Gambar dari sini
Pagi
ini, masih kuhirup kopi susu yang baru kuseduh, sambil menikmati udara sejuk
desa kecil di kabupaten Merauke. Kubaca surat dari Nina yang kemarin baru
kuambil di kota kecamatan. Nanar mataku saat mulai kubaca kata demi kata yang
ditulis Nina dengan kecintaan yang besar untukku. Aku sendiri masih penuh
kebimbangan, apa aku masih mau bertahan di desa ini, atau akan kusambut cinta
tulus Nina. Berat sebetulnya yang aku hadapi, di satu sisi aku masih berjuang
untuk membangun pendidikan di desa kecil ini , di sisi lain aku harus
perjuangkan cinta Nina. Jelas, orangtua siapa yang mau memberikan anak gadisnya
untuk dibawa ke desa kecil di Papua. Masih kuingat saat aku harus pergi ke desa
kecil di Merauke meninggalkan Nina sendiri di kota Bandung.
“Bang, apa tidak bisa mencari
pekerjaan lain di kota saja?” tanya Nina padaku.
“Nin, kamu sudah tahu aku punya
cita-cita memajukan anak-anak desa terpencil,” kataku .
“Tapi, kenapa harus sejauh itu, bang
?” tanya Nina yang kadang tak habis pikir akan jalan pikiranku. Sudah banyak
diskusi antara aku dan Nina tentang banyak keinginanku dan Nina jugalah yang
memberiku semangat tapi saat aku harus pergi di saat itulah Nina merasa
cintanya terhadapku akan hilang.
“Cinta sejati tak akan hilang ,
Nina, percayalah, aku tetap akan selalu mencintaimu,” kataku mengelus
kepalanya. Nina bersandar di dadaku dan pelukanku seakan tak mau dilepaskan olehnya.
“Kelak saat aku sudah bisa berdikari
di sana, aku akan menjemputmu untuk bersama-sama membangun desa ,” kataku
sambil kuhapus linangan air matanya. Aku mengucapkan selamat tinggal dan
kutinggalkan Nina dalam kesendirian sampai aku akan jemput kembali.
Masih kupegang surat dari Nina,
masih kubayangkan wajah manisnya. Sanggupkah aku bertahan ??? Nina dalam
suratnya ,mengatakan kalau dia mau dijodohkan oleh orangtuanya, tapi dia tetap
akan terus menungguku menjemputnya .Betapa bahagia mendengarnya tapi ada rasa
resah mendengar ceritanya, ada kekawatiran tersendiri di hati, apa Nina sanggup
untuk bertahan lebih lama lagi???? .
“Ada yang dipikirkan?” tanya pak
Nurdin teman seperjuanganku.
“Iya, Nina mau dijodohkan oleh
orangtuanya,” kataku.
“Ya, semua itu hanya kau yang dapat
memutuskannya,” kata pak Nurdin sambil menepuk pundakku. Malam itu kutulis
surat untuk Nina, akan kujemput dirinya untuk bersama –sama ke desa kecil di
Merauke untuk membangun cinta milik berdua dan membangun cinta untuk anak-anak
di desa ini. Kulipat surat itu . Aku tertidur dalam buaian mimpi akan bertemu
Nina.Tunggu aku, sayang...
4 komentar:
5 Februari 2018 pukul 18.32
hiks..hiks...aku jadi inget adikku yang di papua mbak..udah setahun g ktm
6 Februari 2018 pukul 11.27
wah pastinya rindu ya mbak prana
10 Februari 2018 pukul 17.00
Semoga Nina mau mendampingi di desa terpencil yang ujiannya berat.
11 Februari 2018 pukul 11.21
betul mbak noer
Posting Komentar