Apatis

Rabu, 21 Desember 2016





Semakin malam desa semakin sunyi. Sisa-sisa rusuh siang tadi sudah tak berbekas, yang tinggal puing-puing , sisa-sisa reruntuhan rumah. Hanya tinggal isakan tangis dan kesedihan yang terpancar dari wajah-wajah lesu. Ini sudah untuk kesekian kali masarakat sini harus berjuang untuk tanah mereka. Tanah yang menghidupi semua sel tubuhnya. Tanah yang menjadi urat nadi perekonomian mereka, tapi kini harus berpindah tangan menjadi milik orang-orang kaya yang dengan sewenangnya mengambil alih tanah pertanian mereka. Ini yang terbesar, hampir rata rumah mereka , tanah mereka hancur  saat mereka mempertahankan tanah mereka. Hasilnya??? Nihil...... rakyat kecil selalu kalah!!!!

Aku??? Sendiri dengan rasa sesak di dada. Tak satupun yang bisa membuatku bergerak untuk memperjuangkan tanah rakyat. Aku sudah apatis!!! Dulu aku berjuang untuk mereka tapi apa hasilnya??? Aku masuk penjara!!! Lima tahun aku harus mendekam di penjara!!!! Kini aku tak mau berbuat apa-apa. Aku sudah apatis!!! Tak ada lagi nurani dalam diriku. Bisu.... Aku tak mau terulang kembali peristiwa tujuh tahun lalu. Diam itu baik bagi diriku saat ini. Semua mati. Nuraniku, hatiku semuanya.  Tak ada yang tersisa.

Saat banyak orang datang padaku untuk memperjuangkan nasib mereka. Aku hanya diam mematung. Setelah apa yang aku dapatkan, apakah aku masih mampu untuk bergerak untuk mereka??? Siapa yang akan memperjuangkan diriku???? Tak Ada. Aku lebih baik apatis. Diam adalah hal yang terbaik bagiku sekarang. Orang-orang itu pergi bersamaan dengan runtuhnya air mataku. Mataku terpejam tapi air mataku mengalir perlahan. Telingaku masih mendengar tangisan mereka.Tapi mata hatiku telah mati. Tapi apalah artinya aku??? Aku hanya bisa apatis. Mataku tertutup, telingaku tak mendengar lagi, mulutku tak bicara lagi. semuanya membatu bersamaan dengan hilangnya tanah masarakat desa Mekar Sari.

8 komentar:

admin Says:
22 Desember 2016 pukul 04.13

keren mbk ceritanya, semoga menang. kunbal mbk siapa tahu bisa saling berbagi

Tira Soekardi Says:
22 Desember 2016 pukul 11.53

amin, makasih mas alwi

Keluarga Biru Says:
22 Desember 2016 pukul 18.33

bagus Mbak ceritanya.
Lama neh saya nggak nulis fiksi Mbak, keasyikan ngeblog he3

Astin Astanti Says:
22 Desember 2016 pukul 22.26

Diam, tanpa satu gerak tanpa satu ucap dan tanpa satu rasa.. hening, biarkan aku menjadi apatis terhadap apapun yang datang...ih, MBak keren fiksi-fiksimu

fiberti Says:
23 Desember 2016 pukul 00.49

ceritanya bagus jadi kepingin bikin fiksi mini..
ilustrasinya agak seram tapi sesuai dengan mood cerita..keep up the good work mba tira

Tira Soekardi Says:
24 Desember 2016 pukul 16.22

makasih mas ihwan

Tira Soekardi Says:
24 Desember 2016 pukul 16.25

makasih mbak astin

Tira Soekardi Says:
24 Desember 2016 pukul 16.28

mbak fiberti, ilustrasinya memang sudah ada dan kita disuruh bikin cerita berdasarkan gambar di atas

Posting Komentar