Sore
itu aku masih duduk di teras rumah. Angin agak kencang. Menurut orang sekarang
lagi musim angin kumbang. Angin yang turun dari
gunung Ciremai. Aku melihat daun yang bergerak berputar-putar karena
tertiup angin kencang. Debu berhamburan ke atas dan kembali ke bawah.
“Masuk ke dalam mam, udara lagi tak
enak di luar,”panggil suamiku. .
“Bentar lagi pah,”tukasku. Aku masih
malas untuk masuk. Aku lagi gelisah, Dinda anak bungsuku masih saja terbaring
lemah karena panas yang tak turun-turun sejak dua hari yang lalu. Sudah aku beri obat
penurun panas tapi panasnya belum juga turun. Ditambah lagi besok aku akan
ulang tahun. Dalam hatiku ingin sekali kali ini suamiku memberikan hadiah ulang
tahun . Gak usah mahal-mahal tapi spesial untukku. Sudah hampir sepuluh tahun
pernikahan, suamiku belum pernah sekalipun memberikan hadiah spesial
untukku. Pikiranku yang melayang
tiba-tiba harus terhenti dengan suara erangan Dinda. Aku segera masuk dan
melihat tubuhnya lemah.
“Makan bubur dulu ya,”tukasku. Dinda
menggeleng lemah. Air matanya turun. Suamiku masuk dan menatap Dinda dengan tatapan sedih.
“Sudah bawa saja ke dokter. Aku
mengangguk setuju. Akhirnya malam itu Dinda aku bawa ke dokter. Menurut dokter
sih karena perubahan cuaca yang terjadi belakangan ini. Panas diselingi hujan
dan angin membuat daya tahan tubuh Dinda melemah. Aku sedikit tenang saat malam aku menidurkan
Dinda. Obatpun sudah kuberikan walau Dinda belum mau makan. Hanya sepotong roti
yang dicelupkan teh hangat manis. Itupun tak semua habis dimakannya. Belum ada senyum di bibirnya. Celotehannya
yang biasa Dinda keluarkan kini hilang begitu saja. Hanya tatapan lemah dan tak
berdaya.
Malam itu saat menidurkan Dinda
terpikirkan lagi hadiah yang aku inginkan dari suamiku. Tadi sempatt saat makan
malam aku menyindirnya apakah akan ada hadiah untukku kali ini. Dia hanya
tersenyum.
“Paling gak ada kan?” tanyaku
merajuk.
“Sudah tahu , kok masih nanya,”celetuknya.
Aku terkesiap. Apa gak pernah dia punya niat untuk memberiku hadiah istimewa
untukku. Aku segera membersihkan meja makan dan kembali ke kamar menemani
Dinda. Ada sedikit air mata . Aku mengerjap-ngerjapkan mataku agar air mataku
tak keluar.
“Mama menangis? “tukas suamiku saat
dia melongok sebentar ke kamar untuk melihat Dinda.
“Gak,”tukasku berbohong sambil berusaha
untuk menahan air mata ini agar tak keluar. Ah, mengapa suamiku kok gak tahu keinginan
istrinya sih??? Apa dia demikian cuek atau gak peduli. Aku gak minta yang
aneh-aneh tapi hanya sedikit hal yang berbeda saat ulang tahunku. Ah, dia
selalu demikian. Hampir sepuluh tahun aku bersamanya memang belum pernah dia
memberi hal yang spseial. Halo!!! Kenapa aku murung, seharusnya aku tahu ,
suamiku tak mungkin memberikan hadiah padaku. Mengapa aku harus berharap banyak????.
Aku memandang wajah Dinda. Nafasnya agak berat. Aku cium keningnya dan tertidur
di sebelahnya dengan harapan besok ada sesuatu untukku.
Esoknya aku terbangun oleh kicauan
Dinda di sebelahku. Dia sudah tertawa sumringah. Aku pegang dahinya. Sudah
turun panasnya.
“Mama, Dinda sudah sembuh.”celotehnya
pagi ini. Senyum Dinda begitu riang.
“Dinda bisa sekolah kan?” tanyanya.
Aku menggelengkan kepala. Dinda agak kecewa.Dinda mengerti saat aku bilang dia
harus beristirahat dulu agar tubuhnya lebih segar. Entah mengapa pagi ini
hatiku gembira. Melihat senyum Dinda dan tawanya membuat hatiku riang. Tawa
riangnya memenuhi hatiku. Sungguh aku sudah melupakan keinginanku untuk
mendapatkan hadiah istimewa dari suamiku hari ini. Tawa riang Dinda sudah
merupakan hadiah istimewa bagiku. Hadiah ulang tahun kali ini adalah kesembuhan
Dinda. Semua keingianku lenyap begitu saja dengan tawa Dinda. Aku gak butuh
hadiah apapun , hanya tawa Dinda. Suamiku masuk dan mengecup keningku.
“Selamat ulang tahun ya,” ucapnya.
Aku hanya mengangguk. Paling tidak dia tak lupa akan hari ulang tahunku..
Hadiah istimewaku , senyuman Dinda.......
Sumber gambar : http://www.cantikalamiku.com/cara-menipiskan-bibir-yang-tebal-secara-alami-dan-sehat/
10 komentar:
6 Mei 2015 pukul 23.49
waaaa... kok kejadiannya sama kaya' ultahku kemarin.. hhmm.. *menyipitkan mata* jangan-jangan mak Tira nguping yaaa *naluri detektif*..
7 Mei 2015 pukul 13.37
he, he.... gaklah memang begitulah suamiku, tapi dalam diamnya aku tahu dia care sama aku. Melihat anak tersenyum itu lebih berharga daripada hadiah apapun
7 Mei 2015 pukul 21.08
Menarik sekali jalan ceritanya..hahhayyy
7 Mei 2015 pukul 22.49
jalan ceritanya bagus
like like like
http://portallifes.blogspot.com
7 Mei 2015 pukul 23.58
asik senyumnya bun...:D
8 Mei 2015 pukul 03.07
yang namanya senyuman itu memang bisa membawa suasana jadi indah ya mak :)
9 Mei 2015 pukul 02.52
makasih mas Rifki
9 Mei 2015 pukul 02.53
gobagi, senyum itu ibadah loh jadi harus asik
9 Mei 2015 pukul 02.54
Mak Zefi, betul lihat senyuman orang akan membuat suasana jadi riang
9 Mei 2015 pukul 02.55
makasih mas Icah
Posting Komentar