Cinta Dari Papua

Senin, 05 Februari 2018



Gambar dari sini 
 

Pagi ini, masih kuhirup kopi susu yang baru kuseduh, sambil menikmati udara sejuk desa kecil di kabupaten Merauke. Kubaca surat dari Nina yang kemarin baru kuambil di kota kecamatan. Nanar mataku saat mulai kubaca kata demi kata yang ditulis Nina dengan kecintaan yang besar untukku. Aku sendiri masih penuh kebimbangan, apa aku masih mau bertahan di desa ini, atau akan kusambut cinta tulus Nina. Berat sebetulnya yang aku hadapi, di satu sisi aku masih berjuang untuk membangun pendidikan di desa kecil ini , di sisi lain aku harus perjuangkan cinta Nina. Jelas, orangtua siapa yang mau memberikan anak gadisnya untuk dibawa ke desa kecil di Papua. Masih kuingat saat aku harus pergi ke desa kecil di Merauke meninggalkan Nina sendiri di kota Bandung.

            “Bang, apa tidak bisa mencari pekerjaan lain di kota saja?” tanya Nina padaku.
            “Nin, kamu sudah tahu aku punya cita-cita memajukan anak-anak desa terpencil,” kataku .
            “Tapi, kenapa harus sejauh itu, bang ?” tanya Nina yang kadang tak habis pikir akan jalan pikiranku. Sudah banyak diskusi antara aku dan Nina tentang banyak keinginanku dan Nina jugalah yang memberiku semangat tapi saat aku harus pergi di saat itulah Nina merasa cintanya terhadapku akan hilang.
            “Cinta sejati tak akan hilang , Nina, percayalah, aku tetap akan selalu mencintaimu,” kataku mengelus kepalanya. Nina bersandar di dadaku dan pelukanku  seakan tak mau dilepaskan olehnya.
            “Kelak saat aku sudah bisa berdikari di sana, aku akan menjemputmu untuk bersama-sama membangun desa ,” kataku sambil kuhapus linangan air matanya. Aku mengucapkan selamat tinggal dan kutinggalkan Nina dalam kesendirian sampai aku akan jemput kembali.


            Masih kupegang surat dari Nina, masih kubayangkan wajah manisnya. Sanggupkah aku bertahan ??? Nina dalam suratnya ,mengatakan kalau dia mau dijodohkan oleh orangtuanya, tapi dia tetap akan terus menungguku menjemputnya .Betapa bahagia mendengarnya tapi ada rasa resah mendengar ceritanya, ada kekawatiran tersendiri di hati, apa Nina sanggup untuk bertahan lebih lama lagi???? .
            “Ada yang dipikirkan?” tanya pak Nurdin teman seperjuanganku.
            “Iya, Nina mau dijodohkan oleh orangtuanya,” kataku.
            “Ya, semua itu hanya kau yang dapat memutuskannya,” kata pak Nurdin sambil menepuk pundakku. Malam itu kutulis surat untuk Nina, akan kujemput dirinya untuk bersama –sama ke desa kecil di Merauke untuk membangun cinta milik berdua dan membangun cinta untuk anak-anak di desa ini. Kulipat surat itu . Aku tertidur dalam buaian mimpi akan bertemu Nina.Tunggu aku, sayang...

4 komentar:

Prananingrum Says:
5 Februari 2018 pukul 18.32

hiks..hiks...aku jadi inget adikku yang di papua mbak..udah setahun g ktm

Tira Soekardi Says:
6 Februari 2018 pukul 11.27

wah pastinya rindu ya mbak prana

Noer Ima Kaltsum Says:
10 Februari 2018 pukul 17.00

Semoga Nina mau mendampingi di desa terpencil yang ujiannya berat.

Tira Soekardi Says:
11 Februari 2018 pukul 11.21

betul mbak noer

Posting Komentar