencoba semua permainan yang ada di sana. Dan yang paling aku suka saat aku rafting bersama Rimba di sungai Cijulang , perjalanan yang mendebarkan dan membuat adrenalinku meningkat , untungnya aku bukan tipe cewek manja yang ketakutan rafting. Semakin aku banyak bergaul dengan Rimba aku semakin tertarik dalam pesonanya. Aku jatuh cinta padanya!!!!!!

            Sudah dua hari aku di Pangandaran dan sudah banyak aku dan Rimba menjelajah kawasan pantai . Dan parahnya aku mulai jatuh cinta padanya. Bodoh, Rasha, kamu gak boleh jatuh cinta , Rimba milik Berta. Aku berjalan mondar-mandir di kamarku sampai kudengar suara ponsel, Berta menilpunku lagi.
            “Berta, aku tak melihat Rimba dengan teman ceweknya, aku pulang saja ya,” aku harus cepat pulang jangan sampai perasaanku ikut terhanyut.
            “Jangan dulu Rasha, mungkin cewek itu belum datang, soalnya rencana mereka akan lima hari di sana,” aku mendengarkan Berta berbicara tapi pikiranku melantur kemana-mana.
            “Rasha, jangan pulang dulu ya, aku bakal ke sana juga,” aku cepat menutup ponselku, entah kalimat terakhir apa yang diucapkan Berta, aku sudah tak dapat konsentrasi lagi. Bodohnya lagi aku mengiyakan saja ajakan Rimba makan malam di kafe yang menghadap pantai  sambil mendengarkan deburan ombak. Makanan seafood terhidang di atas meja bulat kecil yang hanya diterangi dengan lampu-lampu kecil, suasana temaran membuat kafe ini romantis. Aku terbawa suasana kafe  dengan alunan musik jazz yang lembut.
            “Rim, ini jadi seperti orang pacaran saja,”tukasku yang sebetulnya mau bercanda karena dari tadi tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirku dan Rimba.
            “Emangnya kita lagi pacaran kan?” aku membelalakan mataku lebar-lebar. Rimba tertawa melihatku
            “Jangan lebar-lebar matamu , nanti lepas loh,” tukasnya sambil masih tertawa, tak lama kemudian akupun ikut tertawa. Tapi sesaat kemudian aku terdiam lama saat Rimba menyatakan kalau dia suka denganku. Astaga, bakal ada perang dunia ke empat sebentar lagi kalau Berta tahu Rimba nembak aku.
            “Jangan bengong  saja, dari tadi kalau gak bengong terus melotot,” tegur Rimba. Untuk menghilangkan rasa gugupku aku menendang kaki Rimba tapi tak kalah cepat Rimba memegang tanganku .
            “Gimana, mau?” tanyanya sambil menatap mataku. Aku melihat kedalaman matanya. Inikah rasanya jatuh cinta????? Aku menggelengkan kepalaku , sambil melempar pandangan mataku ke tempat lain, aku tak sanggup melihat matanya.

            Hari keempat, aku sudah malas bertemu dengan Rimba, pesan singkat dan telepon dari Rimba sengaja tak kujawab. Aku tak mungkin lagi bertemu dengan Rimba, aku suka dengan Rimba dan aku tak boleh jatuh cinta padanya. Apa kata dunia , kalau aku jatuh cinta dengan sasaranku dan aku tak mungkin mengkhianati Berta.  Siang itu aku mencari makan ke sisi pantai barat saja , agar aku tak bertemu dengan Rimba. Tapi tiba-tiba aku ditarik seseorang dari belakang.
            “Lepaskan aku,” teriakku. Belum aku melanjutkan kata-kataku, Rimba sudah menutup mulutku.. Aku ditarik ke dekat tepi pantai, padahal terik matahari begitu kuat, membuat mataku silau.
            “ Mengapa kamu menghindar?” tanyanya marah . Aku takut melihat kemarahan di matanya.  “Kalau kamu menolakku  tak perlu kau menghindar dariku.” Tangan Rimba menarik tanganku keras sehingga tak sengaja aku terjatuh dalam pelukannya. Aku hanya bisa menahan nafasku saat aku mendengar teriakan yang kukenal.
            “Rasha, apa-apaan kamu, jadi ini hasilnya selama ini,” katanya marah
`           “Bukan  Berta, kamu salah presepsi, ini bukan seperti yang kamu lihat,” aku mencoba menjelaskan , tapi Berta keburu marah.
            “Kamu kenal dengan Berta, ini maskudnya apa?” tanya Rimba bingung. Aku menepis tangannya dan berusaha mengejar Berta.

            Berta ternyataa  marah besar, dia tak mau mendengarkan pejelasanku. Aku juga tak bisa memaksanya untuk percaya dengan omonganku, itu haknya . Toh , Berta melihat aku dalam pelukan Rimba, mungkin kalau aku diposisi Berta juga akan marah.
            “Aku tahu kamu masih marah, tapi aku sumpah tidak pacaran dengan Rimba, aku mau pulang dan semua biaya di sini akan aku ganti , karena aku sudah gagal menjalankan misimu.” Aku beranjak dari kamarku dan menenteng ranselku pergi dari tempat yang membuatku mengenal cinta dan tempat berakhirnya cinta pertamaku.

Lama aku tak mendengar kabar dari Berta, sudah sering aku menelpon atau sms tapi Berta tak pernah menjawabnya sampai pada satu titik aku pasrah kehilangan sahabatku. Aku tak punya kemampuan untuk menghilangkan kecurigaan Berta padaku. Sampai suatu hari Berta menelpun untuk janjian di kafe di Dago Pakar. Aku begitu girang, artinya Berta sudah mau memaafkan aku, aku lebih baik memilih persahabatan dengan Berta. Aku memeluknya erat saat aku bertemunya , sudah lama aku tak berjumpa ada perasaan rindu bercerita dengan Berta.
            “Maafkan aku Rasha, aku marahnya terlalu lama,” Berta menceritakan kalau dia sempat bertemu dengan Rimba dan dari Rimba  , Berta juga tahu kalau aku menolak cinta Rimba.
            “Kamu tahu, aku tak mungkin merebut apa yang kamu punya Berta, kamu harus tahu itu.” Rasanya  lega menyeruak dalam dadaku , selama ini aku merasa tak enak hati dengan Berta. Aku terpana saat Rimba berdiri di hadapanku dengan bunga di tangannya, diberikannya bunga itu padaku. Aku melihat Berta menganggukan kepalanya, aku ragu-ragu menerima bunga itu.
            “ Rasha, Rimba lebih memilihmu, aku tak mungkin memaksa Rimba untuk suka denganku, aku ikhlas loh,” tukasnya sambil tersenyum padaku. Berta meninggalkanku berdua dengan Rimba. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami berdua tapi cukup sudah pancaran sinar mata yang menandakan rasa cinta yang ada dalam hati dua insan yang lagi mabuk asmara.


12 komentar:

Adhitadidiet Says:
27 Februari 2017 pukul 14.03

Apik. Manis, sweet ceritanya...

Fanny f nila Says:
27 Februari 2017 pukul 19.23

Inget jaman2 pacaran baca ini :D.

Naufal Says:
27 Februari 2017 pukul 20.23

hahaha..jadi inget mantan.. saat jaman2 pacara dulu..hehehe

Nusantara Adhiyaksa Says:
28 Februari 2017 pukul 04.14

Jadi Baper nih .... heeee

Hani Says:
28 Februari 2017 pukul 09.00

waduh...kapan aku diberi bunga?...so romantic...

Tira Soekardi Says:
28 Februari 2017 pukul 11.28

makasih mas aditha

Tira Soekardi Says:
28 Februari 2017 pukul 11.36

nostalgia dong mbak fanny

Tira Soekardi Says:
28 Februari 2017 pukul 11.41

punya berapa mantan mas naufal???

Tira Soekardi Says:
28 Februari 2017 pukul 11.47

jangan abper mas nusantara adhiyaksa

Tira Soekardi Says:
28 Februari 2017 pukul 11.53

dapat bunga bank saja enak mbak hani

Zulaeha Achmad Says:
28 Februari 2017 pukul 20.02

Salah sasaran, niatnya jadi mata-mata malah jatuh cinta. Apik mbak :D

Tira Soekardi Says:
1 Maret 2017 pukul 11.38

iya mbak syuna

Posting Komentar